"Kau oke?"
Jeonghan bertanya ragu selepas mendapati Jisoo memijat pelipisnya gusar. Pemuda dengan surai kelam itu baru saja menerima telpon–ia izin beberapa saat yang lalu untuk menjawab panggilan, katanya, sekolah Seokmin yang menghubungi. Lalu ia kembali dengan raut yang berjalan melintasi ekspetasi; bola mata Jeonghan bergerak, memindai satu per satu obsidian karamel Jisoo, memperhatikan bagaimana sepasang irisnya mengelam dengan pelupuk mata yang setengah dibendungi air.
Alih-alih menjawab pertanyaan Jeonghan, Jisoo hanya mengambil langkah menuju tempat dimana ia menggantung mantel–langkahnya terburu-buru, dan Jeonghan tidak dapat tinggal diam. Ia ikut bangkit, mengabaikan sekotak bento makan siang yang tengah ia lahap, memilih untuk menghampiri Jisoo yang kini sibuk mengenakan mantelnya.
"Jisoo," suaranya terdengar sedikit mendominasi, sedikit bantuan, Jeonghan tidak suka diabaikan. Ia tidak menyukai banyak hal, sejujurnya–termasuk ketika ia mendapati temannya tengah dalam kondisi tidak baik, dan ia di sini, bertingkah seperti orang tolol karena buntu akal mengenai masalah apa yang tengah kawannya hadapi. Jeonghan mengambil langkah mendekat, menarik pergelangan tangan Jisoo ketika melihat pemuda Hong tersebut mulai melangkah keluar.
"Sesuatu terjadi? Tidak mau menceritakannya padaku?"
Kepala Jisoo menoleh dengan lamban–dan di sana Jeonghan menemukan Jisoo dengan sepasang bola mata memerah. Cengkraman pemuda dengan surai pirang tersebut mengendur; Ia kembali melemparkan pertanyaan di luar kendali, dengan amat sangat lirih, "Kau baik-baik saja?"
Dan Jisoo menggeleng. Pemuda itu menggenggam kedua tangan Jeonghan, merematnya dengan gemetar ringan di ujung jemari. "Aku tidak bisa menceritakannya sekarang," ia berbisik lemah, semakin meremat tangan Jeonghan dalam genggamannya. "Aku janji akan menceritakannya begitu aku kembali– t-tapi sekarang–"
"Baik sohib, aku mengerti." Jeonghan tersenyum lembut, membalas genggaman Jisoo dan mengusap punggung tangannya sebagai penenang. Wonwoo yang tengah sibuk menyesap teh hangatnya terlalu peka dengan keadaan sekitar; ia bangkit, mengambil kunci motornya dan jalan melengang begitu saja.
"Ayo kuantar." Suara berat Wonwoo meninggi dari luar pintu, tanpa mengarahkan pandangan pada objek yang ia ajak bicara, pemuda itu sibuk menyalakan mesin motornya. Jeonghan mendorong pelan pundak Jisoo, memintanya untuk cepat-cepat menduduki jok belakang motor besar Wonwoo sebelum pemuda Jeon itu mengubah pikirannya–walau sejujurnya, Wonwoo tidak akan melakukan hal tersebut.
"Aku tidak menerima alasan kau keberatan dan takut merepotkan Wonwoo, oke? Kita bertiga adalah teman, dan kita ada untuk saling membantu satu sama lain. Aku bersumpah Wonwoo memang bodoh dalam berkendara, ia tidak tahu bagaimana caranya mengerem tapi setidaknya kau akan selamat."
Sebelum Jisoo melangkahkan kakinya pergi, ia kembali meremat tangan Jeonghan–garis bibirnya menyungging mengulas senyuman tipis. Tanpa suara, belah bibirnya bergerak mengucap kata terimakasih. Jeonghan terlalu liabel, hingga ia lantas menjawab dengan kata 'sama-sama' secara nyaring sembari melambaikan tangannya pada Jisoo yang kini tengah berlari kecil menuju Wonwoo dan motornya.
Enchanted (c) prxmroses
SVT's Fic ; Lee Seokmin/Hong Jisoo ; bxb–Shounnen-ai...
Katanya, Seokmin membuat kegaduhan di sekolah. Anak itu berkelahi dengan teman sekelasnya. Kasus ini akan selesai dengan cepat apabila keduanya dapat memberi penjelasan, kalau pun tidak, banyak saksi yang menyaksikan baku hantam keduanya dan dapat dijadikan sebagai sumber. Tapi permasalah utamanya adalah, lawan Seokmin dilarikan ke UGD. Anak itu mengalami pendarahan cukup parah dan tidak sadarkan diri ketika ia tengah digiring menuju ruang kepala sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanted +seoksoo
FanfictionIt's SEVENTEEN Fic. AU. BL. Seokmin/Jisoo. Jisoo berhasil dibuat pening seharian memikirkan kelakuan adik sepupu Jihoon siang itu-mengatakan bahwa dirinya akan menikahi Jisoo kelak. [ Lee Seokmin x Hong Jisoo ; SeokSoo ; SeokShua ]