Chapter 06

833 101 12
                                    

Jisoo terbangun dengan syok yang lantas menghantam sekujur kepalanya.

Pandangannya mengedar; dan rasanya ingin mati.

Memorinya terlalu bagus untuk tidak dengan mudah melupakan banyak hal–tapi baru kali ini Jisoo ingin menghantam kepalanya sendiri pada aspal, berharap ingatannya lenyap dalam sekali sentak. Maksudnya, Jisoo tidak sebodoh itu sampai bisa melupakan kejadian tadi malam; Lee Seokmin, adik dari sohib dekatnya sendiri mencuri ciuman pertamanya–dua kali, dua kali Seokmin melakukannya. Sintingnya,

Jisoo tidak melawan sama sekali.

Persetan dengan segala nalar idiotnya malam itu–seharusnya ia reflek mendorong Seokmin ketika pikiran bahwa 'segalanya salah' telah terbesit dalam kepalanya. Tetapi tidak barang sedetik pun Jisoo meminta Seokmin menjauh kala pemuda Hong itu mulai merasakan sensasi asing yang menggerayami belah bibirnya–kecupan? Mungkin begitu Jisoo menamai kegiatan sinting mereka. Tidak ada gerakan agresif semalam, Jisoo bersumpah, segalanya masih menetap utuh dalam kepingan memoarnya; Seokmin begitu lembut menarik tengkuknya dan memberikan pertemuan panjang pada bibir mereka. Ruas jemarinya yang kurus membungkus tangan Jisoo penuh afeksi–ikut merasakan gemetar ringan yang menyapa ujung-ujung saraf pria yang lebih tua, balik memberikan usapan, mencoba menenangkan Jisoo.

Segala gelisah keduanya malam itu melebur; entah hilang kemana, pergi tanpa memberi kabar. Berganti memberi letupan-letupan asbtraktis pada masing-masing relung hati–mengukir segala historikal yang tak lagi mampu digambarkan dalam deretan abjad alfabetis. Seokmin berhasil membuatnya mabuk dalam semalaman; Bagaimana apa yang telah ia lakukan berhasil membuat Jisoo nampak begitu pasif dan submisif, diam tak responsif.

Lantas keduanya berakhir dalam sebuah pelukan erat, terlelap di sofa, berbagi ruang sempit. Seokmin mendekapnya erat–membiarkan wajah Jisoo tenggelam dalam ceruk lehernya, menghirup aroma maskulin pria yang lebih muda, membuat ujung hidung bangirnya bergesekan dengan kemeja putih remaja tersebut. Brengsek, brengsek; Jisoo tidak tahu sudah berapa kali ia mengumpat dalam batinnya. Aroma parfum yang menguar dari tubuh Seokmin tidak main-main, demi Tuhan, terlalu adiktif. Jihoon bahkan tidak pernah tercium segayang ini.

Hei, Lee Seokmin; Jisoo bermonolog dalam hatinya, memandangi wajah pemuda yang masih terlelap dengan begitu teduh. Napasnya teratur, menerpa sebagian wajah Jisoo. Seokmin masih terbalut dalam seragamnya–kemeja putih polos, jas kuningnya sudah tergantung pada salah satu kursi. Aroma keringat dan parfumnya bagai inheren; mungkin mustahil bagi Jisoo untuk bosan. Ia ingin menetap sedikit lebih lama dalam posisi ini, lanjut memejamkan kedua bola matanya, kembali menenggelamkan wajah pada ceruk leher Seokmin, membiarkan telapak tangan remaja tersebut yang kapalan terus bertengger pada pinggangnya–menghabiskan seharian penuh dengan saling mendekap erat.

Tapi waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang; Apabila Jisoo tidak ingat jika keduanya belum menyantap apa-apa sejak kemarin malam, mungkin segala keinginannya dapat terealisasikan. Tapi Jisoo sudah berjanji pada Jihoon untuk menjaga adik kecilnya–oleh karena itu tangannya terulur, mengguncang pelan pundak Seokmin, mencoba membangunkan pria yang lebih muda. Seokmin setengah bergumam, mengatakan bahwa ia masih mengantuk. Jisoo tertawa pelan, mencubit pipi Seokmin, tetap memintanya untuk bangun.

Kala Seokmin membuka bola matanya, manik sekelam hamparan langit malam itu lantas tertuju pada obsidian karamel Jisoo–menatap lurus, tidak berpaling barang sepersekon.

"Ayo sarapan," ajak Jisoo. Berharap setelah ini Seokmin akan beranjak dari posisinya, tapi tidak–anak itu justru semakin mengeratkan cengkraman tangannya yang masih bertengger pada pinggang Jisoo, merematnya pelan dan kembali memejamkan mata tanpa beban. Jarak di antara keduanya semakin terkikis beberapa milimeter; Jisoo gelisah, tangannya kembali mencubit pipi Seokmin sedikit lebih keras. Mengundang aduhan bocah SMA tersebut akibat memar yang masih membekas pada sebagian wajahnya.

Enchanted +seoksooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang