"Mamaaaa!"
Teriakan itu membuatku menoleh.
"Ma, kenapa baru sekarang beli bus-nya?"
Aku hanya menghela napas sambil memasukkan buku Chan yang berserakan di meja ke tas.
"Kalau kamu tidak merengek Mama juga tidak akan membelinya, Bang."
"Ma, jangan pasang wajah cemberut, kan Abang jadi merasa bersalah."
Lagi-lagi hanya helaan napas yang keluar dari mulutku. Punya anak satu yang katanya sudah menginjak kepala dua tetapi masih bersifat seperti bocah. Sebenarnya apa salahku sampai memiliki anak sepertinya?
"Coba Mama pikir, daripada membeli mobil yang hanya mampu menampung 4-6 orang, lebih baik membeli bus, 'kan? Selain lega, kalau misalnya keluarga kita akan liburan dekat-dekat sini lebih enak, tidak perlu membawa mobil banyak-banyak yang membuat boros."
Dengan terpaksa aku menarik kedua sudut bibir, sekadar ingin membungkam mulutnya yang seperti tidak ada rem. Tetapi, tiba-tiba saja rasa bersalah seperti menghantamku saat senyum lebar dan wajah berserinya tertangkap retina mataku. Ah, tidak seharusnya aku terpikirkan untuk memiliki anak lain. Bang Chan cukup sempurna untukku. Aku menghampirinya dengan senyum lebar, ku raih kepalanya yang melongok ke luar jendela.
"Kau tahu? Aku sangat menyayangimu, Bang."
"Aku juga," sahutnya dengan memamerkan giginya yang rata hingga matanya tinggal segaris.
🐨🐨🐨
Sayang kamu, Bang 😘
Buat kalian yang mau baca ceritanya Bang Chan bisa cek work ku, ya. Judulnya "Hug Me!" 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Stray Kids
Short StoryKumpulan cerita pendek tentang member Stray Kids #331 (19-01-18)