Chapter I : In Erdeins

75 16 15
                                    

Sementara itu Fox berjalan di lorong sekolah, derap langkah kaki terdengar mendekatinya dari arah belakang. Sontak langkahnya pun terhenti.

"wuss..." derap langkah kaki itu tiba-tiba menghilang. Dan seketika seseorang berdiri tepat dibelakangnya, "Orang yang tidak bisa membuat apa-apa takkan menjadi apa-apa!!." Fox tidak menghiraukannya lalu melanjutkan langkahnya.

Ia sebut itu adalah sebuah 'kebenaran'. Hal itu sudah menjadi hal yang biasa baginya. 'Semakin berusaha menciptakan sesuatu, semakin banyak orang yang mengatakan hal semacam itu' gumamnya putus asa.

• • •

Tepat diatap sekolah dia berbaring menatap ke arah langit. "....." ia terdiam.

Yang ia lihat hanyalah sebuah planet yang masih dipenuhi dengan tumbuhan hijau.

"Sepertinya disana terlihat lebih segar daripada disini..." ia berbicara dengan langit.

Lalu dia menutup mata dan membayangkan berbaring diatas rumput yang diteduhi oleh pohon rindang. "Rumpuuuttt......" gumamnya sambil menghirup udara.

"Seperti inikah rasanya hidup di atas sana?" ia bertanya-tanya.

"Di mana itu?" tanya seseorang.

"Hwaaaahh..."

Seketika dia langsung bangun terkejut tanpa membuka matanya terlebih dahulu.

Duakkkk...

"Aww....!!" teriak mereka kompak. Kedua kepala mereka terbentur dan terpental kebelakang.

"Aww... sakit sekalii....." masih belum membuka matanya.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya sambil menyodorkan tangan ke arah gadis berambut coklat yang mengagetkannya.

"Hiks.... hikss......huaaa....." gadis itu menangis.

"Eh...ehh....." Fox kebingungan. Dia tak tahu harus bagaimana.

"Ja.. ja.. jangan menangis, ma.. maafkan aku.!!." memohon sambil menundukan badannya.

"Hiks..hikss... aku maafin.." ia menyodorkan tangannya sambil menghapus air mata dengan tangan kirinya.

"Namaku Anne teman sekelasmu, nama kamu Fox bukan???"

"Hah... teman sekelasku ya...... maaf aku gak terlalu ingat nama teman sekelasku ehehe.." jawab Fox dengan sedikit menyeringai terpaksa.

Anne menundukan kepalanya lalu berkata "Apa kamu tidak ingaaat?" dengan mata berkaca-kaca dan nada suaranya merendah.

"Aaah.... ahhaha... ii....i..iya sekarang aku ing....at" dia berbohong.

Wajah Anne yang tadinya menunduk tiba-tiba menunjukan wajah senangnya.

Dengan suara yang bersemangat ia berkata "Benarkahh....!!??Benarkahhh...!!??"

"Ii..iyaa sekarang a..aku ingat" balasnya berbohong lagi.

"Syukurlaahhhh.....yaayyy" gadis yang tadinya sedih seketika berubah menjadi gadis yang sangat periang, seakan-akan tangisan yang tadi itu hanyalah pura-pura.

"Sebaiknya kita segera masuk ke kelas, sebelum waktu istirahatnya habis."

"Okee..." balas Anne.sambil berjalan ke arah lift.

'Dia gadis yang polos sekali, pasti akan sangat merepotlan haaaaahh.....' gumamnya dalam hati sambil menatap Anne dari belakang dengan wajah yang lesu.

Dwaaaaaarrrrrr.....

Tiba-tiba terdengar suara ledakan dari dalam gedung sekolah.

"Apa itu?? Fox aku takuttt.." Anne berlari kebelakang Fox.

"Tak usah khawatir, ayo kita cek ke kelas." Balas Fox. 'pasti dia' gumamnya dengan mata sinis.

• • •

Mereka masuk ke dalam gedung sekolah.
Ternyata suara ledakan itu berasal dari kelas Fox dan Anne. Mereka bergegas masuk ke dalam kelas dan mendapati dua orang anak yang sedang berkelahi menggunakan senjata ciptaan mereka masing masing.

"Lemah tetaplah lemah!!! Cihh." Teriak seseorang yang memegang senjata tembak.

'Sudah kuduga dia yang menyebabkan ledakan itu' gumam Fox dalam hatinya, lagi lagi ia menunjukan mata sinisnya.

Sementara itu satu anak lainnya sepertinya sedang terpojok dengan senjata tipe bertahan di tangannya yang mulai hancur.

"Berisik kau!! Kau hanya menggunakan senjata buatanmu untuk melukai orang lain!! Kau tak pantas menjadi Craeator!!!"

'Gawat..!!' teriak Fox dalam hati sambil mencari alatnya dari dalam tas.

Anak yang terpojok itu membuat anak satunya lagi kesal.

"Berisik kau!!! Rasakan iniiii!! Fire Blast!!!" anak bersenjata itu menembakan peluru api dari senjatanya.

Ssssuuutttttt.....

Dwaaaarrrrrr....

"Ahhhh !!!"

Fox menahan peluru api yang mengarah ke orang yang sedang terpojok, dengan senjata tipe bertahan di tangannya.

'Siall!! alat-alatku memang tak berguna' ucapnya dalam hati.

Perisai ditangan Fox hancur. Terlihat tangan kirinya gosong dan sedikit berdarah.

"Fooxxxx!!!" teriak Anne berlari dari sudut kelas.

"Cihh!! dasar bocah sialan!! Jangan sok jadi pahlawan!!" anak yang menembakkan peluru api itu kesal dan beranjak keluar dari kelas.

"Apa kamu tidak apa-apa Fox????" tanya Anne dengan mata berkaca-kaca.

"Apa-apaan kau ini!!" dengan marah anak yang terpojok itu mendorong Fox dari belakang sampai Fox dan Anne terjatuh.

"Jangan sok menjadi pahlawan!! Aku tidak butuh bantuanmu!! Aku gak butuhhh!!"

"Diammmm kau!! Fox hanya ingin menolongmu!!" Anne berteriak membentaknya sambil menangis.

yang tadinya marah, tiba-tiba anak yang tadi terpojok itu menyucurkan air matanya.

"Aku sudah muak terus menerus ditolong orang lain, aku ingin melindungi! Bukan dilindungi...."

Dengan sedikit kesusahan, Fox berdiri dan mengulurkan tangannya ke anak yang terpojok tadi. "Namaku Fox,, Ayo teman, kita saling melindungi" ucap Fox dengan senyuman di wajahnya.

"Tidakk!! Dia ga tau diri Fox" potong Anne.

"Tak apa-apa Anne..." balas Fox sambil menatap Anne.

"Hiks.... hikss...." anak itu menghapus air matanya dan tersenyum.

"Gile,, namaku Gile. Terimakasih telah menolongku tadi" Gile tersenyum.

"Tak apa,,oh ya apa kau baik-baik saja?"

"Ahehe.. aku baik-baik saja itu berkatmu" jawab Gile sambil tertawa lalu menepuk lengan kiri Fox.

"Aaawwwwwwwwww"

"Dasaaarrrrrr Giiiiillleeee!!!!"

"Ehehe... maaf Anneeee aku tak sengaja" Balas Gile sambil berlari

"Kemariii kauu Gileeee" mereka kejar-kejaran di dalam kelas yang berantakan akibat perkelahian tadi.

"Dasarr" ucap Fox sambil tertawa melihat kedua temannya kejar-kejaran.

"Awass kauu Gillleee!!!"

"Maafkannnn akuuuu Aaanneeeee"

Setelah apa yang mereka lalui hari ini, sekarang mereka bertiga menjadi teman. Anne yang merupakan spesialis senjata, Gile yang merupakan spesialis pencipta alat pertahanan dan Fox, dia bisa menciptakan apapun tapi sayangnya alat yang diciptakannya tak ada yang berhasil, semuanya selalu gagal. Namun dia tak pernah menyerah, dia pun mulai belajar dari kedua temannya.

ErdeinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang