Tak ada henti-hentinya, Adrian mendumel dan menyalahkan jam bekernya yang mendadak kehabisan baterai itu dengan berbagai sumpah serapahnya. Gimana nggak kesal sih, kalau hari pertama Adrian udah diomelin senior yang nyebelinnya minta ampun itu?
Padahal, Adrian dan sahabatnya sejak SMP, Arka, sudah merencanakan untuk kabur saat kegiatan MOPDB. Mereka malas mendengarkan ocehan para senior serta tugas-tugasnya yang sama sekali tidak ngefek untuk masa depannnya.
Ditambah lagi, acara kaburnya yang sudah matang-matang dipersiapkan itu sudah digagalkan oleh kedatangan sang ketua OSIS yang dikenal pshyco. Kalau ini, sih, dengar-dengar aja ya. Ketua OSIS pshyco itu lagi ngejar-ngejar perempuan yang bernama Amanda.
Alhasil, mereka tetap mengikuti MOPDB sampai hari ketiga. Hari di mana semua penindasan para senior berakhir. Tidak juga sih, karena pada dasarnya penindasan senior akan berakhir jika mereka sudah duduk di kelas dua belas.
Tidak luput dari kesialan rupanya, di hari terakhir MOPDB ini Adrian merasakan keanehan di mana pun ia berada. Ia merasa ada yang mengikutinya. Entah siapa, yang jelas sudah ada hal berbau mistis yang diciumnya. Jangan-jangan, sekolah ini angker.
"Ka, kayanya gue udah mencium bau-bau mistis di sekolah ini deh." ujar Adrian, dengan suara pelan seakan tidak mau siapa pun mendengarnya.
"Maksud lo? Mistis? Ah, terlalu mendramatisir lo." Ucap Arka membantah kata-kata Adrian tadi.
"Eh? Serius! Lo nyadar nggak sih, kan seharian ini gue sama lo tuh ya. Lo sadar nggak kalo kita ada yang ngikutin?"
Arka terdiam sebentar, lalu ia menggeleng keras. "Nggak tuh, lo aja yang parno an. Udah ah, jangan ngacauin hari terakhir acara ga guna ini deh. Gue pengen cepet-cepet kelarr." ucapnya.
Diam-diam, Adrian masih percaya bahwa hal itu benar. Ada yang ngikutin dia seharian ini, walaupun nggak terang-terangan karena emang dia sama sekali nggak tau siapa yang ngikutin.
*
Tidak bisa dipungkiri, kecintaan Rena pada kameranya itu memang sudah bisa dibilang cinta mati. Ke mana-mana ia membawa kamera, kecuali ke toilet. Dan hari ketiga sekolahnya ini pun, ia tetap membawanya tanpa perduli apa yang dikatakan para senior padanya.
Sebelumnya, Rena juga sudah meminta izin kepada guru serta kepala sekolah untuk membawa kamera ke sekolah, asalkan, tidak mengganggu pelajaran serta nilai-nilainya di sekolah.
Mungkin rasa sukanya pada anak laki-laki yang berasal dari grup Pulau Sumatera itu juga udah akut. Buktinya, Rena rela mengikuti cowok itu kemana-mana. Rena juga mengambil foto cowok itu dari jauh.
Dan Rena belum mengetahui siapa namanya.
Apa lagi, Rena suka banget sama cowok yang punya jari lentik dan panjang kayak cowok itu. Alasannya karena jarinya mungil-mungil, pokoknya nggak banget deh. Nggak enak dipandang. Cowok itu juga memiliki hidung yang mancung, tidak seperti hidungnya. Dan juga ia terlihat ramah kepada siapa pun, dan Rena bisa menebak bahwa cowok itu merupakan cowok yang pintar. Bisa jadi, lebih pintar dari pada dirinya.
"Itu siapa?"
Rena buru-buru menutup laptopnya setelah mendengar suara yang mirip dengan suaranya, "Bukan siapa-siapa." ucap Rena.
Kyna, saudara kembar identik Rena itu pun tidak percaya. Ia segera menyambar laptop adiknya dengan paksa, lalu melihat apa yang disembunyikan olehnya. Di sana terdapat banyak foto seorang laki-laki. Dan semuanya adalah orang yang sama.
"Ini siapa? Lumayan, ganteng terus lucu juga. Lo nih ya, baru sehari masuk SMA. Udah gatel aja," cibir Kyna kepada saudara kembarnya itu.
"Gatel? Gatelan mana sih, sama lo yang suka cari perhatian sama kakak senior? Kayak dulu, waktu masuk SMP." cibir Rena tidak mau kalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MGS [4] Photograph
Teen FictionPindah ke Dreame, link in bio. "Apa lo pernah berpikir, tentang apa arti cinta itu sendiri sebenarnya?" "Cinta itu memang gak bisa dipaksakan, tapi cinta itu pantas untuk di hargai." "Kalau memang pada akhirnya kita akan di persatukan kembali," "Cin...