Assalamu'laikum teman-teman.
Kali ini aku membawa genre romance.
Jadi beberapa waktu lalu aku ikut pelatihan menulis romance.
Salah satu tugasnya adalah bikin cerita romance.
Ternyata cerita romance yang ada di pikiran aku beda dengan yang aku dapat saat pelatihan.
Ini hal baru buat aku.
Cerita romance itu bisa dipastikan happy ending.
Jadi sudah bisa ketebak, kan, akhir ceritanya seperti apa.
Yang bikin seru adalah konflik antara dua karakter di cerita ini.
Marahan, baikan, marahan , baikan, marahan , baikan.
Hi hi hi.
Ini cerita ringan yang mengalir nggak perlu pake mikir.
Tidak akan ada kisah njelimet.
Hanya kisah dua manusia yang akhirnya menemukan cinta.
Mudah-mudahan suka dengan novel romance perdanaku. :D
Enjoy
-viveramia-
Seharusnya setiap pengantin baru merasakan kebahagiaan saat bersama pasangan.
Seharusnya dunia milik mereka berdua.
Tapi tidak berlaku untuk Tari dan Bian ....
.
"Apa ini?" tanya Tari seraya menatap lembaran kertas di meja.
"Kesepakatan pernikahan," jawab Bian datar.
"Kesepakatan pernikahan? Maksudnya?" tanya Tari tidak mengerti.
"Kesepakatan pernikahan selama kita menikah."
Alis Tari bertaut. "Aku masih belum mengerti."
Bian menarik napas panjang. "Kita menikah karena menuruti kemauan orangtua, bukan cinta. Kamu tidak berencana untuk menikah selamanya, kan?"
Tari tertegun. Tentu saja dia berencana menikah untuk selamanya. Dia memang menikah karena dijodohkan oleh Pakde dan Bude, tapi dia berniat menjalani sepenuh hati. Baginya menikah itu ibadah, bukan perkara main-main. Apalagi hanya untuk sementara.
"Maksud kamu, kita menikah hanya sementara, lalu pisah?"
Bian mengangguk.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
240 Hari Menunggu Cinta
SpiritualeBagiku, perempuan itu harus kuat. Dia harus bisa berdiri di atas kakinya sendiri. Bagiku, perempuan itu harus mandiri finansial. Dia harus bekerja untuk bisa menghidupi dirinya sendiri. Bagiku, perempuan itu harus tegas. Dia harus bisa berkata tidak...