3

125 11 2
                                    


          Seorang lelaki bermata tajam sedang memainkan jarinya. Lelaki itu sedang menggulir ibu jarinya di layar ponsel sambil mendengus pelan. Eh lucu banget setidaknya itulah kata yang sering keluar dari mulut lelaki itu sedari tadi. Ia mulai penasaran kepada gadis yang menabraknya di koridor sekolah. Ini siapa?Kayanya seumuran deh kata lelaki itu lirih sambil menaikan satu alisnya. Ia menemukan sebuah foto di akun media sosial Pelangi. Salah satu foto yang menarik perhatian Devan adalah saat Pelangi dan teman lelakinya sedang bergandengan tangan di area perkebunan. Foto itu diunggah saat Pelangi berusia 7 tahun dan masih belum mengenal 'cinta'.

          Entah mengapa baru kali ini Devan menemukan sesosok manusia yang sangat mencuri apapun yang Devan miliki. Seperti perhatian, keingintahuan, dan tentu saja waktu. Terlalu buruk untuk dijuluki bidadari. Tidak ada julukan yang tepat untuk menggambarkan Pelangi. Oh aku tahu, Sempurna. Itu lah julukan yang tepat untuk mahkluk Tuhan yang satu itu. Ia baru saja memoles tinta hitam pada buku tebal yang covernya terdapat tulisan 'Denta Maha Kata' tak lain isi dari buku itu adalah kumpulan kata-kata indah yang ia rangkai sedemikian rupa. Seperti yang tadi contohnya.

"Mau ngechat Pelangi, ah. Tapi.. kalau ngga dibales gimana" itulah yang sedari tadi ia pikirkan. Contoh lainnya seperti kalau nanti responnya cuek gimana atau kalau cuma di read aja gimana atau mungkin kalau dikira sok kenal atau kecentilan gimana dan kalau-kalau yang lainnya. Dan mungkin bukan Devan saja yang merasakan hal itu. Mungkin seluruh kaum adam juga pernah merasakan posisi itu. Posisi dimana pikiran lah yang lebih berkuasa dari takdir. Jadi untuk para kaum hawa dimohon untuk menajamkan kepekaannya.

**

"La, kantin yuk" ajak Keina saat beberapa detik setelah bel istirahat berdenting

"Lo waktunya traktir gue lo, Na"

"Ih dasar kalo gini aja lo semangat"

          Pelangi dan Keina memang memiliki kesepakatan untuk saling bergilir menraktir makanan. Pelangi setiap tanggal genap, dan Keina setiap tanggal ganjil. Terkadang mereka sering berlagak amnesia untuk menghindari kesepakatan yang mereka buat sendiri.

          Keina sedang memesankan Pelangi semangkuk bakso di kedai Neng Yen di salah satu spot kantin sekolah mereka. Kedai Neng Yen adalah kedai yang menjual beraneka macam makanan favorit Pelangi dan Keina. Pelangi sedang menunggu pesanannya datang di bangku kantin. Ditemani dengan ponsel berbalut case spongebob nya. Tiba-tiba seorang lelaki yang dari kemarin memikirkannya duduk di bangku yang seharusnya itu adalah bangku Keina.

"Hai, Pelangi" Pelangi tidak menggubris sapaan lelaki itu. Ia hanya melihat sekilas dan melanjutkan permainan di ponselnya.

"Pelangi telinganya sakit?" Pelangi melihatnya lagi dan menggeleng pelan. Tentu saja itu adalah pertanyaan bodoh yang pertama kali ia dengar.

"Oh. Yauda jawab dong sapaan aku hehe"

"Harus?" akhirnya Pelangi menjawab. Lelaki itu memutuskan untuk pergi dari hadapan Pelangi, tapi sebelum ia benar-benar pergi. Ia mengatakan sesuatu.

"Suatu saat nanti itu akan menjadi hal wajib kamu. Tunggu aja" Kata lelaki itu sambil memancarkan senyum manisnya. Pelangi tidak mengacuhkan perkataan lelaki itu. Ia hanya memasang raut wajah datar, namun di dalam kepalanya banyak sekali pertanyaan tentang maksud kata-kata itu.

          Devan yang baru saja meninggalkan Pelangi dengan kata-kata manisnya kembali ke kelas dengan hati yang berdebar. Wajah dan senyum yang ia pasang tadi berbalik 180 derajat dengan sekarang. Dengan debaran hatinya yang semakin menjadi-jadi ia pun bertanya pada dirinya sendiri "Am i wrong?"

**

        

          Pelangi menyusuri koridor sekolahnya dengan membawa tas dan telinga yang tersumbat oleh earphone. Ia mendengarkan lagu-lagu indie disaat yang tepat. Disaat hujan mulai membasahi bumi. Disaat petir mulai datang berebutan. Pelangi memutuskan untuk menunggu jemputannya di kursi panjang sekolahnya. Sendirian. Itu lah yang Pelangi suka.

"La" sapa seorang laki-laki yang sudah pasti adalah Devan. Karena mood Pelangi sedang bagus maka ia menjawab dengan senyuman manis miliknya.

"Nah, gitu dong disenyumin"

"Hehe"

"Pelangi ngga pulang?"

"Hujan"

"Katanya suka hujan"

"Hujanku sudah hilang"

"Hujanmu?"

"Kau tahu setiap pelangi selalu membutuhkan hujan bukan?"

"Iya. setiap orang pun tahu, La"

"Nah, sekarang hujanku sudah hilang maka aku bukan seorang pelangi lagi."

"Maksudnya?"

"Cerna sendiri kata-kataku. Aku sudah tidak mau membuang kata-kataku hanya untuk orang yang sulit mengerti" lantas Pelangi pergi meninggalkan Devan.

          Hujanku sudah hilang? Maksudnya? Pikiran Devan mulai memencar kemana-mana. Kalau pelangi adalah dia maka hujannya adalah sejenis dia pula.Yang berarti hujannya Pelangi adalah manusia. Siapa?

**


Maha Devan: Na, Pelangi dulu pernah punya pacar ga?

Keina Artheya: Kenapa emang?

Maha Devan: Gaapa sih, nanya aja.

Keina Artheya: Engga deh kayanya.

Maha Devan: Pernah deket ga sama cowo ?

Keina Artheya: Pernah sih, tapi itu dulu banget.

Maha Devan: SIAPA?!

Keina Artheya: Genta.

Maha Devan: Genta siapa?

*Read*

          Keina sendiri tidak mau membuka rahasia sahabatnya kepada orang lain. Karena sebenarnya Keina sendiri tidak tahu bagaimana wujud Genta. Ia hanya tahu bahwa Genta adalah sahabat Pelangi yang kini sudah hilang.

**

          Toko buku adalah tempat istimewa bagi Pelangi. Ia suka menghabiskan uangnya untuk membeli buku-buku seperti novel, komik, dan majalah gadis. Hari ini Pelangi sedang mencari novel keluaran terbaru di toko buku itu. Kakinya sudah berusaha menjinjit untuk meraih buku yang ada pada sekat bagian atas. Tangan mungil nya sudah berusaha memanjang untuk mendapatkan buku itu. Namun karena tubuh Pelangi memang tidak tinggi jadi tetap saja ia kesusahan untuk mendapatkan buku itu.

          Sebuah tangan milik seorang lelaki tiba-tiba saja membantu gadis itu untuk meraih novel yang ia inginkan.

"Terima kasih, pak.. Eh?" ucapannya terhenti karena yang membantunya meraih buku itu bukanlah seorang bapak-bapak pemilik toko buku, melainkan Devan.

"Iya, Bu hahaha"

"Denta?"

"Baiklah kalau kamu mau memanggilku Denta"

"Eh salah ya?"

"Aku tahu, La. Tapi Denta dan Genta itu berbeda"

"Tahu apa kamu tentang Genta?!" Pelangi mulai emosi karena tiba-tiba lelaki itu mengingatkannya tentang seseorang yang sangat ingin Pelangi lupakan.

"Maaf, La"

"Aku paham apa yang kamu maksud sebagai Hujanmu waktu itu. Aku siap untuk menggantikan Genta. Aku siap untuk menjadi Hujanmu yang baru, La"

"Asalkan kamu mengizinkannya" timpal Devan sebelum sesaat pertama kali ia memegang tangan Pelangi yang sedang membeku di tempat.

Semoga suka! x❤️

Pelangi Dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang