M

409 9 0
                                    

AUTHOR POV

Mata gadis itu masih tertutup, namun mulutnya menyungging maju 5 cm seperti hendak mencium seseorang. Sehingga membuat seseorang di depannya yang sedari tadi sudah bangun dan memperhatikan tingkahnya mengulum bibirnya menahan geli. Namun sepertinya gadis berambut sebahu itu tidak berniat bangun, hingga akhirnya sahabatnya itu memukul pelan mulut gadis tersebut dengan tangan kanannya.

"Ah--"

Rintihnya dengan mengerjapkan mata membiasakan cahaya matahari menyusup masuk ke retinanya.

"Woi! Bangun!"

Tawa sahabatnya yang tertahan cukup lama akhirnya pecah dan membuat gadis itu menarik guling menutupi telinganya.

"Hmm.."

Matanya kembali menutup, sembari merubah posisi tidurnya menghadap rak buku.

"Udah pagi nih!"

"15 menit lagi deh."

"Gak!"

"10 menit."

"Gak!"

"Pelit amat! 5 me--"

"Heh! Udah jam berapa ini? Lo mau kena marah sama si bos?"

Tegurnya ketika ia sudah berdiri, sambil menarik paksa guling yang sedang dipeluknya, lalu memukul paha gadis itu dengan guling yang berhasil direbutnya tadi. Akhirnya tindakan tegas-pun diperlukan hanya untuk membangunkan si putri tidur itu.

"Roly! Apaan sih?!"

Masih dalam posisi tidur, gadis itu mulai mencari kacamatanya yang ia letakkan sembarangan di atas kasur kemarin malam. Perlu waktu 1 menit sebelum akhirnya ia menemukan dan memakainya dengan baik. Saat ia sudah duduk dan melihat jam dinding yang terpasang di sana, sebuah tawa kembali pecah mengalahkan suara kicauan burung.

"Tric.. Tric.. Mimpi apa lo semalam? Sampai bibir lo manyun-manyun gitu."

Ledek Roly sembari menirukan gerakan tidak sadar yang dilakukan Tricia saat tidur tadi.

"Apaan sih lo?!"

"Jangan-jangan lo mim--"

Brak!

Pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok gadis yang memakai astron masak dan membawa spatula di tangan kirinya, menatap mereka berdua secara bergantian. Tatapan matanya membuat kedua gadis yang sedang bercanda tadi memberikan tatapan bingung padanya. Nafas gadis itu tersenggal-senggal, namun ia tetap mencoba berbicara sambil berusaha mengatur nafasnya.

"Kak?"

Tanya Tricia pelan, sebelum kakaknya mengucapkan sepatah kata.

"Si--"

"Si Mar--"

"Maretha--"

"Maretha telepon--"

"Katanya urgent!"

Ucapnya terbata-bata, tetapi sayangnya tidak dibalas dengan kata-kata oleh kedua gadis tersebut. Hanya gerakan cepat keduanya berlari melewati dan menuruni tangga menuju ruang keluarga, tempat di mana telepon rumah terpasang.

"Halo Tha?! Lo kenapa? Lo baik-baik aja kan Tha?"

Tricia membrondong semua pertanyaan yang segera ingin ia dengar jawabannya. Ia takut jika sesuatu terjadi pada sahabatnya yang lain, selain kedua orang yang sekarang mengamatinya harap-harap cemas menanti responnya.

"SAENGIL CHUKAE TRICIAAA!! SARANGHAE!!!"

Teriak suara diujung sana yang memekakkan telinga Tricia, sehingga membuat ia menjauhkan gagang telepon menjauh dari telinga kanannya.

"Gila lo! Telinga gue bisa budeg sebelah!"

"Hahaha... Canda sist. Btw, sorry banget ya, kali ini gue belum bisa ke Korea. Lo tahu sendiri, kalau gue lagi sibuk bantuin kakak gue persiapan mau married tahun ini."

"Iya gak apa, tapi next time lo harus janji ikut main ke Korea."

"Hmm.. Gue pasti usahain."

"Jangan diusahain doang."

"Ya.. Ya.. Gue janji."

"Nah gitu dong!"

"Tric, sorry gue gak bisa lama-lama, gue harus ke kampus. Si doi udah nunggu gue dari tadi."

"Cie.. Cie! Iya deh, hati-hati ya! Gomawo, nado saranghae Via!!"

Ketika sambungan terputus dan Tricia sudah meletakkan kembali gagang telepon di tempat yang benar, ia tidak menemukan Olivia dan Roly. Entah mereka pergi ke mana, tetapi secepat itu mereka meninggalkannya sendiri di sana. Namun Tricia tidak peduli, ia lebih memilih kembali masuk ke dalam kamarnya.

Ting!

Sebuah notifikasi muncul ketika ia sedang memilih pakaian mana yang cocok untuk ia gunakan di hari pertamanya kerja. Di layar telepon yang ia pegang sekarang, terpampang gambar amplop dengan bunga bermekaran di tiap sisi amplop, serta tulisan 'Clik Here! 💕'. Karena penasaran, Tricia segera mengikuti instruksi tersebut dan sebuah e-mail terbuka dari amplop itu. Isinya singkat, namun mampu membuat Tricia melonjak kegirangan dan berteriak bahagia. Berulang-ulang ia membaca kembali isi e-mail itu dan sebuah senyum kembali menghias wajahnya.

Dear Patricia Sarah :
My Tricia, my sunshine

...
...
...

My Cold PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang