Asa "The difference who make us together." Part End.

125 11 5
                                    

Ditulis oleh: egadlestari Izh_sha Anaul_973 finicute488 Aihana_25 Winter_Girl_004


Sesaat setelah Kania pergi, aku meninggalkan Dea dan bergegas menuju rumah, dengan perasaan khawatir akan kondisi ibuku sekarang. Aku mencari angkutan umum untuk mengantarku pulang. Tak butuh waktu lama, aku akhirnya sampai di rumah.

Perlahan aku masuk ke dalam rumah, kulihat pintunya sedikit terbuka. Ruang tamu kosong. Tapi suara tangis menggema di setiap sudut rumah.

Itu suara tangis ibuku.

"Ibu!" Teriakku saat mendapati ibu menangis terduduk di lantai kamarnya.

Aku duduk di samping ibu dan memeluknya.

Aku tak ingin terlihat lemah dengan menangis. Tapi melihat ibu dengan kondisi seperti itu membuat buliran air membasahi pipiku.

Tangis ibu mulai mereda, "Apa yang orang itu inginkan sekarang, Bu?" tanyaku dengan penuh penekanan.

Ibu tak menjawab. Ia diam dengan tatapan penuh kepedihan. Aku membaringkan tubuh ibu di tempat tidur dan membiarkannya istirahat. Aku benci orang itu, yang dengan terpaksa harus kupanggil ayah. Suka mabuk-mabukkan, pulang malam, tak pernah memberi nafkah, suka berjudi, dan suka berlaku kasar. Dan banyak lagi hal yang dilakukannya, yang membuat aku begitu tertekan. Tapi aku menguatkan diri untuk tegar hanya demi ibu.

Selama ini, ibulah yang bekerja menafkahi keluarga kami. Seolah tugasnya sebagai ibu rumah tangga telah diganti menjadi tulang punggung keluarga.

Aku mencintaimu Bu, batinku.

***

Sudah satu minggu aku tidak pergi ke sekolah. Semenjak kejadian itu, kondisi ibu semakin memburuk. Aku ingin merawat ibu, aku tidak memedulikan apa pun sekarang, bagiku ibu adalah segalanya.

"Lin...." Ucap ibu lemah, kemudian terbatuk-batuk.

"Iya, Bu." Aku membantu ibu untuk duduk, menyuruhnya minum agar batuknya mereda.

"Lin, besok kamu sekolah, ya. Ibu udah lumayan baikan kok." Kata ibu mencoba terlihat baik.

"Tapi ibu masih—"

"Ibu baik-baik aja." Ibu memotong ucapanku. Ia menatapku sendu, seulas senyum terukir di wajahnya yang mulai menua itu. Tangannya terulur membelai kepalaku, penuh kelembutan.

"Lin, kamu harus selalu bahagia. Ibu gak mau liat kamu sedih." Lalu ibu memelukku penuh kasih sayang, aku mengangguk menanggapi ucapannya.

***

Hari ini aku pergi ke sekolah setelah satu minggu absen karena memilih menjaga ibu. Dengan berat hati dan rasa khawatir yang masih menyelimuti pikiranku, aku mencoba tetap fokus pada pelajaran. Bel pertanda waktu pulang berbunyi. Murid berhamburan untuk segera pulang ke rumah masing-masing. Sedangkan aku memilih untuk tetap di kelas dengan pikiran yang berkecamuk.

Lagi-lagi aku dipanggil ke ruang administrasi sewaktu jam istirahat. Kali ini dengan batas yang telah ditentukan. Sebelum UAS, itu berarti satu minggu lagi. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Bekerja? Siapa yang menginginkan anak SMA sebagai pegawainya? Meminta bantuan? Ya, Kania. Ini pilihan terakhir. Besok aku akan menceritakan semuanya dan semoga Kania bisa membantu.

***

"Hai, Kania." Sapaku pada Kania.

Tapi Kania hanya memasang wajah datar. "Kenapa?" Balasnya singkat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang