Senja Yang Menghangatkan

253 13 2
                                    

Senja yang menghangat serta hujan yang mengguyur bumi di Senin pagi adalah harapan setiap anak sekolah di seluruh Nusantara yang pagi ini terkabul.

Kakiku melangkah menelusuri koridor menuju kelasku.
Saat aku memasuki kelas bel masuk berbunyi menandakan jam pelajaran pertama akan dimulai. Di hari senin biasannya jam pertama diisi apel pagi. Tapi, karena hujan apel tidak akan dilaksanakan. Jam pertama hari ini kosong.

Aku duduk di bangkuku. Membuka novel yang kuambil dari tas dan mulai membacanya. Tidak terasa sudah satu jam pelaran aku membaca. Kututup buku novel saat bel pergantian jam berbunyi dan tidak lupa menandai bagian yang terakhir kubaca. Lima menit kemudian, guru memasuki kelas. Jam pelajaran kedua dimulai.

“Saya absen dulu, ya,” ujar Bu Lena, guru matematika di Madrasah kami.

“Abinaya Fajar?”
  
“Hadir, Bu.”

“Adam Nurwahid?”

“Ada, Bu.”

“Bintang Claretta?”

“Hadir,” ucapku sambil mengangkat tangan kananku.

Absen terus berlanjut hingga selesai.

“Ada yang merasa namanya belum dipanggil?”

“Saya, Bu.” Aku menoleh ke belakang. Seorang siswi mengangkat tangannya. Posisi duduknya tepat dibelakang bangkuku. Wajahnya terlihat asing olehku.

“Nama kamu siapa?” Bu Lena bertanya.

“Senja Alsava, Bu,” jawab siswi di belakangku.

“Nama kamu tidak ada di daftar absensi. Kamu murid baru?” Siswi itu mengangguk pelan.

“Baiklah perkenalkan dirimu di depan. Agar teman-temanmu bisa mengenalmu.”
 
Siswi yang bernama Senja itu berdiri dan maju ke depan untuk memperkenalkan dirinya.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

“Perkenalkan, nama saya Senja Alsava. Biasa dipanggil Senja. Saya pindahan dari Malang.”

“Baiklah, silahkan kembali ke tempat duduk kamu.”

Siswi itu mengangguk dan berjalan ke tempat duduknya.

Pelajaran matematika pun dimulai.
Aku merasa aneh dengan siswi baru itu. Saat perkenalan di depan tadi, dia sama sekali tidak tersenyum. Ok, itu masalah sepele dan juga bukan urusanku. Aku kembali fokus pada Bu Lena yang sedang menerangkan.

Aku suka saat pelajaran matematika, hingga tidak terasa bel istirahat sudah berbunyi. Bu Lena segera mengakhiri pelajaran hari ini.

Saat Bu Lena keluar dari kelas aku memutuskan untuk berkenalan dengan Senja.

Aku membalikkan tubuhku agar bisa berhadapan dengannya.
“Hai, namaku Bintang.” Kuulurkan tangan kananku sambil memasang senyum di wajah.

“Bintang, kantin kuy,” ajak Hana tiba-tiba. Tanganku yang terulur untuk berjabatan dengan Senja ditariknya hingga keluar kelas.

“Ada apaan sih? Aku ingin berkenalan dengan Senja. Tapi, kau menyeretku begitu saja. Itu tidak sopan tahu?” protesku pada Hana teman sebangkuku. Aku kesal dibuatnya yang seenaknya menarik tanganku keluar kelas.

“Aku cuma tidak mau kau kena kejutekannya dia.”

Aku mengernyit bingung. Jutek?
“Maksudnya?”

“Kau tahu? Tadi sebelum Bu Lena masuk, aku sudah ingin berkenalan dengannya. Tapi apa? Dia malah bilang ‘maaf aku sibuk’ jutek banget ‘kan dia … ngeselin banget,” jelas  Hana panjang kali lebar. Kami sekarang berjalan beriringan menuju kantin.

SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang