Entah mengapa malam ini langit terasa indah. Ditemani secangkir coklat hangat yang baru saja Rara buat didapur tadi, Rara mengerjakan tugas yang tak ada hentinya menghujani hari-harinya. Tangannya menulis jawaban demi jawaban dengan lihai di buku tulis sambil sesekali bersenandung ria mengikuti alunan musik yang sedari tadi disetelnya lewat handphone.
Tiba-tiba alunan musik berhenti dan menampilkan layar panggilan yang disana tertera nama "Adam". Dengan cekatan, tangan Rara langsung mengangkat telpon dari lelaki yang selalu dipujanya belakangan ini.
"Halo, Dam? Tumben banget lo nelpon malem-malem gini," tanyanya langsung ketika sambungan telpon diangkatnya. "Iya nih, Ra. Hehe, tugas fisika lo udah selesai belum, Ra?" Rara mendengus ketika mendengar apa yang baru saja dikatakan Adam. selalu aja. Pikir Rara.
Ya, Adam. Laki-laki tampan yang menjadi incaran hati Rara dari sejak Ia menjalani MPLS disekolahnya pada kelas 10. Namun, sikapnya tak setampan parasnya. Adam yang memang satu kelas dengan Rara selalu memanfaatkan jawaban-jawaban dari segala tugas yang Rara kerjakan. Entahlah apa yang membuat Rara selalu memberikan Jawaban itu pada Adam. Padahal, dulu saat SMP Rara sangat anti memberikan jawaban apalagi contekan pada siapapun. Namun, kali ini sepertinya berbeda, karena menyangkut hati, mungkin? Mungkin.
"Oh, iya nih, Dam dikit lagi sih. Kenapa? Mau liat jawaban kan lo, haha" tuduh Rara yang sayang sekali sangat tepat dan membuat lelaki di seberang sana berkata, "Yaampun Ra, lo peka banget sih, seneng gue jadinya." Jawab Adam dengan suara yang dibuat seterharu mungkin.
"Yaelah udah apal banget gue, Dam, sama lo." Ungkap Rara
"Ciee... udah apal banget nih, jadi ceritanyaa, haha." Jawaban Adam barusan berhasil membuat pipi Rara bersemu merah. Untung tuh anak gak lagi ngeliat muka gue. Syukur Rara dalam hati. "Apaan sih, lo. Gak gue kasih jawaban, nih." Jawab Rara dengan sedikit ancaman.
"Eh.. Eh.. iya iyaa maaf Rara, cantiiikk." Mendengar gombalan-yang sebenarnya tak bisa disebut gombalan juga- dari Adam membuat pipinya kembali bersemu merah. Kurang ajar nih anak. Rutuk Rara dalam hati pada Adam karena selalu saja membuat pipinya bersemu.
"Iya, iyaa. Udah ah tutup dulu ni telpon, gue mau lanjut ngerjain. Bye!" Tanpa menunggu ucapan selanjutnya dari Adam, Ia langsung mematikan telpon sepihak. Ia takut jika terlalu lama berbicara pada cowok itu membuat pipinya terus bersemu serta jantungnya yang bahkan berdetak lebih cepat dari seharusnya.
•••
"Bu, Aku berangkat, ya!" Teriak Rara sambil memasang tali sepatu dengan terburu-buru, karena pagi ini sepertinya Dia akan terlambat jika tidak melakukan aksi buru-burunya. Semalam, Ia mengerjakan tugas fisikanya hingga larut malam, dilanjut dengan memotret jawabannya sendiri untuk dikirimkan pada Adam. Lelaki pujaannya.
"Ra, tunggu ini bekalnya ." Teriak ibu Rara juga, sambil berlari dari dapur menghampiri anak gadisnya yang sedang sibuk menstater motor maticnya.
Setelah sampai dihadapan Rara, ibunya langsung menghadiahi omelan yang menurut Rara sangat tidak tepat jika harus dilakukan sekarang. "Makanya kamu itu bangunnya yang pagi, dong! Anak gadis kok bangunnya siang, bukannya bantuin ibu bersih-bersih ma-" Ucapan ibu Rara terhenti karena Rara dengan cekatan malah menempelkan jari telunjuknya tepat didepan bibir ibunya. "Ssstttt ibu.... stop. Marah-marahnya ditunda dulu aja, ya, sampe nanti sore. Aku udah mau telat ini, Bu" Pinta Rara dengan wajah memelas andalannya. "Iya udah, sana berangkat. Salim dulu ini sama tangan Ibu." Rara menurutinya dan langsung tancap gas menuju sekolah tercinta.
Begitu sampai disekolah, Ia melihat gerbang sekolahnya masih terbuka lebar. Ada apaan, nih. Gak biasanya. Heran Rara dalam hati.
Selesai memarkirkan motornya, Ia segera memasuki kelasnya di XI IPA 1 dan langsung menduduki bangkunya tepat disebelah sahabatnya. Nisa. Si gadis mungil yang cantik dan sudah menjadi sahabatnya sejak memasuki SMA ini. Mereka sangat akrab, bahkan terlihat seperti sahabat yang sudah bertahun-tahun lamanya.
"Nisaa!!!" Teriak Rara tepat disamping telinga Nisa yang sedang membaca novel dengan judul 'Catching Fire'. Rara heran pada Nisa, Dia bisa membaca novel setebal 400 halaman dalam satu hari. Namun, untuk membaca buku pelajaran, baru melihat covernya saja Ia sudah ingin merebahkan diri dikasur.
"Apaan, sih Ra! Lo tuh bikin kuping gue pengang tau gak!" Rara hanya cengengesan mendengar omelan dari sahabatnya itu. Namun, tiba-tiba saja, Gaga si ketua kelas berteriak nyaring didepan kelas "Woi!! Gaada guru, woi sampai istirahat! Asiikk! Geng! Mari kita push rank bersamaa!" teriakannya disambut baik oleh para anak lelaki yang lain. Entah permainan apa yang mereka mainkan, yang pasti disana ada Adam juga. Sedang bercanda bersama teman-temannya sambil sesekali tertawa. Dan itu sangat membuat hati Rara menghangat. Yaampun Dam, kenapa gue bisa suka sama lo si!. Nisa yang melihat Rara tersenyum sendiri sambil memandang pemandangan wajah Adam, langsung tersenyum jahil.
"Ya ampun, Ra. Jangan diliatin terus dong Adamnya," Semua mata langsung menoleh kearah Nisa dan selanjutnya menoleh kearahnya dengan tatapan jahil. Ya, semua menoleh. Tak terkecuali Adam. bagaimana tidak! Nisa baru saja melakukannya sambil bersuara lantang. Nisa langsung dihadiahi pukulan maut oleh Rara sambil memelototkan matanya.
"Awas ya lo, Nis," Ucap Rara dengan suara pelan dan Nisa hanya tertawa menanggapi hal itu.
•••
![](https://img.wattpad.com/cover/147353601-288-k475752.jpg)
YOU ARE READING
YOU
Teen Fiction"saat aku berjuang mengejar dirimu, namun kamu malah sibuk. Ya, sibuk. Sibuk mengejar dirinya."