Merantau itu ternyata memberikan berjuta rasa.Seperti kau memvariasikan menu makan siangmu setiap harinya. Kau akan mengenali berbagai rasa dalam hidupmu.Begitu pula aku, yang hidup merantau bersama orang yang baru saja aku kenal. Takut? Pasti di awal, takut aku tak bisa menjadi teman yang baik, tak hanya dalam perjalanan kami ke tempat perantauan, tapi juga perjalanan kami dalam mengarungi samudra kehidupan yang menjadikan kita ibarat pengembara.
Namun ketakutan demi ketakutan itu sirna, tatkala diiringi dengan kebaikan darinya secara perlahan-lahan.
Namun, ada hal lain yang membuatku lebih takut dari apapun di dunia ini. Yaitu saat aku melihat dua garis merah yang hadir di tes pack yang kami beli atas saran ibuku,saat aku menelpon beliau dan menceritakan bahwa aku telat mengalami period selama 2 bulan belakangan.
Aku terkejut, agak sedikit shock. Bagaimana kalau hasil tes itu memang benar.
“Bang, gimana ya kalau Ria hamil? “tanyaku suatu ketika pada si dia.
Si dia nyengir hampir tertawa, “ya memangnya kenapa kalau hamil, kan ada suaminya? “
Ah, kenapa pula aku tanyakan pertanyaan bodoh itu ya? Tapi aku belum bisa menaruh seluruh hidupku padanya. Karena aku belum begitu mengenalinya. Belum lagi, kami ini di perantauan, jauh dari orangtua yang akan membimbing kami saat kami menemui hal-hal baru dalam hidup kami.
Aku masih saja ragu, akankah ia memperlakukanku dengan baik saat aku tubuhkunmulai didiami makhluk kecil? Bagaimana nasib diriku yang tak kenal siapapun disini.
Namun terkadang aku menepis semuanya, dengan berharap hanya pada Allah, Allahlah yang telah mengantarkannya kepadaku, tentu saja Allahlah yang akan melembutkan hatinya.
Takut itu mulai menyerangku setiap hari. Rasa was-was dan cemas mulai melanda. Aku berharap andai saja aku tak hamil dulu. Andai saja aku hamil saat kami pulang kampung dan lain sebagainya menurut egoku. Aku mulai menyesal, mengapa harus hamil secepat ini.
Aku mulai dilanda morning sick. Setiap pagi, aku tak bisa menggerakkan bukan hanya tubuhku, bahkan matakupun tak sanggup ku buka setiap paginya. Seperti ada berton-ton benda yang telah menimpa tubuhku.
Aku merasa ada yang lain dengan diriku. Kenapa aku jadi gampang sakit kepala, mual dan selalu muntah-muntah. Hal ini sungguh mengangguku, mengingat waktu itu aku mulai memiliki kegiatan baru sebagai pendatang di ibukota.
Bagiku, kedatangan makhluk kecil ini sungguh mengangguku. Aku bahkan tak bisa bebas seperti dulu. Setiap. Keluar rumah dengan sepeda motor,pulangnya aku pasti mendapati flek,hingga bidan menyarankan aku untuk istirahat saja dan mengonsunsi obat penguat kandungan.
Aku mulai bertambah resah, tatkala hampir semua makanan baunya tercium tak sedap dipenciumanku. Hanya roti, buah-buahan dan masakan Aceh saja yang enak di hidungku. Entahlah, barangkali aku sedang homesick, sehingga aku mulai merindukan masakan Aceh.
Namun sayangnya, jangankan untuk memasak, mencium aroma bahan masakan saja aku tak sanggup. Bisa-bisa isi perutku yang ku usahakan simpan dengan baik, terkuras semua. Bagaimana nasib giziku pula?
Hingga bulan keempat, akupun memeriksakan diri kedokter kandungan. Dokter memperlihatkan makhluk kecil diperutku yang mulai berputar, seketika aku merasa seperti ada kupu-kupu di dalam perutku.
Aku tak bisa melepas pandang dari foto si mungil yang sedang tumbuh dalam rahimku. Kadang aku bahkan senyum-senyum sendiri. Kadang bahkan aku tertawa. Semua ku lakukan setelah sebelumnya kuhabiskan dengan tangis. Tangis kesal, kenapa dia datang begitu cepat dan membuatku terbebani.
Aku mulai penasaran apa yang sedang terjadi padanya di alam sana. Kegiatannya di dalam sana, aku pantau terus detik demi detik.
Demi memuaskan rasa penasaranku, aku membeli hampir semua buku yang menceritakan tentang tumbuh kembang janin dari waktu ke waktu. Bahkan buku-buku bagaimana mendidik anak dari sejak. Dalam kandunganpun aku lahap semua dan mempraktekkannya semaksimal mungkin.
Apakah ini cinta? Jika iya, aku rasa inilah cinta pertamaku. My fisrt love.
Si dia pun semakin care padaku. Setiap hari, dia mau mencuci piring, karena aku tak sanggup mencium bau bekas makanan pada tumpukan piring kotor,Mencuci dan menjemur pakaian kami, karena aku harus banyak istirahat. Bahkan memasak nasi dan membereskan rumah kami, yang hanya di sekat antara ruang tamu dan satu kamar saja. Saat waktu makan tiba, dia akan mengingatkanku untuk makan, membelikanku berbagai macam lauk untuk menggugah selera makanku. Walaupun jika berhasil tergugah, maka makanan itu nasibnya harus berakhir di kamar mandi juga.
“Bang, lagi ngapain? Sini biar Ria aja yang cuci.” Ujarku suatu hari saat melihatnya mencuci pakaian.
“Udah istirahat aja, nanti malah kenapa-napa kalau ngerjain ini itu”cegahnya pula.
Aku mulai merasa aman dan nyaman bersamanya. Kerinduanku akan ayah dan ibu di saat berat seperti ini mulai tertalangi sedikit tidaknya.
Walaupun dalam hal makanan sama sekali tidak tergantikan. Tak ada yang lebih aku sukai saat itu dari masakan ibuku. Hiks I miss you mom.
Aku terus menghitung hari, kapan kami akan pulang kampung.setiap hari aku memeriksa kalender. Padahal tak akan mempercepat tanggalnya kan ya😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Kehilangan
RomanceCerita yang mengingatkanku, bahwa hidup itu sungguh indah untuk disia-siakan