Sekali Lagi, Dilane

2.6K 503 155
                                    

Kelas masih sepi saat Ridan sampai di kelasnya. Pemuda itu menghela napas, lega mengetahui kalau bel sekolah masih lama bunyinya.

Ridan berjalan menuju bangkunya, sesekali mengangguk saat teman-teman sekelasnya menyapa. Sapaan basa-basi, sih, kayak "pagi Dan!" atau "eh Ridan!". Ridan bingung balasnya, dia cuma ngangguk deh.

"Ridannn~" suara Alya menyapanya dengan riang dari pojok kelas. Gadis yang lagi menggambar alis itu langsung buru-buru mendekati Ridan meski dengan tangan memegang cermin dan alis masih setengah.

"Dan, tadi Dilane minta tolong buat temenin ke toilet sama gue," jelas Alya, duduk di kursinya sambil melanjutkan kegiatan menggambar alis. Ridan melirik ke kursi di samping Alya, sudah ada tas warna cokelat gelap tergeletak di sana. "Tapi berhubung gue cewek dan gue sibuk ngalis, lo aja yang anterin ya?"

Sebenarnya Ridan ingin menolak, tetapi kasihan juga kalau anak baru itu terpaksa nahan pipis sampai pulang sekolah.

"Ya udah," jawab Ridan singkat.

Tak lama berselang, Dilane datang dengan tangan membawa suatu map.

"Eh Alya, ayo anterin gue ke toilet!" serunya dengan cengiran yang khas. "Tadi gue ke ruang wakasek sebentar naro fotokopian."

Alya cemberut lalu menggeleng. "Minta anterin Ridan aja ah, gue sibuk!"

Dilane menoleh ke Ridan yang masih berdiri. "Oh, udah dateng ya," kata Dilane. "Ayo Dan, temenin gue."

Akhirnya, Ridan dan Dilane berjalan beriringan menuju toilet sekolah. Ini bukan hal yang biasa bagi Ridan untuk berjalan di lorong sekolah, karena Ridan biasanya hanya diam di kelas sebelum jam masuk.

"Toiletnya agak jauh ya dari kelas kita?" tanya Dilane setelah sekian lama hening. Ridan hanya mengangguk.

"Lo itu orangnya pendiem, ya?"

Pertanyaan seperti inilah yang tidak akan Ridan respon. Dia hanya lanjut berjalan tanpa menjawab.

"Ridan, nama panjang lo siapa?" tanya Dilane lagi, tanpa gentar. Ridan menghela napas.

"Ridaaaan," jawab Ridan sekenanya.

Iya,dia pendiam tetapi masih punya selera humor. Meski agak anjlok, mana ekspresinya datar aja.

Anehnya, Dilane mendengus sebelum tertawa. Bukan sekedar tawa, tawanya ini agak ngakak.

"Lucu juga lo," tanggap anak baru itu sambil menepuk-nepuk bahu Ridan. Tangannya lebar banget, ditepuk biasa aja agak sakit. Pakai tenaga sih, tepukannya. "Gak nyangka gue, orang kayak lo bisa ngelawak juga."

Ridan diam aja.

Dilane berhenti ketawa lalu ikutan diam.

"Kok lu gak lanjut jalan, Dan?"

"Udah nyampe depan toilet dari tadi."

.

.

Theo bosen banget di kelas.

Baterai hapenya habis, lupa di-charge gegara kemarin keasikan ranked ML sama naikin rank SuperStar JYP. Iya Theo main gituan, soalnya dia cuma tau 2PM. Put your hands up sampai matilah pokoknya.

Sekarang hapenya lagi damai diisi ulang baterainya di belakang kelas. Hapenya damai, pemiliknya enggak.

"Jekaaa." Theo menendang-nendang kursi pemuda yang duduk di depannya. "Jekaa, liat Ridan gak?"

Ngomong-ngomong Jeka di sini bukanlah wapres. Jeka itu teman sekelasnya Theo yang anak OSIS merangkap ketua futsal dan duduk pas di depannya. Hal penting lainnya, Jeka itu singkatan dari Jove Kaisar.

Vroom VroomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang