PROLOGUE

25 2 0
                                    

Aku tak pernah berpikir jika seseorang yang pernah ku temui di masa lalu kembali menyapaku saat ini. Setahuku, ini hanyalah sebuah kebetulan. Aku yang hampir kehilangan harapan, dan ia datang untuk membantuku kembali berdiri dan menata harapan-harapan baru.

Sejujurnya, apa yang ku rasakan?

Mana mungkin aku bisa terjatuh dalam pesonanya? Memang benar bahwa dalam kisahku sebelumnya, akulah yang ditinggalkan. Tapi ia, tak ada mendung ataupun badai besar, tiba-tiba datang ke hadapanku dan menggenggam jemariku erat. Sangat erat, seperti menegaskan bahwa aku hanya miliknya.

"Bisakah kau berhenti menulis puisi semacam itu dan hanya terpaku menatap ke arahku saja?"

Kalian tahu apa jawabanku? Aku hanya diam membisu.

Pertanyaan yang ia ajukan bahkan terlalu tiba-tiba. Padahal aku baru saja mengingat sedikit demi sedikit fragmen ingatanku yang belum seutuhnya kembali. Dan aku, secara tidak langsung diminta untuk berpikir dua kali lebih keras.

"Setidaknya kau harus tahu, aku memang datang terlambat. Tapi aku berharap, rasa ini tak pernah terlambat untuk tiba kepadamu. Hanya itu keinginanku." Ia melipat lengan bajunya hingga sebatas siku dan membenarkan letak duduknya yang bersandar. "Dan kau harus bertanggung jawab." Ujarnya dengan tenang. Aku hanya memandangnya tak mengerti.

"Maksudmu? Bertanggung jawab untuk apa?"

"Kau harus bertanggung jawab karena aku berhasil mencintaimu." Wajahnya sempurna menatap ke arahku, setelah sebelumnya hanya memandang fokus pada gedung-gedung pencakar langit yang ada di seberang. "Rooftop ini akan menjadi saksi bahwa aku hanya akan memandang, tertuju dan terfokus ke arahmu saja."

"Kau mengatakannya seolah kau akan melakukannya dengan baik." Sahutku sambil membalas tatapan wajahnya yang masih menatap ke arahku.

"Hei, kau belum mengenalku sepenuhnya. Tanya pada kakakmu kalau aku ini adalah pria yang memegang janjinya seolah membawa dua nyawa dalam satu tubuh." Ia menegakkan tubuhnya dan menenggak habis sekaleng cola dingin yang tadi sempat ku bawa. "Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menjaga dan merealisasikannya. Camkan itu."

Aku jatuh cinta padanya? Bisa ya, bisa tidak. Setahuku melupakan seseorang yang berarti lebih sulit daripada kembali menjatuhkan hati. Dan aku sedang mencoba menata hati, serta menjatuhkan hati. Bukankah kedengarannya mudah untuk dilakukan? Bagi kalian yang hanya mengerti bahwa cinta hanya sebatas perkenalan dan pertukaran identitas serta mengungkapkan rasa, kalian salah.

Kisahku memang terdengar universal dan klasik. Bahkan mungkin sama dengan dongeng-dongeng pengantar tidur yang selalu dibaca berulang-ulang. Dan di setiap episodenya, tak ada emosi dari si pembaca, sama sekali.

Ia datang ke hadapanku, dan aku sedang mencoba menatap ke arahnya saja. Sekali lagi, ini adalah tugas yang rumit. Hati bukanlah sebuah boneka yang robek di salah satu bagiannya dan kemudian dapat kau jahit agar kembali utuh. Sekali saja hati terjatuh, efeknya benar-benar dahsyat. Patah, dan belum tentu bisa disatukan lagi dengan mudah. Kalaupun bisa, hal itu akan membutuhkan waktu yang lama.

Episode di setiap fragmen kehidupanku baru saja dibuka, bersama dengan orang-orang yang berarti. Sekaligus ia yang berkali-kali mengatakan akan mencintaiku dan terus memintaku untuk melihat ke arahnya saja.

Aku tak ingin bermaksud melankolis. Hanya itu saja yang dapat ku rasakan.

***

THE WAY WE FALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang