Bagian tanpa judul 2

55 0 0
                                    


BAGIAN 1: UPDATE STATUS

1. Mempersonifikasi Sunyi

Sinar rembulan menciptakan ketentraman dalam jiwa. Angin yang sejuk terus membelai dengan mesra patera-patera cinta. Semua diam tak ada yang berkata. Tak ada yang bergerak tak ada yang bersuara. Tak ada yang melagu tak ada yang bicara. Kecuali hanya suara goresan pena yang bernari-nari dengan irama yang memesona. Malam itu, tepatnya di malam Sabtu, aku masih sibuk mengetik naskah novelku. Aku terus berkutat tak berkutik sedikitpun di hadapan laptopku. Aku terus melanjutkan pengetikan sampai larut malam. Karena aku sudah istirahat selama 2 minggu lebih lantaran pikiran yang buntu belum menemukan inspirasi yang cocok untuk melanjutkan pengetikan.

Sebenarnya sudah lama aku menyelesaikan penulisan novel. Tepatnya 3 tahun yang lalu, pada akhir tahun 2013. Saat itu aku masih duduk di kelas 2 'Ulya (2 Aliyah). Selain novel, aku juga sudah mengumpulkan beberapa buku puisi. Namun, buku-buku itu hanya tersimpan di dalam lemari jika tidak dibaca oleh kawan-kawanku. Memang ada sih, beberapa puisi yang sudah aku publikasikan di beberapa medsos.

Sejak dulu, harapanku adalah menjadi seorang penyair dan novelis. Aku selalu mengharap-harap agar bukuku lekas terbit. Namun apa daya, pada saat itu aku belum memiliki alat ketik sendiri. Maka karya-karyaku hanya sebatas kalangan pribadi dan lokal.

Alhamdulillah, sekitar bulan April atau tidak Mei 2017, 2 bulanan sebelum puasa Ramadhan, tanpa disangka-sangka aku diberi laptop oleh kawan ayahku. Hatikupun gembira dan sangat riang. Dengan adanya alat ketik sendiri, maka aku bisa lebih giat lagi dalam belajar, lebih mudah mengerjakan tugas kuliah, dan bisa mengetik novel.

Aku baru mulai mengetik novel sehabis lebaran. Aku terus berusaha dan terus berjuang untuk segera menyelesaikan novel agar segera terbit, lalu harapan-harapan dan cita-citaku bisa tercapai. Aku tidak kenal lelah melihat halaman yang melebihi maksimal itu. Aku terus berusaha menyelesaikan pengetikan.

Setiap seseorang yang ingin menggapai cita-cita luhur pasti akan mengalami berbagai macam rintangan dalam perjalanannya. Setiap orang yang memiliki niat dan tujuan baik pasti ada halangan yang menghentikannya. Begitu juga denganku. Pada malam Sabtu itu aku masih mengetik sampai dini hari di kamar A 5. Sekitar jam 2 dini hari aku baru tertidur.

Paginya aku memberesi laptop, buku, dan kamarku. Kemudian laptopnya aku simpan di kantor pesantren seperti biasanya. Lalu aku mengahadiri undangan walimah di daerah Salatiga. Aku tidak akan menceritakan bagaimana kronologinya dengan persis di sini. Karena aku bukanlah detektif Conan yang pandai menjelaskan kejadian tindak kriminal. Aku pula bukanlah detektif cinta yang mampu menebak perasaan orang lain. Aku hanya manusia biasa yang memiliki kekurangan dan merasakan kesedihan jika masalah datang.

Jiwaku rapuh, semangatku melepuh, nyaliku runtuh, hatiku hancur, harapanku luntur, cita-citaku meleleh terbakar duka dan lara ketika aku kehilangan laptop pada malam Seninnya. Sejak Sabtu pagi sampai Ahad sore aku belum sempat masuk ke kantor pesantren. Aku baru masuk ke kantor malam Seninnya sekitar jam 9. Tetapi laptopku sudah hilang. Tidak usah tahu bagaimana bisa hilang dan kapan hilangnya. Bukan laptopnya yang aku permasalahkan. Yang harus kau tahu adalah harapanku yang ikut hilang bersamanya.

Berbagai pikiran negatif bermunculan di kepalaku. Sambil berjalan lemas, dengan jiwa yang sangat rapuh, aku naik ke ngedak pesantren. Di sana aku duduk termenung, merenungi nasib yang sangat malang. Akupun hampir menangis tetapi tak ada air mata sebulirpun yang dapat menetes. Aku bukan menangis karena kehilangan laptopku. Tapi aku menangis karena kehilangan harapanku.

Hatiku semakin getir saat teringat sahabat-sahabatku, kedua kakek-nenekku yang telah bersemayam dengan tenang, teringat saudara-saudaraku di Pemalang. Aku merindukan mereka. Aku memiliki harapan besar kepada mereka. Aku menulis novel hanya untuk membahagiakan mereka. Tetapi, kini aku tidak punya harapan lagi untuk bisa membahagiakan mereka. Lalu aku bangkit. Mencoba untuk terus bersabar, tabah, dan tegar. Kemudian aku berdiri menyandarkan tangan di pagar. Aku merenungi indahnya alam dengan sabit rembulan yang memancar. Menatap cahaya rembulan, menghitung bintang-bintang meskipun aku tidak bisa, menikmati angin yang berhembus perlahan, lalu bersatu dengan kesunyian.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 07, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AKU DAN SUNYIWhere stories live. Discover now