Prolog

122 17 4
                                    

Hujan mulai menetes hari ini bersama angin dingin yang kencang, angin itu membawa air hujan mengikuti kemana arahnya. Ia melirik ke arah jendela, lalu ia mengalihkan penglihatannya dan melirik jam dinding besar yang berada di lobby kantornya
menunjukkan jam 5 lewat 13 menit. Seharusnya ia sudah pulang 1 jam 13 menit yang lalu, namun hujan seolah tidak merestuinya.

"Saya berjanji, orang kedua yang akan saya temui setelah keluarga saya adalah kamu. Dan setelah itu saya akan melamar kamu, lalu kita akan menikah setelah saya mendapatkan pekerjaan yang tetap." Lagi dan lagi suara laki-laki itu terngiang di pikiran wanita berumur 25 tahun. Laki-laki yang tidak menepati janjinya dari 9 tahun yang lalu, bukankah dia pantas di sebut penipu kelas kakap? Memikirkan hal ini membuat perempuan itu tertawa miris, betapa ia begitu jahat kepadanya.

Perempuan itu mengetukan ujung high heelsnya, mencoba mengalihkan pikiran itu. Ia sungguh membencinya, benar-benar membencinya. Bagaimana tidak setelah membuatnya benar-benar jatuh cinta pada masa SMA, ia meninggalkan perempuan itu dengan mengucapkan pamit ingin melanjutkan kuliahnya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang pada saat itu perempuan itu masih berada di kelas 2 SMA.

Pada saat itu, sudah satu tahun laki-laki itu pergi tapi tidak pernah memberi satu surat pun kepada perempuan itu. Ia sudah mencari ke rumah keluarganya , justru yang ia dapatkan hanyalah rumah kosong dengan tulisan 'RUMAH INI DIJUAL'.

Begitu perempuan itu mendapat surat kelulusan dari sekolah, ia langsung pergi ke Yogyakarta. Ia mencoba mencari alamat yang diberikan oleh laki-laki itu sebelum ia pergi, namun yang ia dapat lagi dan lagi hanyalah rumah kosong. Ia juga mencoba mencari laki-laki itu ke Universitas Gadjah Mada namun tetap saja tidak ada hasil, tidak ada yang mengenal nama laki-laki tersebut.

"Come on, gak usah inget kejadian itu lagi. Gue udah bisa hidup sendiri tanpa pria brengsek itu." Perempuan itu berusaha meyakinkan dirinya bahwa dirinya baik-baik saja. Ia melihat ke arah jendela, lagi. Hujan sudah mulai reda, ia pun segera bergegas untuk pulang.

Perempuan itu berlari menghindari rintik hujan, rambut berwarna hitam pekatnya bergoyang mengikuti gontai kakinya.

"Davira Laquitta Noushafarina, akhirnya saya menemukan kamu." Seorang laki-laki memandang perempuan itu, sambil tersenyum dan dengan mata yang berbinar.

GATHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang