DESEMBER

7 0 0
                                    

Apa kau tidak merasakan malam ini aku begitu merindukanmu? Dengan kepulan asap ditanganku dan segelas kopi di hadapanku, aku menghantarkan tulisan kangen ini. Meski kau tidak menyukai bau kepulan ini, aku tetap memaksakan. Agar kau ingat padaku, ingat akan tiap pelukan yang kita lalui. Dan pesan singkat yang kau kirimkan sebagai tanda kepergianmu.

Meski sudah setahun berlalu. Namun, rasa sakit itu masih membekas. Setelah begitu dahsatnya diterjang badai Gunung Lawu. Kubaca pesan singkatmu. Kau pergi. Tapi bukan untuk mati. Hanya pindah kelain hati. Kejam? Ya. Untuk hatiku yang sudah menetapkanmu sebagai rumah pulangku. Sebagai barista penyeduh kopiku.

Untuk apa sekarang dikata. Kau sudah bersamanya. Aku seperti punuk meridukan bulan. Merindukan cantikmu tetap di sisiku. Tetap berada dalam jangkau pelukku. Tetap ada saat rindu ini membuncah. Mengobati dengan kecup basah.

Ah, purnama, masihkah kau ingat tiap peluk dan cium di bawah sinarnya.

Sungguh malam ini aku rindu.

Cerita Aku dan Kopi InstankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang