Chayra Fayyola Nadhifa. Gadis delapan belas tahun yang baru saja mencium aroma ijazah SMA ini, terpaksa tidak melanjutkan kuliah di Indonesia karena menuruti permintaan Papa untuk studi ke Jepang. Mungkin bagi sebagian orang kuliah ke luar negeri adalah kesempatan emas, tapi tidak bagi Chayra. Dia benar-benar tidak suka berpisah dari Papa dan Mama.
Papa menatap mata Chayra lembut. "Kamu harus belajar mandiri, Caca! Di negeri orang, kamu akan semakin mengerti banyak hal. Percaya sama Papa!" Caca adalah panggilan sayang Papa untuk Chayra.
Chayra selama hidupnya tidak pernah melawan Papa apalagi Mama. Dia sangat menghormati dan menyayangi mereka. Karena itu sebesar apapun ketidakinginannya berangkat ke Jepang, dia tetap terbang ke negeri sakura itu meskipun setengah hati.
Enam bulan sudah Chayra bolak-balik gedung kuliah Gifu University. Dia sudah beradaptasi dan dapat berbicara agak lancar menggunakan bahasa setempat. Hatinya dulu yang setengah-setengah mulai dia perbaiki, terlepas dari Papa yang seringkali mengingatkannya untuk sungguh-sungguh mencari ilmu. Dia juga menyadari banyak sekali mahasiswa Indonesia yang untuk mewujudkan cita-cita mereka kuliah ke Jepang, mereka harus bersaing dengan ribuan orang agar mendapat beasiswa. Sementara Chayra sungguh beruntung karena Papa yang menanggung semua biaya kuliahnya. Dia mulai belajar bersyukur dan menjalani hari-harinya dengan hati yang lapang.
Chayra keluar dari apartemennya yang berada di lantai tiga sebuah bangunan berbentuk persegi panjang. Dia menengok ke pintu tetangga kamarnya yang terdengar bunyi akan terbuka. Dia tahu penghuni sebelah kamarnya adalah laki-laki yang tampak sebaya dengannya. Karena terkadang mereka kebetulan membuka pintu bersamaan dan saling menatap sebentar, tanpa senyum.
***
Kouta mengipas-ngipas tubuhnya yang kepanasan. Musim panas kali ini benar-benar menyiksanya, air di kamar mandinya menipis dan AC-nya juga rusak. Lengkap. Dia berpikir untuk menumpang mandi di tetangga sebelah.
Setelah membuka pintu kamarnya. Kouta yang hanya mengenakan celana pendek selutut dan kaos, terkejut melihat gadis berkerudung hijau muda berdiri di hadapannya. Dia tahu gadis itu adalah tetangganya.
"Kamu gadis yang tinggal di sebelah, kan?" Kouta bertanya basa-basi.
"I-ya." Chayra menjawab gagap, karena merasa tertangkap basah menatap ke pintu kamar Kouta.
"Aku benar-benar kehabisan air. Apa boleh mandi di tempatmu?"
Tidak boleh. Chayra ingin menjawab begitu, tapi melihat peluh di dahi Kouta, dia menjadi kasihan. "Silahkan! Tapi jangan gunakan air terlalu banyak, kamu tahu saluran air di apartemen ini sedang bermasalah. Mungkin akan normal besok pagi."
Chayra mengurungkan niatnya ke minimarket. Dia kembali memasuki apartemennya dan Kouta mengikuti dari belakang. Chayra menggigit bibir ketika Kouta memasuki kamar mandinya. Kepalanya berpikir kesana kemari, bagaimana mungkin dia membiarkan laki-laki masuk ke apartemennya? Dia sedikit takut akan terjadi sesuatu. Bagaimana kalau laki-laki itu punya niat jahat? Batinnya agak cemas.
Sekitar dua puluh menit, Kouta sudah selesai mandi. Dia keluar hanya menggunakan handuk yang dililit di pinggang dan menutup sampai lututnya. Chayra spontan menutup mata ketika melihat pemandangan itu. Tanpa babibu Chayra segera membukakan pintu tanpa melihat Kouta.
Kouta melangkah keluar, tapi sebelum pintu benar-benar Chayra tutup, Kouta menghalangi pintu itu dengan tangannya dan menyisakan pintu yang terbuka sedikit.
"Namamu siapa?"
"Chayra."
"Chay...ya." Kouta mengeja nama Chayra.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHAYRA √
Historia Corta[CERPEN-HANYA 1 PART] Bagaimana perasaanmu ketika kamu ingin tetap tinggal tapi tidak bisa? Kamu dipaksa pergi untuk bertemu orang-orang di lingkungan yang asing. Itulah yang dialami Chayra Fayyola Nadhifa, dia harus menuruti permintaan Papanya untu...