Sebuah Lagu

13 1 0
                                    

Loving can hurt

Loving can hurt sometimes

But it’s the only thing, that i know

And when it  gets hard, you know it can get hard sometimes

Suara berat khas lelaki berumur 25 tahun melantunkan sebuah lagu yang kini mengisi penuh pendengaranku. Aku terenyuh ketika kembali mendengar suaranya ditambah suasana hujan di penghujung tahun yang semakin membuatku terperangkap dalam pikiran masa lalu.

“Sudah lama...” pikirku.

Ini benar-benar sudah lama sejak aku memutuskan untuk tidak akan pernah lagi mendengar lagu tersebut. Bukannya aku membenci atau tidak menyukainya. Hanya saja kenangan yang tak sengaja terukir dari lagu tersebut membuatku meringis ketika kembali mengingatnya.

Aku tidak tau siapa yang salah. Aku atau dia yang jauh di sana, entahlah. Tapi apakah penting mengetahui siapa yang salah dan yang benar?

Tidak ada yang bisa disalahkan ketika hati ikut bermain di dalamnya.

Aku sudah menduga hubungan diantara kami tidak akan pernah berhasil. Kau pikir mudah untuk mengikat janji dengan dirinya yang jauh di sana. Dia berusaha meyakinkanku untuk tetap bertahan. Tapi maafkan aku. Aku tetap tidak bisa meneruskannya. Kau pikir aku menyerah begitu saja? Nyatanya tidak. Aku menutup mata perlahan dan sekelebatan kenangan kembali menyeruak kepermukaan.

**

“Sudah diperjalanan pulang mas?” aku menyelipkan benda pipih diantara telinga dan pundakku. Sementara tanganku sibuk membenahi tempat tidur yang berserakan dengan buku-buku di atasnya.

“Iya, macet,” ucapnya lesu. Aku terkekeh. Dia selalu mengeluh tentang hal tersebut. Perjalanan menuju rumahnya memakan waktu dua jam jika saja macet tidak menghantui. Tapi ketika macet bisa memakan waktu lebih dari empat jam.

“Jangan menertawakan keadaanku,” aku bisa mendengar suaranya yang lesu dari seberang sana. Pasti dia sudah sangat kelelahan.

“Oke baiklah.” Aku membaringkan tubuh di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar. “Setelah sampai langsung istirahat jangan melakukan apapun, mengerti?”

“Baiklah. Tapi aku akan menelpon ketika sudah sampai di rumah, jangan tidur sebelum ku telpon.” Dia menutup sambungan telpon ketika aku mengiyakan ucapannya.

Handphone-ku berdenting ketika waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. “voice note...” aku mengernyit namun tetap membukanya. Alunan sebuah gitar yang dipetik terdengar sebelum suara yang ku kenal melantunkan bait pertama lagu Photograph dari Ed Shareen. Yang benar saja! dia bisa bernyanyi? Tanyaku dalam hati namun tak ayal senyum terukir di wajahku.

“Bagaimana?” Dia menelponku ketika lagu tersebut berakhir.

“Kau payah!” ledekku namun terselip canda di sana.

Dia terkekeh “sudah ku duga,” sahutnya, “sepertinya aku hanya ahli dalam mensketsa.”

“Yah itu memang benar. Kalau begitu kenapa mas tidak membuat sketsa untukku saja?”

“Aku hanya bisa mensketsa interior ruangan bukan wajah manusia.”

“Ayo cobalah.”

“Jangan memaksa, sugar.”

“Oke baiklah.”

“Kamu marah?”

“Tidak. Untuk apa?”

“Syukurlah. Aku berharap kamu tidak akan pernah marah padaku.”

“Aku tidak bisa menjanjikannya pada orang yang raganya jauh dariku.”

“Oke. Tunggulah aku dipenghujung tahun ini. Aku akan terbang ke kotamu.”

**
Ini sudah hari terakhir di bulan Desember. Semuanya tinggal rencana. Kedatangannya bahkan hanya sebuah janji yang menguap di udara. Dia tidak akan pernah datang ke kotaku. Dia membohongiku, mengkhianatiku. Cairan kristal mengintip di ujung mataku sebelum meluncur bebas menelusuri pipi. Aku hanya bisa pasrah.

“Evan...aku membencimu!” teriakku parau ditengah  lagu yang terus mengalun dengan indahnya. Aku benar-benar kecewa padanya.

If you hurt me

Well that’s okay baby only words bleed

Tidak mudah mempercayakan hati pada mereka yang terpisah jauh dari kita. Jika raga kita terpisah jauh hanya kepercayaan yang dapat mengikat dua hati. Tapi ketika kepercayaan tersebut sudah dinodai, apa yang bisa dipertahankan? Hanya kekecewaan yang didapat dan pada akhirnya perpisahanlah jalan yang harus dipilih.

When i am a way

I will remember how you kissed me

Under the lamppost back on 6th street

Hearing you whisper through the phone

Wait for me to come home

Entah kenapa sebuah lagu dapat mengikat kenangan kita di masa lalu dan kembali menyeruak kepermukaan ketika kita kembali mendengarkannya.

***
9 mei 2018

Percikan KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang