Teror Dentingan Gelas

11 0 0
                                    

Warning: Mengandung konten dewasa. Harap bijak saat membaca.

ε¦з

Jalanan begitu sepi, pukul menunjukkan 02.45 dengan langit malam yang menyelimuti kota Roma, Italia. Seorang wanita dengan dress hitam dihiasi kalung permata pada leher jenjangnya kini melangkahkan kaki memasuki sebuah pub di pinggiran kota tersebut.

Tak banyak pengunjung pada malam itu, kaki yang dihiasi heels merah  melangkah dengan anggun menuju salah satu meja. Di sana terlihat wanita lainnya dengan potongan rambut sebahu memakai baju yang memperlihatkan pundak mulusnya dan piercing di hidung serta lidahnya.

"Hello, Mona." Sapa Diana dengan belah bibir ranumnya. Bokong sintalnya dihempaskan ke kursi kayu dengan satu lengannya menyangga pada bahu kursi. Rambut berwarna bagai tembaga itu terlihat berantakan namun hal tersebut justru menciptakan kesan seksi.

"Young lady... ." Sapa Monalisa.

Monalisa, wanita yang merupakan warga asli kota tersebut mengunci matanya pada Diana yang kini menegak segelas Jack Daniel old time No.7 Tennessee  Sour Mash Whiskey. Beberapa detik dirinya takjub akan eksistensi Diana.

"Akhirnya datang juga." Ucap Monalisa seraya mengajak lawan bicaranya bersulang.

Gelas berdenting bersamaan senyum yang mengembang di wajah dua wanita tersebut. Teman lama reuni, itulah yang saat ini terjadi.

"Bagaimana main petak umpat, seru?" Tanya Monalisa sarkas pada teman lamanya itu.

Diana berdecak lalu senyum miring tercipta. Jemari nan lentik itu memeluk gelas yang kini isinya hanya setengah saja. Diketuk-ketuknya ujung kuku pada gelas tersebut, menimang-nimang jawaban yang tepat untuk temannya.

"Bagaimana ya..." Jawabnya menggantung dengan melemparkan kepala ke belakang sedangkan punggungnya semakin menempel pada bahu kursi. Monalisa terkekeh, ia tebak cukup sulit bermain petak umpat dengan kartel saudaranya sendiri.

"Sulit jika kakak keduaku turun tangan juga." Jawabnya.

Diana memiliki empat saudara laki-laki yang menggeluti bisnis ilegal dan legal. Kakak tertuanya memiliki sebuah kartel yang berfokus pada perdagangan senjata. Ia sedang bersitegang dengan kakaknya tersebut. Satu-satunya orang yang mungkin masih tidak mengetahui hal ini adalah kakak nomor duanya, entah di mana dia sekarang karena orang itu sulit dilacak keberadaannya.

"Untungnya tidak, 'kan?" Monalisa kini memecah fokusnya antara menyalakan laptop lalu mengambil beberapa pil dalam saku celananya.

"Yang benar saja." Decak Diana tak percaya saat melihat temannya mengonsumsi obat-obatan terlarang dengan setegak alkohol. "Kamu akan berhalusinasi hebat."

Monalisa hanya menggedikkan bahunya acuh. Hal ini sudah biasa bagi wanita itu, masalah hidup jauh lebih menyiksa dibandingkan kegiatannya ini. Setidaknya sekarang kepalanya terasa ringan, dunia sedikit terlihat tertawa bersamanya, lucu sekali.

"Kali ini transaksi dengan siapa?" Tanya Diana merujuk pada yang dikonsumsi Monalisa.

"Entahlah, saat aku berselancar di deep web, tiba-tiba ada iklan yang tidak bisa  disingkirkan dengan mudah, menjengkelkan! Tapi setelah ku lihat ternyata itu iklan untuk ini lalu ku coba membeli dari mereka. Mereka juga terlihat sedang mencari anggota baru." Jelas wanita yang kini mulai dalam pengaruh obat tersebut.

Setengah tertarik dengan cerita dari temannya lantas ia bertanya tentang iklan tersebut. "Iklan seperti apa? Siapa mereka?"

"Hmm, kamu tahu kan aku pelupa, hahaha!"

Diana terkekeh mengingat Monalisa yang memiliki ingatan cukup buruk.

"Diana, bagaimana jika bersembunyi di sebuah kartel." Monalisa kini menatap Diana dengan serius. Ia khawatir jika Diana kembali tertangkap oleh saudaranya, entah apa yang akan terjadi nanti.

"Kartel lagi..." Desah wanita yang kini memainkan gelas ditangannya dengan malas.

"Ya, seperti yang menjual barang ini untukku." Ucap Monalisa sembari menipiskan jarak dengan Diana dan menunjukkan layar laptopnya. "Iklan mereka seperti teror." Bisiknya pada wanita itu.

"Seperti teror? Mona, sepertinya kamu sekarang sedang berhalusinasi." Diana menatap sahabatnya dengan sedikit memiringkan kepala diikuti cebikan bibir yang menggemaskan.

Monalisa terbahak hingga menarik atensi beberapa pengunjung di pub tersebut. Matanya sedikit berair sebelum membalas ucapan Diana. "Semoga hari ini keberuntungkanku, akan ku tunjukkan jika aku tidak sedang berhalusinasi."

"Terserah..." Sahut Diana dengan nada yang malas. Sementara itu, Monalisa kini tengah asik tenggelam dalam dunianya. Hingga satu jam kemudian Monalisa berteriak histeris yang membuat Diana terpekik kaget.

"Kenapa?!" Tanya Diana panik.

"Aku sedang berhalusinasi atau mungkin ini memang sebuah teror?" Bukannya menjawab pertanyaan dari temannya, Monalisa justru bertanya balik dan menunjukkan layar laptopnya pada wanita itu.

Diana mengerutkan keningnya saat iklan yang benar adanya. Ternyata memang Monalisa tidak berhalusinasi. Iklan dari sebuah kartel yang berkecimpung di dunia transaksi obat-obatan terlarang kini memenuhi layar laptop milik Monalisa.

Hah? Apa ini? Pikirnya dengan alis yang bertaut.

"Demon of heaven... ." Monolog Diana lalu mengambil alih laptop temannya. Benar, ikaln itu tak bisa disingkirkan layaknya sebuah teror justru mereka diarahkan pada sebuah situs. Iklan yang berisikan ajakan untuk bergabung.

"Astaga..." Diana menyentuh bibirnya, ia menyadari sesuatu.

"Tempat yang bagus untuk bersembunyi?" Monalisa turut memperhatikan situs tersebut lalu menatap Diana dengan rasa penasaran dan Diana hanya tersenyum penuh arti menanggapi kalimat temannya tersebut.

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀────────────
01-11-2022


ㅤㅤ

Percikan KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang