Epilogue

718 75 8
                                    

"Gate 10 dengan penerbangan menuju Hongkong telah dibuka. Para penumpang dipersilakan untuk memasuki gate. Dimohon untuk mempersiapkan boarding pass dan...."

Pengumuman penerbangan yang diumumkan memenuhi terminal bandara dianggap angin lalu oleh si pemuda Qian. Langkahnya nampak tak menentu; seolah ia ingin berhenti melangkah menuju gerbang penerbangan tujuannya dan berbalik arah.

Butuh waktu kurang lebih lima menit baginya untuk pada akhirnya berhenti menangis. Terlahir sebagai anak tunggal membuat Kun cukup sensitif, apalagi kalau harus dihadapkan pada perpisahan seperti ini.

"Kun kenapa lama sekali? Kau membuat kami khawatir," di depan gerbang penerbangan kedua orangtua Kun tampak sudah menanti dengan cemas, dan tak jauh dari sisi mereka ada Yuk Hei yang menatao ketiganya sambil mengerenyitkan kening.

Kun tidak menjawab. Ia mengalihkan pandangannya pada sosok pemuda yang sama sekali tidak ia kenal—namun ironisnya adalah calon masa depannya—dan mengangguk; mengucapkan salam melalui sebuah isyarat.

Yuk Hei membalas anggukan kepala Kun dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Meskipun dirinya seorang anak tunggal, Kun tergolong anak yang cukup berkepribadian dewasa. Lantas ia memandu jalannya dan Yuk Hei menuju ke gerbang penerbangan. Keduanya mengantri di belakang garis batas, menunggu giliran mereka untuk melewati petugas bandara.

"..."

"..."

Kun yang berada di depan Yukhei membalik tubuh dan menatap lelaki yang jauh lebih tinggi daripadanya itu dengan tatapan bingung, "ayahmu mana?" tanyanya kemudian dalam bahasa mandarin. 

"O-oh? Beliau sudah kembali terlebih dahulu. Jadwal penerbangannya lebih awal." Yuk Hei menjawab seraya memaksakan sebuah senyuman.

Yuk Hei sebenarnya merasa tidak enak hati atas apa yang menimpa Kun. Namun, ia tidak bisa mengutarakan perasaannya. Terlahir di bawah didikan tuan Wong yang berwatak keras membuat Yuk Hei ragu untuk mengungkapkan isi hatinya, terlebih lagi ia tidak tahu harus meminta maaf seperti apa. Menurutnya yang terjadi pada Kun terlalu kejam sampai ia yakin bahwa permintaan maaf saja tidak akan cukup.

Baris antrian semakin berkurang dan kini tiba giliran Kun untuk melewati petugas bandara. Ia merogoh saku belakang celana, hendak mengeluarkan boarding pass yang semula ia selipkan di sana. Bersamaan dengan ditariknya keluar boading pass, secarik kertas ikut menyangkut di antara jemari tangannya.

Kedua matanya yang sudah sembab kini kembali basah oleh air mata membaca tulisan tangan amat khas yang tertera di sana bertulisakan:

'Aku bersumpah tidak akan mencintai siapapun lagi seperti aku mencintaimu.'

Star Crossed [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang