Promise Where | 2

41.8K 3.2K 165
                                    

Prangg...!

Suara piring yang dibantingkan saling bersautan dengan teriakan-teriakan egois yang bersumber dari dua orang manusia yang kini terlihat saling membenci satu sama lain.

Aku menutup mulutku menahan isakan. , abangku merangkul bahu ku kala itu, ia memaksaku untuk pergi dari ruangan itu. Moomy dan Daddy sedang bertengkar hebat, aku tidak tahu karena apa, yang jelas, emosi mereka meletup-letup tak tertahankan.

Hari-hariku berjalan seperti biasa, aku bosan. Mendengar semua pertengkaran setiap hari, melihat banyak sisi yang tidak harmonis dari kedua orang tua ku, aku sangat bosan. Aku merindukan hal-hal menyenangkan bersama kalian, bukan teriakan-teriakan keras yang selalu telinga ku dapat setiap harinya pada umurku yang sangat belia ini.

Pulang sekolah, aku memasuki kamar ku yang di dominasi warna putih berpolet jingga. Tubuh kecil ku memeluk kasur berwarna putih itu erat, meskipun perbandingan antara kasur dan tubuh mungil ini terpaut sangat jauh.

Moomy pergi entah kemana, yang jelas selama tiga hari ini aku tidak melihatnya dirumah. Daddy selalu pulang malam dengan kondisi mabuk, beberapa wanita genit sering mengantarnya pulang. Aku terisak sendiri di kamar, memeluk kedua lututku dan menelungkupkan kepalaku di atasnya. Pantaskah anak kelas dua sekolah dasar menyaksikan ini semua?

Menurut Abang ku sepertinya ini tidak pantas, ia menginjak kelas tiga SMP sekarang, aku selalu mengaguminya karena ialah satu-satunya orang yang selalu menopang bahu kecilku, memberikan dadanya untuk aku peluk ketika aku merengek menginginkan sesuatu.

Hari itu tiba, hari dimana pertama kalinya aku merasakan angin yang bertiup kencang menusuk pori-pori kulit ku. Suara nyaring masuk kedalam gendang telinga ku. Mata ku berkaca-kaca. Aku memeluk Abang ku erat ketika Tante Ralin menarik ku untuk mendekat padanya.

Aku menangis tat kala melihat Bang Raka melambaikan tangan dengan seulas senyum yang terbentuk dibibirnya. Aku sedikit kecewa terhadapnya, untuk apa ia menelepon Tante Ralin datang, tujuannya ya untuk membawa ku ke Milan.

Dan pada saat itu, aku tidak tahu apa itu Mila. Jujur, saat itu aku berharap Milan adalah sebuah permen warna-warni atau sepotong kue coklat, agar aku bisa membawa dan membaginya pada Bang Raka setelah aku pulang.

"Ngelamun aja!"

Aku sedikit tersentak ketika Bang Raka menyadarkan ku dari lamunan. Tak salah kan aku melamun? Toh aku menceritakan kejadian yang harus kalian ketahui.

"Hehe," ucap ku memamerkan gigi.

Aku sekarang sudah berada di rumah. Aku kira Bang Raka masih seperti dulu, namun ternyata perkiraan ku salah. Bang Raka berubah, fisiknya berubah, tapi sikapnya tidak. Jika dibandingkan dengan David, Bang Raka menang telak.

"Queen mau makan," rengek ku kemudian menggandeng tangannya.

"Manja, abang kira kamu bakal berubah," ucapnya kemudian mencubit pipi ku.

"Bang!" panggil ku, ia langsung menoleh.

"Ayah masih ada?" tanya ku penasaran, sepanjang perjalanan pulang aku terus menerus memikirkan hal itu.

Bang Raka tidak menjawabnya, "beresin pakean kamu, Abang gak mau ya liat itu semua masih berantakan, 30 menit lagi bakal Abang cek!" ucapnya tegas, ia kelewat disiplin dan itu sangat menyebalkan.

Ayo tebak, sekarang Bang Raka jadi apa?

Dia sekarang sudah menjadi seorang Tentara Angkatan Udara, keren kan? Tak heran ia sangat disiplin.

"Ayay captain!" ucap ku cepat, sebelum ia menembakan senapannya. Tidak, aku hanya bercanda.

Aku membereskan semuanya kurang dari lima belas menit. Setelah selesai, aku melirik kalender. Pernikahan Bang Raka kurang dari seminggu lagi, dan aku masuk sekolah kurang dari dua belas hari lagi. Senangnya.

Promise Where | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang