بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Sarah menatap penampilannya di cermin. Ghamis dan hijab berwarna hitam telah membalut tubuhnya, tak lupa agar terlihat layaknya seorang sekretaris profesional, Sarah pun menggunakan blazer semi formal berwarna peach senada dengan warna high heels yang akan dia gunakan hari ini.
Setelah memperhatikan apa yang telah melekat di tubuhnya, kini pandangan Sarah beralih ke arah wajahnya. Make up yang dia gunakan telah berhasil menyamarkan jerawat-jerawat yang tumbuh subur di wajahnya. Cantik, Ya hari ini Sarah terlihat cantik. Namun tidak tahu kenapa Sarah merasa kalau apa yang telah dia lakukan salah.
Bukankah kecantikan seorang wanita hanya diperuntukkan untuk suaminya? Sedangkan hari ini Sarah bersolek bukan untuk suaminya karena memang Sarah belum menikah tapi Sarah bersolek untuk menunjang profesinya sebagai seorang sekretaris.
"Sarah sudah mau jam delapan. Bukannya kamu harus tiba di kantor jam sembilan?" tanya Ari yang sudah berdiri di ambang pintu.
Ari memperhatikan penampilan adiknya yang hari ini terlihat anggun sekaligus cantik, "Udah dandannya? Kamu udah kelihatan cantik kok."
Sarah membalikkan tubuhnya, hingga kini posisinya dengan Kakaknya saling berhadapan, "Aku ngerasa ragu, Bang?"
"Ragu?"
Sarah mengangguk, "Aku ragu buat kerja jadi sekretaris."
"Kenapa emang?"
"Sebagai seorang sekretaris aku pasti dituntut untuk selalu tampil anggun dan cantik, sedangkan dalam Islam bukannya kecantikan hanya bertujuan untuk menyenangkan hati suami. Terus sebagai seorang sekretaris juga pasti nanti aku diberi tugas untuk menemani atasan menemui klien baik itu di dalam kantor, maupun diluar kantor, bahkan bisa juga sampai keluar kota dan luar negeri. Dan nggak menutup kemungkinan disaat dinas luar aku cuma akan pergi bersama atasanku yang tentunya bukan mahram aku," terang Sarah, kebingungan tergambar jelas di wajahnya yang tidak tahu kenapa pagi ini terlihat begitu jelita, "Demi pekerjaan yang akan aku geluti aku harus memakai parfum...Apa Abang bisa mencium wangi parfumku?"
Ari mengangguk, dia tidak ingin berdusta. Parfum yang digunakan oleh Sarah dapat dia cium dengan jelas, walaupun wanginya tidak menyengat di hidung tapi tetap saja tercium.
"Hal itu juga yang aku takutan, bukannya wanita yang memakai parfum kemudian melewati majelis (sekumpulan) laki-laki maka ia bisa membangkitkan syahwat laki-laki dan mendorong mereka untuk melihat kepadanya. Setiap yang melihat kepadanya maka matanya telah berzina. Dan wanita tersebut akan mendapatkan dosa karena memancing pandangan lelaki tertuju padanya dan membuat hati laki-laki merasa tidak tenang. Jadi, ia adalah penyebab zina mata terjadi dan ia pun termasuk pezina," terang Sarah, sesuai dengan apa yang pernah dia dengar dari ceramah seorang ustadz.
Ari tersenyum, "Allah maha tahu apa yang tersimpan di dalam hati kamu. Kamu berdandan dan memakai parfum bukan untuk menarik perhatian lelaki tapi untuk menunjang pekerjaan kamu, InsyaAllah nggak apa-apa. Begitupun juga disaat kamu harus bersama atasan kamu dikarenakan urusan pekerjaan, yang terpenting kamu harus dapat menjaga sikap serta kehormatan kamu sebagai wanita muslimah."
Sarah menggeleng, "Aku takut...aku takut kalau itu tetap nggak baik di mata Allah."
Ari kembali tersenyum. Dia berjalan mendekati Sarah, dia sentuh kedua pipi adiknya dengan lembut, "Kalau kamu merasa takut Allah tidak akan menyukai apa yang akan kamu kerjakan maka tinggalkanlah. InsyaAllah itu akan membuat hati kamu tenang."
"Berarti aku jadi pengguran lagi dong, Bang?"
"Nggak apa-apa. Kamu meninggalkan itu karena takut pada Allah, insyaAllah Allah pasti akan langsung menggantinya dengan yang lebih baik lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sarah
Spiritual[SELESAI] Dari jutaan wanita yang tercatat sebagai Warga Negara Indonesia yang beragama muslim sepertinya hanya Sarah yang tidak berkeinginan untuk memiliki pasangan hidup yang shaleh. Dia ingin pasangan hidupnya biasa-biasa saja. Tidak shaleh tidak...