11

10.1K 1.5K 86
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Sarah sayang Papa. Sarah bangga punya Papa pilot.  Papa adalah Papa terhebat.

Tiga kalimat itulah yang dulu selalu Sarah ucapkan pada Ayahnya. Namun, ketika Ayahnya memutuskan untuk menikah lagi dengan alasan ingin membimbing seorang wanita non muslim yang hendak memeluk Islam dengan cara menikahinya ketiga kalimat itu sirna.

Ketiga kalimat itu membeku di hatinya, dan berganti dengan kalimat.

Sarah benci Papa. Sarah tidak mau punya Papa Pilot. Papa bukan Papa yang baik.

Segala omongan yang tak mengenakkan hati sampai di telinga Sarah. Meskipun poligami dihalalkan namun tetap banyak yang tak menyukai hal itu terjadi.

"Ih kasihan yah Mamanya Sarah. Suaminya menikah lagi. Mana istri keduanya cantik banget."

"Wah Sarah sekarang punya dua ibu yah."

"Ibu tiri Sarah pramugari yah. Enak nggak Sarah punya ibu tiri pramugari?"

Ibu selalu berkata padanya kalau semuanya akan baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ayah pasti dapat berlaku adil. Ayah tetap akan menjadi seorang Ayah yang baik. Namun perlahan keyakinan itu memudar. Ayahnya jarang sekali pulang ke rumah. Bahkan Ayahnya tak menghadiri acara kelulusannya di bangku sekolah dasar dengan alasan kalau Tante Olive, Ibu tirinya sedang sakit DBD.

Kekecewaan membuat rasa sayang menjadi benci. Bila ayahnya pulang ke rumah dia akan dengan sengaja menginap di rumah Petang. Dia sama sekali tidak mau bertatap muka dengan sosok Ayahnya yang menurut dia tak pantas lagi disebut seorang Ayah.

Menyelamatkan yang baru. Namun menghancurkan yang telah lama. Apakah itu akan dinilai baik di mata Allah?

Tangisan ibunya yang secara diam-diam di tengah malam menjadi saksi betapa sakit hati ibunya melihat Ayah mereka menyelamatkan keimanan orang lain, namun dengan cara menghancurkan keharmonisan keluarganya sendiri.

Dimana hati Ayahnya kala itu? Benarkah Ayahnya menikahi Tante Olive karena Tante Olive perlu dibimbing dan perlu untuk dilindungi? Lantas kenapa Ayahnya tidak melindungi kebahagiaan keluarganya sendiri yang saat itu tengah ada diambang kehancuran?

"Sarah," dengan lembut Ari menghapus air mata yang membasahi pipi Sarah. Keduanya kini sudah ada di dalam pesawat yang akan membawa mereka ke Solo, "Abang mohon maafkan segala kesalahan Papa."

Sarah hanya diam. Matanya menatap kosong ke arah jendela pesawat yang menampilkan pemandangan langit yang biru.

Memaafkan. Mampukah dia memaafkan segala kesalahan Ayahnya?

Tangan kanan Ari merangkul bahu Sarah, sedangkan tangan kirinya membelai pucuk kepala Sarah dengan penuh kasih sayang seorang kakak kepada adik perempuannya yang sangat dia cintai dan sayangi, "Bolehkah kakak bercerita?"

Sarah tetap diam. Tidak menanggapi ucapan Ari. Namun Ari memilih untuk tetap bercerita, "Pada suatu hari Anas bin Malik tengah duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba Rasulullah bersabda, ‘Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni Surga.’  tak lama datanglah seorang laki-laki dari Anshar yang lewat di hadapan mereka sementara bekas air wudhu masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal. Esok harinya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian laki-laki Anshar yang kemarin muncul di hadapan Rasulullah dan para sahabat kembali muncul dengan keadaan yang sama. Besok harinya lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga!!’  dan tak lama laki-laki dari Anshar yang sudah dua hari berturut-turut muncul di hadapan mereka kembali muncul dalam keadaan yang sama. Bekas air wudhu masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal." Sejenak Ari menghentikan ceritanya. Dia membawa tubuh bergetar Sarah ke dalam dekapannya.

SarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang