Chapter 3

4.8K 57 3
                                    

Chapter 3
Luhan tahu ini sudah cukup pagi. Telinganya bahkan sudah mendengar suara ceria burung gereja dari sepuluh menit lalu. Tapi bukan itu yang membuatnya membuka mata sekarang ini. Melainkan karena usapan tangan pada pipinya, yang terasa lembut meskipun permukaan tangan Sehun itu kasar—sebagaimana pria pada umumnya.
Luhan pun membuka matanya. Bibirnya tersenyum kecil saat menatap Sehun yang rupanya tengah menatap bibirnya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya si gadis geli masih dengan mata sipitnya.
Sehun menatap mata Luhan sebentar. Lalu membenarkan posisinya yang sedang menopang kepala dengan satu tangan. Tangan kirinya yang sejak tadi mengusap pipi Luhan ia tarik menjauh.
"Jangan." namun Luhan menahan tangan Sehun. Lantas menariknya agar kembali melakukan pergerakan sebelumnya. "Aku menyukainya."
Sehun balas tersenyum sebelum kembali mengusap wajah kekasihnya. Ia mengedikkan bahu satu kali. "Aku tak bermaksud membangunkanmu." ujarnya dengan nada terkesan bersalah. "Tapi wajahmu terlalu cantik untuk kuhiraukan di pagi hari."
Luhan terkekeh lepas mendengarnya. Ia ingin menyikut Sehun dan menjitak kepala otak mesum lelaki itu, tapi di sisi lain Luhan pun menyukai elusan di wajahnya.
"Kau sangat gagah semalam."
Luhan kira ia akan mendapat senyum puas di wajah Sehun. Luhan kira Sehun akan tersenyum nakal dan menggigit hidungnya gemas. Tapi rupanya Sehun malah merubah ekspresi wajahnya. Senyum memuja di wajah pemuda itu hilang, digantikan raut datar yang sekarang mengundang kecemasan Luhan.
"Tentang itu… ada yang ingin kubicarakan."
Sehun mulai duduk menyila, mukanya tak lagi berhadapan dengan Luhan. Sehingga gadis itu hanya bisa melayangkan tatapan khawatirnya pada punggung tegap Sehun.
"Luhan, kurasa—" Sehun menjeda sebentar. Dan Luhan merasakan jantungnya sudah berdebar kencang. "Kurasa kita harus berhenti melakukannya."
Luhan merasakan tumbukan kuat di dadanya. Kecemasan menjadi berlipat ganda merayapi pori-porinya. Sementara Sehun tetap terdiam kaku tanpa mau berbalik menatapnya.
"Ini… tidak wajar. Tidak normal."
"Sehun—"
"Aku tidak mau menyakitimu lagi. Tidak peduli kau merasa tersakiti atau tidak."
"Tapi—"
"Aku ingin mencoba gaya baru. Gaya yang normal dalam berpacaran kita. Seperti pasangan lain pada umumnya, Lu." Setelah sekian lama, Sehun pun memutar kepalanya. Pemuda itu menemukan Luhan yang duduk sedikit di belakangnya. "Bagaimana?"
Luhan membuang tatapannya begitu matanya bersibobrok dengan obsidian Sehun. Ia tidak pernah suka dengan tatapan mengasihani. Ia tidak pernah suka dengan anggapan bahwa dirinya adalah gadis lemah yang sering tersakiti.
"Luhan…"
"Kukira kau mengenalku." Suara Luhan mulai bergetar dan Sehun merasa seperti tersadar akan sesuatu.
"Kukira kau satu-satunya yang mau menerimaku, Sehun. Bukan seseorang yang sok bijak dan dengan seenaknya memutuskan bahwa aku tidak wajar ."
Luhan merasakan airmatanya menggenang. Ekor matanya dapat menangkap Sehun yang kini duduk berhadapan dengannya. Tangan Sehun terulur, namun ditepis Luhan bersamaan dengan cairan bening yang jatuh dari pelupuk matanya.
"Aku muak, Sehun. Aku muak dengan semua orang yang judgemental terhadapku. Dengan semua orang yang mengasihaniku. Denganmu! Aku muak denganmu, brengsek!"
Sedetik setelahnya Luhan mulai lepas kontrol. Tangan gadis itu memukul-mukul Sehun, kepalanya menunduk untuk menyembunyikan airmatanya yang tak berhenti keluar.
"Aku gadis murahan, ya Sehun, aku murahan! Sekarang pergilah sebelum aku berpikir untuk membencimu—"
"Luhan—"
"Kau tidak berbeda dengan yang lain, Sehun. Kau sama dengan para bajingan yang sudah membuatku ingin mengakhiri hidupku!"
"Aku tidak, Luhan! Aku tidak seperti itu!" Sehun meninggikan suaranya ketika ia berhasil menahan pergelangan tangan Luhan. Matanya menatap tajam pada Luhan meskipun sang gadis tetap memejamkan matanya.
"Kau iya! Kau— hiks —kau… Kau merasa kasihan padaku…"
Genggaman Sehun melemah. Pemuda itu menarik belakang kepala Luhan dan mengistirahatkan gadis itu di dadanya. Ia masih merasakan pukulan Luhan di punggungnya, tapi Sehun membiarkannya. Ia hanya mengusap rambut dan punggung Luhan bersamaan, dan juga membisikkan 'I love you' berulang-ulang.
Senggukan Luhan perlahan berhenti. Kedua tungkai tangannya menjuntai lemah ke bawah. Tak lagi memukul Sehun dan tidak juga membalas peluk erat dari si lelaki. Airmatanya melaju semakin pelan sebelum tangisnya benar-benar berhenti. Dan selama itu, Sehun tak menghentikan bisikannya yang mengatakan bahwa lelaki itu benar-benar mencintai Luhan apa adanya.
.
.
.
.
.
Luhan tidak menolak ketika tangannya diarahkan ke meja makan. Luhan tidak menolak ketika mulutnya disodorkan setangkup sandwich buatan Sehun. Dan Luhan juga tidak menolak ketika Sehun memeluknya dan mengecup poninya berkali-kali.
Suasana damai itu berubah ketika Sehun akhirnya bersuara, "Seks setelah makan sandwich tidak buruk." sehingga membuat Luhan menengadahkan kepalanya dan menatap senyum jahil Sehun. "Apalagi kalau dibawah air shower."
Mungkin ini terkesan akward karena Luhan baru saja menangis hebat. Bahkan mata gadis itu masih sembab dan wajahnya nampak pucat. Namun Luhan, gadis itu sangat paham bahwa Sehun hanya berusaha menghiburnya. Justru, akan terasa canggung jika Sehun malah bertanya. "Sudah baikan?"
"Oh, atau di bath tub . Aku tahu kau suka dengan air yang beriak ketika aku memasukimu dari arah belakang." Sehun mengakhirinya dengan kerlingan mesum yang memaksa membuat Luhan menarik bibirnya keatas. Tanpa sadar, wajah gadis itu tak lagi pucat. Melainkan merona manis yang memunculkan sapuan merah di pipi dan hidungnya.
"Ide bagus."
.
.
.
.
.
Luhan langsung duduk diatas dinding wastafel begitu keduanya baru saja memasuki kamar mandi. Gadis itu menggoyangkan kakinya yang tergantung. Ia tertawa ceria seperti ia tak menangis sejam sebelumnya.
"Kau lebih terlihat seperti Lolita ketimbang jalang dewasa."
Luhan semakin tertawa dan gadis itu malah semakin membuat ekspresi menggemaskan di wajahnya. Sehun mendekatinya sembari melepas tali handuk. Membuat ia telanjang lebih dahulu ketimbang Luhan.
Lantas Sehun mendaratkan tangannya di kedua sisi tubuh Luhan. Wajahnya condong ke depan dan ia mulai menyerang dada Luhan yang mengintip dari jas mandinya.
Sehun mulai mengecup. Menjilat garis tengah payudara Luhan hingga membuat Luhan kegelian. Sehun pun semakin memajukan wajahnya. Sekarang hidungnya tenggelam di belahan dada si gadis.
Sehun sudah hampir menggigit turun kain
bathrobe Luhan sebelum Luhan mendorong pundaknya. Sehun berkedip-kedip heran, bingung mengapa Luhan menjauhkan wajahnya.
"Ups, aku tak seharusnya menjauhkan wajahmu dari dadaku." Luhan berujar dengan suara yang terkesan bersalah. "Apakah aku gadis yang nakal, Sehun?"
Dua tangan Luhan mulai memelorotkan jas mandi sehingga payudara, perut, serta selangkangannya terpampang jelas di bawah mata terangsang Sehun. "Apa aku harus dihukum, sir ?" Luhan menggigit sensual dagu Sehun.
Plak!
"Aah!" Luhan berteriak lepas ketika Sehun baru saja menampar bokong kirinya.
Plak! Plak!
Sehun mulai menampar pantatnya bergantian, bahkan sampai ke pangkal pahanya.
"Ya, aku akan menghukummu dengan keras."
Plak! Plak! Plak!
"Jadi persiapkan lubang vaginamu agar tidak melar seperti semalam."
Plak!
Yang terakhir adalah Sehun menepuk lumayan keras selangkangan Luhan. Luhan tidak sadar kapan kakinya terbuka sehingga Sehun dapat dengan mudah menjadikan vaginanya sasaran tamparan.
Sehun lantas mendorong Luhan sehingga gadis itu setengah berbaring. Kepala dan punggung Luhan yang tak berbaring bersandar di cermin wastafel. Sedangkan kakinya dibuka lebar dengan dua tungkai kaki yang lurus kesamping.
"Vaginamu merah. Karena terangsang atau karena tamparanku, hm?" tanya Sehun ketika lelaki itu mulai sibuk membuka lipatan vagina Luhan. Kedua ibu jari lelaki itu masuk menusuk, lalu menariknya berlawanan arah sehingga dinding dalam Luhan tertangkap matanya.
"Astaga, kau sudah sangat berkedut."
Semakin Sehun melebarkan lubangnya, semakin kuat Luhan mengedutkan vaginanya. Gadis itu dapat melihat mata Sehun yang lapar melihat isi vaginanya.
Sehun berhenti melebarkan lubang vagina Luhan. Kini ia berpindah mengelus naik turun klitoris Luhan. Lalu menarik telunjuknya yang tadi mengelus sehingga tercipta benang lengket panjang dari cairan Luhan. "Dan juga lengket."
Luhan terangsang hebat melihat cairan panjang itu. Ia bisa merasakan cairan vaginanya keluar semakin banyak dan juga klitorisnya semakin mengejang.
Sehun yang melihat klitoris keras Luhan pun mencubit benda itu. Menariknya gemas dan menggoyangkannya ke kanan kiri sehingga membuat Luhan menggeliat nikmat.
Tarikan pada klitoris tadi Sehun lepas. Kini lelaki itu menarik Luhan agar kembali duduk. Ia menahan rahang si gadis dan memenjara tatapan memohon Luhan dengan matanya yang mendominasi.
"Aku tidak akan berhenti sebelum vaginamu tak mampu orgasme lagi, mengerti?"
Tubuh Luhan meremang. Ia mengedip paham, lalu mengangguk seperti budak gadis yang baik.
.
THE END

Hot Beverage( GS ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang