Alixander wijaya.
"Mama lebih suka kamu sama Anjani dari pada sama Sherly." ucap Ibu kepadaku.
Aku menghela nafas panjang dan menatap Ibuku dengan malas.
"Ma, aku tidak menyukai Anjani." balasku. Entah untuk yang keberapa kali sudah mengatakan bahwa aku tidak menyukai gadis itu.
"Kenapa?" tanya Ibuku.
"Kenapa? Tentu saja karena dia bukan Tipe Ali." balasku malas, yang benar saja Ibuku masih bertanya kenapa aku tidak menyukai Nur Anjani, jelas saja karena bentuk badannya yang lebar dan juga kutu buku.
"Jadi tipe kamu yang seperti apa? Sherly?"
Aku mengangguk, tentu saja. Sherly itu cantik, langsing dan tidak tambun dan kelebihan lemak seperti Nur Anjani itu.
"Mama mengundang Anjani datang hari ini." Ucap Ibuku mengalihkan pembicaraan kami yang sebelumnya. Ya walaupun tidak jauh jauh dari yang tadi.
"Untuk apa?" tanyaku.
"Karena dia calon mantu Mama." balas Ibu santai.
"Tapi ma, aku tidak mau menikah dengan Anjani... Sudah cukup aku menuruti Mama yang menyuruhku untuk bertunangan dengan Anjani, tapi tidak untuk menikah." ucapku.
"Siapa juga yang akan menikahkan kamu dengan Anjani.... Mama tidak akan memaksa kamu jika kamu tidak mau karena Adnan sudah bersedia menggantikan kamu untuk menikah dengan Anjani." ucap Ibu lalu berlalu dari hadapanku.
Saat ini rumahku, ah maksudku rumah orang tuaku sedang sangat ramai karena para saudara dari Ibu dan Ayahku datang semuanya. Kedua orangtua ku selalu melakukan ini setiap bulannya. Katanya agar mereka semua ingat bahwa mereka masih berkeluarga!
"Kenapa muka kamu di tekuk gitu Ali?" tanya Raka, salah satu keluarga dari pihak Ayah.
"Tumben kamu dateng, biasanya aja nggak pernah nonggol... Nur Anjani pasti akan sangat senang melihat kamu." lanjut Raka karena aku tidak menyahuti ucapannya.
"Kenapa semuanya pada bahas Nur Anjani, kayak nggak ada bahasan lain aja." gerutuku kesal.
"Kenapa Ali? Jika kamu tidak mau menikah dengan Anjani. Biarkan Raka sja yang menikah dengan Anjani." ucap Ibu Raka, Sopia.
Aku menoleh kearah Raka yang tidak bersuara dan malah tertawa renyah. "Ambil aja kalau mau!" seruku.
"Kamu yakin tidak mau dengan Nur Anjani Ali?" tanya kak Sopia (sopia adalah anak kakak dari ayahku) menatapku dengan senyum mengejekya.
"Aku tidak peduli, aku sudah Punya---
Sherly"
Ucapku terputus saat mataku tidak sengaja bertemu pandang dengan orang yang baru saja memasuki pintu utama rumah kami. Bidadari batinku terus menatap kearahnya yang kini tengah tersenyum menawan.
"Tutup mulutmu Ali." ucap Raka mencibirku.
Aku mendengus dan menatap Raka kesal. "Katanya nggak suka, tapi liatinnya sampe gitu amat."
Kali ini kak sopia yang mengatakan itu dan dia pun berjalan mendekati bidadari itu.
Raka pun mengikuti langkah kaki Ibunya dan aku pun tanpa sadar melangkahkan kakiku mengikuti mereka.
"Maaf aku datang terlambat." ucapnya, sepertinya ia merasa tidak enak karena sudah datang terlambat.
"Tadi kami terkena macet." ucap seseorang yang muncul dari belakang gadis itu.
Adnan!
Tunggu?!
Bagaimana bisa ia datang bersama Adnan?
Bukankah tadi Ibu menyuruh Adnan untuk menjemput Anjani?
Lalu kenapa ia malah membawa gadis ini, dimana Anjani?
Aku mengedarkan pandaganku mencari keberadaan Anjani, siapa tau dia ada di belakang Adnan.
"Kamu nyari apa sih kak?" tanya Adnan.
"Anjani." balasku tanpa sadar.
"Tuh ada di ruang tengah lagi ngambil minuman sama Raka." ucap Adnan acuh lalu berjalan meninggalkan aku.
Aku menatap kearah dimana tempat makanan berada, mataku menyipit saat tidak mendapati Anjani dimana pun. Malah yang ada hanya gadis itu dan Juga Raka.
"Ali, jangan bengong nanti kesambet." ucap Ibu menepuk bahuku.
"Ma, siapa yang nyuruh Prilly datang kesini?" tanyaku to the poin.
"Mama." balas Ibuku santai.
Aku menatap Ibuku dengan kening berkerut bingung. "Mama kenal sama Prilly."
"Tentu saja dia kan calon mantu Mama." Ucap Ibuku.
Calon menantu Mama.
Eh kok bisa?
Bukanya Calon menantu yang Ibuku banggakan itu Anjani, lalu kenapa bisa jadi Prilly?
"Dia---
"Calon istrinya Adnan." ucap Ibu memotong pembicaraanku.
"Loh bukanya calon istrinya Adnan itu ANJANI."
Aku menekan kata Anjani agar Ibuku ingat bahwa sebelumnya dia memaksaku menikah dengan Anjani.
Ibuku menatapku aneh, "memangnya kamu lupa? Dia kan memang Anjani..."
"Hah?!"
"Mama jangan bercanda."
Bagaimana mungkin Anjani yang bengkak bisa jadi seperti Prilly yang cantik seperti bidadari itu?
"Mama tidak bercanda.... Anjani sini."
Lalu Ibuku memanggil Anjani dan ajaibnya Prilly menolehkan kepalanya dan menungguk pada Ibuku.
Bagaimana bisa?
"Kamu baru sampai?" tanya Ibuku.
"Iya, tante. Maaf ya tadi itu kena macet." ucap Prilly, ia sempat menatapku sekilas.
"Nggak apa-apa, Adnan sudah bilang tadi."
Aku menatap Ibu dengan kening berkerut tidak mengerti. Jika Adnan sudah memberitahunya lebih dulu, kenapa Ibu kembali bertanya pada Prilly. Kurang kerjaan apa lagi coba?
Sebenarnya dia itu Anjani atau Prilly?
"Kaliankan udah lama nggak ketemu, jadi silahkan reunian." ucap Ibuku.
"Tadi siang kita udah ketemu kok tante, bahkan kami makan siang bersama." Ucap Prilly lalu tertawa.
Ibu menatapku dan Prilly bergantian. "Jadi kalian udah ketemu?"
"Iya kami sudah bertemu, bahkan Ali juga sudah mengenalkan kekasihnya padaku."
Aku melihat Ibuku yang mendelik padaku, aku tau dia pasti akan marah nanti. Lalu aku menatap Prilly yang terlihat biasa saja mengatakan itu.
"Tunggu! Ma sebenarnya dia itu Anjani atau Prilly?"
Aku bertanya karena sangat penasaran akan hal itu.
Ibuku kembali mendelik padaku... "Tanyakan saja padanya... Tante tinggal dulu ya Anjani."
"Jadi kamu itu Prilly atau Anjani?" tanyaku.
"Prilly Nur Anjani."
"Hah!"
😊😊
14 Mei 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prilly
Fanfiction"jangan meneleponku lagi atau aku akan membencimu selamanya." Awalnya aku sudah biasa menerima sms yang berisikan kalimat itu, namun setelah hari itu. hari dimana aku tau bahwa dia memang benar benar tidak menganggap aku ada. aku pun memutuskan bahw...