Buku Berdarah

31 3 0
                                    

Di ruang kelas pulang sekolah…
Semua siswa-siswi sudah pulang, kecuali Dita dan Shilla. Sebelum pulang mereka diminta menempelkan hasil karya para siswa-siswi di mading. Kemudian turun hujan sehingga mereka berdua menunggu hujan reda. Sembari menunggu hujan, mereka berdua duduk-duduk di kelas.

“Lo jahat ya! Jahat banget sama gua!” Kata Dita.

“Emang gua salah apa sih?” Shilla heran.

“Udah, jangan munafik! gua kan udah pernah bilang kalo gua suka banget sama Ricky! Tapi kenapa lo malah jadian sama Ricky?” Tanya Dita.

“Tapi jujur, gua gak suka sama Ricky. Tapi Ricky yang nembak gua!” Kata Shilla.

“Iya gua tau! Lo gak suka kan sama Ricky? Tapi kenapa lo sampai jadian sama Ricky? padahal lo kan tau kalo gua sayang banget sama Ricky! Kenapa sih lo mesti nusuk gua dari belakang? Kenapa? gua ini sahabat lo Shilla” Kata Dita sambil terisak.

“Tapi… tapi…” Belum sempat Shilla melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba Dita menusuk Shilla dengan pisau.

Seketika Shilla tergeletak di lantai bersimbah darah. Lalu Dita meneteskan darah di pisau ke buku diary milik Shilla.

“Ini pembalasan dari gua, selamat tinggal Shilla” lalu Dita meninggalkan mayat Shilla di kelas.

5 tahun kemudian…

“Anak-anak, kalian diminta untuk membuat sebuah puisi, yang terbaik akan dipajang di mading” kata Pak Andhika, guru Bahasa Indonesia.

“Baiik pak” akhirnya pelajaran selesai. Para siswa-siswi segera pulang.

Perjalanan pulang…

“Aih, gua gak jago bikin puisi” kata Nadine.

“Gua sih gak terlalu” kata Vianni.

“Gua sih bisa-bisa aja” kata Marchella.

“Iya, lo kan pinter. Gak kayak gua, bikin puisi aja gak bisa” kata Tiara.

Malam harinya…

“Hmm, kali ini bikin puisi apa ya?” Kata Marchella dalam hati.

“Aha!” Tiba-tiba Marchella menemukan ide.

Esok harinya…

“Ya, anak-anak. Sudah dikerjakan tugas yang bapak berikan kemarin?” Tanya Pak Andhika.

“Sudah pak”

“Nah, sekarang coba Marchella maju ke depan, bacakan puisi mu” kata Pak Andhika.

Marchella maju ke depan, sedangkan teman-temannya menunggu giliran dengan gelisah. Marchella mulai membacakan puisinya.

Ketika malam tiba
Aku termenung di sudut jendela
Memandangi langit malam
Yang penuh dengan bintang-bintang

Aku mencoba melihat kembali ke atas
Akhirnya telah tampak sang bulan
Bulan yang berdiam di langit
Ditemani oleh sang bintang

Andai saja tuhan memberiku sayap
Maka aku akan terbang ke atas
Jauh ke atas dan akan kuraih bintang-bintang di langit.

Setelah Marchella membacakan puisinya, seluruh siswa-siswi bertepuk tangan.

“Ya, sangat bagus Marchella! Good job” kata Pak Andhika.

Machella segera duduk kembali. Lalu, Pak Andhika memanggil murid-murid yang lain untuk membacakan puisi.

“Baiklah anak-anak, puisi yang akan dipajang di mading adalah milik Marchella, Dhika, Astri, Frans, dan Zee” kata Pak Andhika.

Selesai sekolah Marchella, Andi, Chintya, dan Dimas masih harus tinggal di sekolah untuk piket dan memajang puisi di Mading. Saat sedang menyapu, Marchella menemukan sesuatu di kolong lemari.

HORROR STORY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang