6. tidak terduga

956 144 12
                                    

Pikiran Bas berkecamuk. Menghapus perasaannya yang sudah terlalu dalam sama saja dengan mengembalikan bubur menjadi nasi; sia-sia.

Bas langsung menjatuhkan badannya ke ranjangnya begitu ia mencium bau bantal dan guling yang ia rindukan. Bas memutar badannya, menghadap ke arah langit-langit.

Sekelebat bayangan terlintas di benaknya. Apakah kalian percaya cinta pada pandangan pertama? Karena sejak bertatap muka dengan God pada hari itu, itulah awal mula Bas menyadari bahwa ia menaruh hati pada pria yang saat ini tidak ingin ditemuinya. Pertama kali dalam hidupnya, Bas merasakan jantungnya berdegup kencang.

Awalnya, Bas membuang rasa itu jauh-jauh. Menganggap bahwa hal itu merupakan rasa kagum saja. Tetapi seiring berjalannya waktu, Bas tidak bisa terus menerus memendam perasaannya yang kian membuncah. Dan seperti yang kalian tahu, Bas menjadi lebih agresif; menunjukkan perasaannya terang-terangan dan suka menggoda pujaan hatinya. Ya, Bas hanya tertarik dengan God dan semua yang ia lakukan hanya untuk God. P'God-nya.

Hah! Bas mengacak-acak rambutnya. Niatnya ingin melupakan semua perasaannya. Tapi yang ada, dia malah kepikiran terus. Bas harus apa?

Bas terbangun saat jam menunjukkan pukul enam pagi. Kebetulan sekali hari ini tidak ada jadwal. Bas bisa tidur lagi dan itulah yang dia lakukan sampai tiga jam kemudian Bas kembali terbangun.

Bas bangkit dari ranjang, menuju kamar mandi untuk melakukan rutinitasnya sehari-hari. Setelahnya Bas memandang cermin di depannya. Kulitnya putih mulus dengan rambutnya yang masih basah. Kurang seksi apalagi? Bas tidak habis pikir dengan God yang tidak tertarik dengan tubuhnya. Duh, Bas jadi memikirkannya lagi.

Bas mendial nomor telepon Tae, cukup lama Bas menunggu Tae mengangkat panggilannya. Begitu tersambung, Bas langsung memotong sapaan dari Tae, "Tumben lama ngangkatnya?"

"Maaf. Phi barusan selesai mandi."

"Kalau gitu, bisa kan Phi temani Bas jalan-jalan?"

"Eungh yeah..."

Bas mengernyit heran dengan suara aneh di seberang sana lalu memandang layar ponselnya yang menunjukkan sambungan telah diputuskan. Bas mencoba mendial ulang nomor telepon Tae tapi malah operator sialan yang menjawabnya.

Bas membanting ponselnya ke ranjang. Batal sudah rencananya hari ini. Jika kalian bertanya, kenapa harus ditemani? Jawabannya simple, karena Bas takut tersesat.

Lama termenung, Bas terlonjak kaget saat bunyi bel menggema. Cepat-cepat ia menuju pintu dan membukanya. Bas terpana. Namun secepat kilat ia mengubah ekspresinya. "Mau ngapain?" tanyanya ketus pada orang di hadapannya.

"Saya akan menemani Tuan hari ini."

Bas mengernyitkan dahinya. Heran.

"Kata Tae, Tuan ingin jalan-jalan dan tidak ada yang menemani."

Awas nanti kau, P'Tae!, umpat Bas dalam hati. Namun di lain hal, Bas juga merasa senang.

"Sebaiknya Tuan segera berpakaian."

Pipi Bas memerah, bahkan sampai ke telinganya. Bas berbalik, berjalan menuju lemari pakaiannya. Dengan sengaja Bas berlama-lama mengacak-acak isi lemarinya dan mendumel tidak jelas. Bas tidak sadar jika sedari tadi God memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

Setelah menemukan pakaian yang menarik minatnya hari ini, Bas memakainya dan seketika wajahnya kembali memerah setelah ia berbalik memandang God yang sedang menatapnya. Yah, walaupun dengan wajahnya yang datar.

Siapa yang menyuruhnya ke dalam?! Bas memegang handuknya kuat-kuat di depan dada. "Apa?" tanya Bas ketus ketika melihat God menahan tawanya.

God menggeleng. "Ayo pergi."

"Siapa yang mau pergi?"

"Kata Tae, Tuan ingin jalan-jalan."

"Itu kan kata P'Tae, bukan Bas."

"Saya tunggu di bawah."

Setelah batang hidung God tidak nampak, Bas berlari mengelilingi kamarnya sambil melompat dan bersorak gembira. Bas terlalu lemah untuk menolak pesona seorang Itthipat Thanit.

Puas dengan kegiatannya, Bas segera merapikan penampilannya lalu menemui pujaan hatinya di bawah.

Puas dengan kegiatannya, Bas segera merapikan penampilannya lalu menemui pujaan hatinya di bawah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bas ingin pingsan sekarang. God sungguh seksi dengan kemeja putih dan celana kain hitam yang membungkus tubuhnya.

"Hei, masuk."

Suara itu mengagetkan Bas dari pikiran liarnya. Bas berlari kecil menuju pintu penumpang dan masuk ke dalam.

"Kita mau ke mana?"

Pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut Bas. Bas memukul kepalanya. Jelas-jelas Bas sendiri yang berniat ingin jalan-jalan untuk refreshing. Tapi refreshing hanya berlaku kalau jalannya dengan Tae atau temannya yang lain. Bukan God. Bagaimana ia bisa menyegarkan pikirannya kalau bersama dengan orang yang membuat jantungnya berdegup kencang?

"Terserah Tuan Bas."

"Baiklah. Hmm bagaimana kalau ke Siam? Bas ingin belanja."

God hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Bas. Dua puluh menit kemudian, mereka sampai di pusat perbelanjaan terkenal di Bangkok.

Mata Bas berbinar ketika melihat deretan brand ternama. Satu persatu gerai yang ada di sana Bas singgahi dan entah sudah berapa banyak tas kertas yang berisi berbagai macam produk yang Bas beli di tangan God.

"Bas senang! Sekarang ayo makan!"

Mungkin di mata orang yang tidak mengenal, mereka terlihat seperti seorang anak yang menarik lengan ayahnya untuk mengikuti kemauannya.

"Bas ingin sushi sama sashimi. P'God ingin makan apa?"

God tersenyum tipis lalu menggeleng. "Tidak perlu."

"Bas yang traktir. Phi tenang saja."

Walaupun bekerja dengan Bas membuatnya mendapat gaji yang cukup banyak per bulannya, tetap saja God tidak ingin menghambur-hamburkan uangnya. Pendapatannya selama ini ia tabung untuk simpanan jika suatu waktu ada kebutuhan yang sangat mendadak.

"Saya tidak lapar," dustanya.

"Hm ... kalau begitu Bas pesankan sama seperti Bas."

God menggaruk tengkuknya. Ia merasa tidak enak saat Bas benar-benar memesankan makanan untuknya.

"Tuan, tidak perlu seperti ini."

"Phi tidak perlu khawatir. Bas yang mengajak Phi, jadi Bas harus bertanggung jawab. Mari makan!"

God memandang masakan di hadapannya lalu memandang Bas yang dengan lahap memakan pesanannya.

Bas melirik God yang masih diam. "Dimakan, Phi. Ini enak lho."

"Baiklah." God pun pada akhirnya memakan makanan dengan harga cukup fantastis itu setelah melihat Bas mendelik kepadanya. Rasanya memang enak, tapi God lebih suka makanan pinggir jalan yang tak kalah enak dengan harga yang dapat dijangkau.

Mereka berjalan keliling mall lagi dengan God yang masih dirundung rasa tidak enak. Selama ini Bas sudah sangat baik kepadanya. Meskipun terkadang Bas sangat menjengkelkan, tak ayal juga God menikmati setiap detik bersamanya.

"Ehm, Bas? Bolehkah saya memanggilnya begitu?"

Apa salahnya jika God menuruti apa yang Bas inginkan selama ini?

to be continued

To Be Your Right One [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang