4

50.8K 7K 408
                                    

Angkasa dan Artemis memilih untuk duduk di area food court yang terletak tidak terlalu jauh dari bioskop, Artemis memesan semangkuk es teler, sementara Angkasa tidak memesan satu makanan atau pun minum. Dia sepertinya lupa cacing-cacing dalam perutnya sedang minta diperhatikan, pikirannya terlalu berpusat pada Artemies. Dia melupakan banyak hal, termasuk tentang perutnya yang kosong. Angkasa benar-benar fokus pada segala sesuatu tentang Artemis, tertutama posisi duduk mereka saling berhadapan saat ini.  Angkasa ingin memandang Artemis selama dan sedetail mungkin. Diam-diam Angkasa mulai membandingkan Artemis dengan sosok wanita   yang dia temui tadi siang, Bellva. Angkasa tidak menemukan terlalu banyak hal yang bisa dibandingkan antara Bellva dan Artemis, mereka berbeda gaya dan selebihnya mereka sama. Mulai dari bentuk wajah, lekuk tubuh yang sama, intinya mereka bak pinang di belah dua.

"Jadi kamu sama Bellva itu..."

"Kembar," sahut Artemis sebelum Angkasa menyelesaikan pertanyaannya. Bahkan wanita itu tidak memandang Angkasa, Artemis sibuk dengan es teler di depannya.

Setelah menjawab pertanyaan Angkasa, Artemis menyendokan satu suapan es ke dalam mulutnya, menggigit ujung sendok, dan menangkap basah Angkasa tengah melongo.  Mendapati Angkasa dengan ekspresi sekonyol itu, membuat Artemis tidak mampu menahan tawanya. Dia meletakkan kembali sendok ke atas mangkuk, dengan gerakan cepat Artemis menyentuh punggung tangan Angkasa. Lembut, menggoda seperti sedang memberikan Angkasa undangan terbuka.

Angkasa menahan napas untuk beberapa detik. Untuk pertama kalinya seorang Angkasa kehilangan kendali diri, hanya karena sentuhan seorang wanita.

"Kenapa bengong?" tanya Artemis. Suaranya manja menggoda, Angkasa menelan saliva. Dia menggeram dalam hati, kalau yang di depannya bukan Artemis. Dia bersumpah sudah meninggalkan bangku detik itu juga, saat suara manja menggoda keluar. "Kaget? Kata orang yang kenal kami; kami itu beda. Satu-satunya kesamaan kami, hanya ini..." Artemis membentuk sebuah lingkaran pada wajahnya menggunakan telunjuk dari tangannya yang lain.

Angkasa memperhatikan Artemis lamat-lamat dan membuat keputusan untuk menyetujui pernyataan Artemis. 

Angkasa mengusap ujing alisnya, tanpa berhenti menatap Artemis. Bukan hanya wajah, sepertinya kalian punya ukuran yang sama. Itu, itu, ah!!! batin Angkasa, seraya mengamati bagian bibir, dada, dan tubuh Artemis lainnya.

Artemis memundurkan tangannya dari punggung tangan Angkasa, merogoh tas Michael Kors Women's Jet Set Cross Body Bag berwarna cokelat muda bawaannya. Artemis mengeluarkan iPhone, lalu menyodorkan ponsel mahal itu ke dekat tangan Angkasa.

Angkasa mengamati foto yang ditampilkan layar ponsel. Artemis dan Bellva, mereka sedang duduk berdampingan dengan latar sebuah kafe di pinggir pantai. Dan Angkasa sangat kenal pantai itu, salah satu pantai terbaik di Bali. Perlahan, Angkasa memindahkan kembali pandangannya ke Artemis.

"Kenapa kamu memperlihatkan foto ini ke aku?" tanya Angkasa.

"Takut kamu nggak percaya." Artemis menjawab. "Ini namanya sedia payung sebelum hujan, eh, nggak deh. Habis waktu aku jawab kami ini kembar, reaksi kamu aneh. Melongo, dan sorot mata kamu seakan bilang. 'Ah, masa sih?' Jadi, aku kasih aja bukti duluan sebelum kamu bertanya panjang lebar."

Angkasa mengangguk, seraya tersenyum puas. Setidaknya wanita di depannya itu tidak hanya jago di atas ranjang, tapi otaknya terisi juga. Buktinya Artemis bisa menganalisa semua yang ada di pikirannya.

"Terus, kenapa kamu hanya kamu keluar saat malam hari? Tadi itu Bellva mengeluarkan satu pernyataan yang aneh banget, menurut aku sih ini aneh, nggak tahu menurut kamu. Katanya, kamu hanya beraktivitas malam hari."

Artemis tersenyum mendengar pertanyaan itu, seperti mendapatkan sebuah pertanyaan lucu tapi sulit untuk dia jawab. Sebelum menjawab, Artemis memajukan tangannya untuk mengambil ponsel. Namun, Angkasa menangkap tangannya secara tiba-tiba.

The Pilot's LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang