Bagian 3

80 6 8
                                    


Sudah setengah jam gadis kecil dan bapaknya menunggu ibunya di kedai. Namun, pembicaraan tentang uang seribu rupiah belum juga usai.

Hingga suatu ketika si gadis kecil mendengar suara seruling yang merdu mengalun pelan membawakan sebuah nada kesedihan.

Gadis kecil itu celingukan mencari dimana asal suara tersebut hingga terlihat oleh matanya duduk seorang lelaki tua di depan amperan jasa jahitan dengan pakaian kumalnya.

Dia melihat di sisi kiri lelaki tua terdapat sebuah payung tongkat. Di depannya ada sebuah topi yang dalamannya digunakan untuk menampung uang yang diberikan oleh orang lalu lalang yang hatinya menaruh iba pada keadaan lelaki tua tersebut.

Tidak hanya itu, si gadis kecil juga melihat sendal jepit lelaki tua yang penyangga ibu jari di bawahnya disambung dengan sebuah paku agar tidak putus sendalnya ketika melangkah. Namun pada kenyataannya paku yang disambung itu hanya untuk menutupi kekurangan sendal yang mulanya sudah putus.

“Pa, sendal Tia dibeli Mama dengan harga delapan ribu rupiah. Berarti uang seribu Tia tidak cukup dong untuk membeli sendal bapak tua itu?” gadis kecil melihat lelaki tua tersebut dari kejauhan dengan tatapan iba.

Bapaknya terenyuh melihat gadis kecilnya itu mengoceh. Ia melihat mata gadis kecilnya mulai berkaca-kaca.

“Sendal Tia dulu juga pernah putus. Tapi, uang seribu milik Tia dan uang seribu milik Zatul tidak cukup untuk membeli sendal baru, Pa,” ujar gadis kecil yang sudah setengah merengek.

Teringat oleh sang bapak ketika gadis kecilnya bersama sahabatnya pulang dengan kaki yang hanya di alaskan sebelah sendal sambil menangis.

Ketika ditanya sahabat anaknya menjawab “Sendal Tia putus ketika bermain tadi, Pak. Lalu kami berdua pergi ke warung untuk membeli sendal yang baru untuk Tia. Namun, kami malah dibentak oleh pemilik warung karena uang seribu yang kami kumpulkan berdua hanya berjumlah dua ribu rupiah. Karena kasihan dengan Tia, aku melepaskan sendal yang sebelah kiri untuk dipakai Tia disebelah kaki kirinya.”

Hingga akhirnya sendal Tia ditancapkan paku oleh bapaknya sebelum ibunya membelikan sendal baru.

Sungguh memilukan kejadian itu oleh si gadis kecil, karena anak kecil bila dibentak ketika tidak berbuat salah, dia akan menangis dan iba hati.

“Lho? Tia kenapa menangis?” tanya ibunya yang sudah balik dari berbelanja.

Gadis kecil itu menerangkan isi hatinya pada ibunya.

“Uang seribu Tia memang tidak cukup untuk membelikan sendalnya. Tapi, uang seribu milik Tia bila disedekahkan ke bapak tua itu akan menjadi berkah yang beruah untuknya bahkan juga untuk Tia,” ujar bapaknya sambil mengusap air mata gadis kecilnya.

Setelah barang belanjaan ibunya digantung di motor bapaknya, gadis kecil itu menggandeng tangan ibunya berjalan menuju ke arah suara seruling sang bapak tua.

Si gadis kecil menaruh uang seribu miliknya dan uang seribu milik ibu dan bapaknya ke dalam wadah topi yang telah bersedia untuk menampung.

“Terima kasih, cu,” kata si bapak tua sambil tersenyum kepada Tia.

Gadis kecil itu membalas dengan senyuman yang menampakkan gigi serinya yang telah ompong satu. Sesekali disela senyumannya, gadis kecil itu menghirup ingusnya.

Padang Pariaman, 18 September 2016

Terima kasih yang sudah bacaa.
Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar yaa 🙌
Terima kasih banyaak. Lup yu❤

Uang Seribu TiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang