Pagi-pagi sekali,sebelum shubuhan,bagas menyempatkan diri untuk mampir ke rumah ajeng. bukan untuk menemui ajeng,hanya sekedar menitipkan surat yang bisa disebut 'surat perpisahan'.ajeng menatap surat di genggamanya cukup lama.sembari memantapkan hatinya agar tidak menangis setelah membaca surat tersebut.
Setelah hatinya cukup mantap, dengan air mata yang tlah menutupi setengah penglihatannya,ajeng membuka surat,membacanya perlahan.
Teruntuk ajeng,
Selamat pagi, saya harap saya tidak salah perkiraan.maafkan saya, saya belum memberi tahu tentang kesungguhan perantauan saya. Karena sesungguhnya, saya merantau bukan karena kau. Tetapi karena hati saya.maafkan saya,saya memang bukan yang terbaik untuk kau. Karena saya yakin, kau berhak mendapat yang lebih baik dari saya.
Bagas.
Tangis ajeng pecah.dia berdusta! Pasti berdusta!sebegitu baik hatinya kah dia, sampai tidak memberi tahu tentang kepergiannya.kini ajeng menyesal,benar-benar menyesal.harusnya kemarin dia mengakui perasaanya seperti yang dilakukan bagas,harusnya kemarin dia mempercayai perkataan bagas tentang perantauannya.
Tangis ajeng tambah deras.ia menangisi kisah tragis cintanya.ajeng fikir,cintanya akan bertahan seperti dongeng-dongeng yang diceritakan oleh nenek moyangnya.kini ajeng mau apa? Wajahnya tlah merah, matanya tlah bengkak, dan bibirnya tlah bergetar.
Tangan perempuan paruh baya yang baru saja duduk disebalah ajeng mengelus punggung ajeng pelan, ajeng menolehkan kepalanya sedikit.
'terkadang hidup memang seperti itu, bila sebuah hubungan tidak direstui, salah satu dari mereka harus pergi. entah kau atau dia'
Kata mbok uwi,berusaha menenangkan ajeng. Ajeng yang masih menangis,hanya diam dan terus menghapus air matanya yang mengalir sebagai tanggapan.mbok uwi menyunggingkan senyum.
'yasudah, jangan menangis lagi, nanti kalau sudah tenang, cerita ke mbok yaa'
Mbok uwi bangkit dari duduknya,berjalan pergi meninggalkan ajeng.
Ajeng menenggelamkan setengah wajahnya ke bantal,sembari memohon kepada tuhan agar didatangkan keajaiban untuknya.
