Gue nggak tahu harus kemana, dan apa yang gue lakuin ini benar?
Mina menatap langit dengan diam. Ribuan rintik hujan membasahi raganya di malam dingin kala itu. Ponselnya mati dan bajunya sudah berantakan. Mina terdian menatap langit dan memejamkan matanya dalam-dalam.
Tuhan, akankah hidup bisa kuputar balik?
Mina berjalan pelan di trotoar jalan yang sangat sepi. Tanganya memeluk tubuh mungilnya, menahan dingin yang menusuk hingga ke tulang. Lapar... Ujarnya lemas seraya menatap gedung itu. Gedung besar dengan lampu menyala warna-warni.
Sorot lampu menyinari lensa kacamatanya yang mulai membasah karena air hujan. Mina menatap diam, bar itu sungguh besar. Dengan ragu Mina melangkah ke dalamnya, berusaha lari dari sesuatu.
Mina duduk di sudut ruangan, menatap orang-orang menari ria bermabuk-mabukan. Mina menatap lesu, matanya mulai basah dan panas, air matanya menggenang.
"Minum, manis..."
Mina mendengak pelan dengan lesu. Dilihatnya sesosok pria paruh baya yang mabuk menghampirinya dengan membawa botol bir dan gelas minum.
"Ng, nggak," Mina menyahut pelan dan berusaha menyingkir dari pria itu yang terlihat mulai mencoba menyentuhnya dan ikut duduk bersamanya di sudut ruangan.
"Ayo sini," katanya semakin mendekat.
"Nggak," tolak Mina semakin tegas.
"Ck, nggak mau nurut, ya?! Kamu nggak tahu siapa saya?! Di sini nggak ada yang nolak saya," katanya berdiri seraya meninggikan nada suaranya.
Prangggggg!
"Kamu, yang pertama yang nolak saya, bocah," ujarnya lagi.
Mina terdiam memejamkan matanya ketika dihadapkan pecahan botol bir ke depan lehernya. Air matanya yang semula menggenang, jatuh seketika. Mina tidak bisa berkata apa-apa lagi.
"Silahkan, sesuka anda," sahut Mina menangis.
Mina terpejam dengan dalam. Sesuka apapun akhirnya.
Buaghhh!!!
Mina kembali membuka matanya. Dilihatnya seorang pria muda yang terlihat lebih tua benerapa tahun saja darinya. Pria itu terlihat memukul lelaki paruh baya itu dan terlihat berkata dengan marah.
"Jangan maksa, dong kalau dia nggak mau!" Katanya seraya menahan tonjokannya.
"Ikut campur aja tukang sapu!" Sahut lelaki itu.
"Banyak omong!!!"
Tinjuan kembali mendarat di rahang lelaki paruh baya itu. Mina hanya terdiam seraya menutup mulutnya karena syok. Orang-orang yang tengah di dalam bar seketika menoleh ke arah sudut ruangan, melihat mereka bertiga.
"Stop... Sudah," Mina menunduk, berkata pelan dengan tangis. "Sudah," Mina kembali mengulang perkataanya lebih keras dengan memohon.
"Ck, ayo keluar!"
Mina pergi keluar bar bersama pria itu. Dia bertubuh tinggi, memakai kaos hitam dan celana panjang coklat. Rambutnya terlihat sedikit gondrong tapi tetap rapi. Mina keluar dari keramaian menuju sebuah toko yang sudah tutup tepat di depan gedung.
"Kan gue udah bilang, lo jangan coba-coba kemari," katanya seraya mengambil handuk di saku celananya yang biasa dipakai pekerja.
"Kamu siapa?" Katanya halus dengan sedikit mendengak. Sepertinya dia kakak kelas, jadi Mina harus lebih sopan.
"Yaampun, Sya. Sebegitunya, ya. Ternyata bener ya kalo lo itu emang pelupa," katanya mengusap rambut Mina dengan handuk birunya.
"Oh, kita pernah jumpa, ya. Maaf kalo aku pelupa," kata Mina pelan.