Sungyeol berbaring telentang diatas kasurnya, menghadap lurus ke langit-langit. Samar-samar, ia dapat mendengar suara napas Howon yang teratur dan tenang di ranjang yang berseberangan dengan miliknya. Rekan sekaligus teman sekamarnya itu sudah tidur sejak dua jam lalu.
Saat Sungyeol mengecek jam dinding terakhir kali, jarumnya menunjuk kearah 1 lewat sepuluh menit. Itu sudah sekitar sejam lalu, jadi pastinya saat ini sudah lewat jam 2 pagi. Dan entah mengapa, Sungyeol tak bisa membuat dirinya sendiri tertidur.
Ia menghela napas. Tubuhnya masih terasa lelah, namun otaknya menolak untuk istirahat.
Insomnia.
Kadang Sungyeol berpikir jika hal itu benar-benar mengganggu, karena ia akan merasa mengantuk dan tak jarang tertidur saat waktunya mereka latihan dan memulai rutinitas.
Tangannya bergerak kearah leher, tanpa sadar memainkan kalung yang melingkar di lehernya. Ia sering melakukan itu, mengelus, menggenggam, atau bahkan sekedar menyentuh kalung berliontin itu saat tak tahu harus melakukan apa.
Jika diingat kembali, ia bahkan tak ingat sejak kapan atau kenapa ia bisa memiliki benda itu. Sungyeol bukan tipe orang yang menyukai aksesoris, ia bahkan sering mengejek Howon dan Sunggyu karena memiliki tindik, dan Dongwoo yang sering mengenakan cincin berantai.
Tapi pengecualian untuk kalung yang selalu dipakainya itu. Tak ada anggota timnya yang pernah melihat kalung itu, karena selalu ia sembunyikan dibalik kerah baju.
Sungyeol merasa liontin yang menjadi bagian dari kalung itu sangat berarti, hingga tak ingin orang lain melihatnya. Seperti... ada sesuatu yang membuatnya sangat menyayangi benda mungil itu melebihi benda lainnya yang ia miliki.
Sayangnya, ia tak pernah berhasil mengingatnya. Ia selalu gagal mengingat siapa yang telah memberikan kalung itu padanya, kalung yang selama ini membantunya bangkit saat ia merasa tidak sanggup berdiri.
Terkadang, pemberian orang lain bisa menjadi alasan bagi seseorang untuk terus melangkah. Seperti kalung itu, kalung yang membuat Lee Sungyeol terus bertahan hidup hingga sekarang.
***
"Pagiiiii!" suara ceria Dongwoo menggelegar di ruang makan Bladeversty. Semua orang yang sudah duduk langsung menoleh, beberapa merutukinya karena terlalu ribut di pagi hari—seperti sekarang ini, sementara yang lain hanya tertawa atau menggeleng, tahu betul tabiat healer muda itu.
Dongwoo hanya nyengir saat para senior Offineere menatapnya kesal karena nyaris tersedak sarapan yang sedang mereka makan saat mendengarnya berteriak barusan.
Tak ingin diomeli oleh para professor itu, Dongwoo buru-buru kabur sambil memperhatikan seluruh ruangan, mencari ketiga anggota timnya yang tadi lebih dulu kemari. Ia bangun terlambat hari ini, hm, sebenarnya, ia memang yang selalu terakhir bangun.
"Hai, guys!" Dongwoo mendaratkan bokongnya di tempat kosong samping Howon, membuat Howon yang sedang menyuap makanan langsung tersedak karena kaget.
Sunggyu segera menyodorkan segelas air mineral pada anggotanya itu sebelum menoleh ke Dongwoo. "Berhentilah berteriak-teriak sepagi ini, Dongwoo." Ucapnya dengan nada memerintah yang khas.
"Maaf." Ucap Dongwoo sambil menunjukkan senyum lebarnya. Tanpa ijin, ia begitu saja meraih ayam di piring Sungyeol yang duduk dihadapannya. "Hey, ini kelihatannya enak!" dan dengan begitu, makanan itu langsung ia lahap, sementara sang pemilik ayam hanya bisa menatap horror.
"Yak, hyung!" protes Sungyeol. "Ambil sendiri sana!" sayangnya ia sudah terlambat. Paha ayam panggang itu sudah habis dimakan Dongwoo, menyisakan tulangnya yang dikembalikan lagi ke piring Sungyeol.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʙʟᴀᴅᴇᴠᴇʀsᴛʏ
FantasíaBladeversty merupakan sebuah organisasi rahasia yang bertanggung jawab menjaga keseimbangan dan kedamaian antara dunia manusia dengan dimensi lain maupun dunia lain. Para anggotanya memiliki kemampuan diatas manusia pada umumnya, yang dibagi menjadi...