"Buat apa?
"Gatau, kak."
Eva hanya mengangguk lalu berjalan kearah ruang BK dengan malas.
Gadis itu menghela nafas dan menyiapkan mental untuk berdebat dengan guru yang suka sekali memakai lipstick atau make up dengan warna ekstrem itu.
"Jangan ngalangin jalan bisa nggak sih??" Ucap sebuah suara jutek membuat Eva reflek meminggirkan badannya ke samping.
Itu adalah Delvin Adhitama,
Si most wanted SMA Harapan Bangsa.
Delvin itu si jenius kesayangan sekolah. Iya, anak kesayangan dan kebanggan semua guru di sekolah ini, diidolakan dan disukai hampir seluruh cewek Harapan Bangsa, semua cowok di Harapan bangsa juga berusaha menjadi temannya. Karena bagi mereka,Kalo lo bisa deket sama Delvin, udah pasti kecipratan famous sama pinternya dia.
Bahkan kakak kantin dan tukang kebun sekolah pun demen sama si Delvin ini.
Penampilan Delvin sangat berbanding terbalik dengan otak jeniusnya, disaat anak pintar pada umumnya memakai kacamata tebal dengan rambut disisir rapi, maka Delvin memamerkan bola mata hitam nya yang misterius juga memesona dengan rambut kecoklatan yang messy. Otak encer yang sering membuatnya memenangkan olimpiade dan
badan tinggi tegap dengan wajah tampan yang kharismatik dan bonus berasal dari keluarga kaya raya membuat Delvin banyak disukai gadis-gadis disekolah. Sayangnya, Delvin ini orangnya jutek dan dingin abis. Eva sebenarnya juga mengangumi sosok Delvin yang nyaris sempurna, namun hanya sekedar kagum. Dan itu Dulu, jauh sebelum gadis itu tau sifat Delvin yang dingin dan kurang ajar.
Mungkin kesannya terlalu klise dan berlebihan saat seseorang memberitahu dan menjelaskan padamu tentang sosok yang begitu sempurna ternyata exist didunia ini. Namun Delvin benar-benar nyata dan sedang berdiri tegap dihadapan Eva saat ini. Menatapnya tanpa minat lalu langsung masuk kedalam ruang BK. Delvin langsung menutup pintunya dengan sedikit keras tanpa menahan pintunya padahal ia tau Eva juga akan masuk. Eva hanya memutarkan bola matanya lalu membuka pintu kaca tersebut dengan agak kasar, heran kenapa ada begitu banyak gadis yang menggilai seseorang sekasar dan sejutek Delvin.
Eva berjalan ke meja Bu Mega dengan ekspresi tanpa minat, ada Delvin disana.
"Ada apa, Bu?" Tanya Eva kepada Bu Mega, guru paruh baya itu menatap Eva dengan tajam.
"Duduk. Ada hal yang ingin saya beritahukan kepada kalian berdua."
Lalu keduanya pun duduk di kursi yang berhadapan dengan sang guru.
"Eva, kamu tau kan bahwa nilai kamu turun drastis sejak kamu fokus pada bidang basket? Ibu tidak bilang fokus pada basket dan membanggakan sekolah dalam bidang jasmani itu buruk, malah itu merupakan hal yang sangat membanggakan. Namun alangkah baiknya jika kamu juga bisa memiliki nilai yang bagus selagi fokus dengan olahraga."
Eva terdiam sejenak.
"Oleh karena itu, Ibu minta tolong sama Delvin untuk jadi tutor kamu selama dua bulan. Kamu juga pastinya tau Delvin termasuk murid yang cukup bagus dalam bidang akademik. Ibu pikir dia pasti akan mengajari kamu dengan baik, bukan begitu Delvin?"
"Engga bu, saya ga mau ngajarin dia," ucap Delvin sambil melirik kearah Eva.
"Gua juga gamau ya diajarin sama lo!"
"Ibu tidak menerima alasan apapun. Pokoknya kalian harus setuju atau kalian tau sendiri konsekuensinya."
"Bu, siapa aja selain dia, please?" bujuk Eva dengan wajah memelas.
"Tidak, Eva. Apa perlu saya menghubungi ayah kamu untuk hal ini?"
Eva langsung terdiam, ia tidak pernah mau berurusan dengan kedua orangtua terutama ayahnya karena Eva sadar mereka sudah cukup membenci Eva dan ingin menyingkirkan dirinya, oleh karena itu ia lebih memilih untuk tidak cari masalah dengan mereka.
"Baiklah, saya anggap perjanjian kita ini sudah sah, kalian bisa mengatur jadwal belajar kalian sendiri. Dan sebagai bukti agar kalian tidak melarikan diri dari ini, maka kalian harus selfie setiap kali bimbingan dan kirim fotonya ke saya."
Eva dan Delvin terdiam menatap Bu Mega yang ucapannya begitu tidak masuk akal. Namun keduanya tau mereka tidak akan menang jika berdebat dengan guru keras kepala yang sedang hamil muda itu.
"Kalau begitu permisi, bu," ucap Eva dengan wajah bete dan langsung keluar dari ruangan. Delvin juga mengikuti gadis itu keluar, sampai di luar Delvin menarik bagian belakang kerah baju Eva hingga membuat gadis itu termundur beberapa langkah ke belakang.
"Apa?"
"Susun dulu jadwal belajar nya baru pergi."
"Kok jadi lo yang semangat, sih?" balas Eva.
"Bukan semangat. Tapi gue gamau kena masalah cuma karena orang kayak lo. Kita belajar tiap rabu sama sabtu jam lima."
"Sabtu? Ngga, ngga, gue gamau ngabisin malam minggu sambil belajar, apalagi sama lo! Hari selasa sama jumat aja."
"Oke," balas Delvin singkat sambil berjalan melalui gadis itu begitu saja.
"Dasar sok kegantengan!"
Eva berjalan meninggalkan Delvin setelah menginjak jari kaki lelaki itu dengan keras.
Sementara Delvin yang kesakitan berusaha untuk tidak berteriak membentak Eva yang sudah kabur.
Sementara Eva yang sibuk tertawa dengan recehnya sambil berjalan dan sesekali melihat ke belakang untuk melihat wajah masam Delvin tanpa sadar hampir jatuh karena menginjak genangan air yang entah darimana datangnya. Ia menutup kedua matanya dengan rapat.
'Plis plis ga lucu banget kalo gua amnesia atau meninggal cuma karena kepeleset kulit pisang. Bakal gua gentayangin tuh si Delvin tai.' Batin Eva.
Sudah beberapa detik Eva menutup mata namun ia malah merasakan seseorang menarik kerah baju nya agar bokongnya tidak menyentuh lantai.
Eva membuka kedua belah matanya dengan perlahan dan hal pertama yang ia lihat adalah wajah tengil Dalvin yang sedang menatapnya dengan wajah geli.
Eva tidak habis pikir kenapa masih ada manusia se menyebalkan Dalvin di dunia ini?
"Kalo mau nolongin orang yang niat kek! Masa kerah baju gua ditarik kayak monyet gitu!"
"Lu kan bukan orang."
"Jadi gua monyet gitu??"
"Lu yang bilang, bukan gua," ucap Dalvin sambil berjalan menjauh seakan Eva adalah bakteri.
"Ugh!"
➿➿
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Metanoia
Fiksi RemajaShe's not your typical bad girl. Kau tidak pernah tau apa yang ada di pikirannya. Disaat gadis remaja lainnya sedang sibuk berpacaran dan bersenang - senang, Eva justru menghabiskan waktunya sendirian didalam kegelapan kamarnya. Ketika tidak satu...