Prolog🍃

629 85 76
                                    

Jakarta, 12 Februari 2003

"Rara rambutnya Bunda kepang ya?" ucap Aisyah sambil memegang sisir lucu dan karet rambut warna-warni kesukaan Rara.

Rara kecil menggelengkan kepalanya kuat-kuat, "Nggak mau Bun, Kepala Rara pusing kalau dikepang"

mungkin ini sudah saatnya.

"Mmm... Kalau gitu, Bunda punya ide, Rara mau nggak pakai kerudung?"

"Kerudung?" Alis Rara berkerut.

"Kerudung seperti yang Bunda pakai?"

Aisyah tersenyum, "Anak Bunda sekarang sudah besar, kalau mau, Bunda pakaiin ya, kerudungnya?" ujar Aisyah sambil memperlihatkan kerudung biru donker, warna kesukaan Rara.

Rara mengangguk membiarkan Aisyah memakaikan kain tersebut.

"Anak bunda cantik," ujar Aisyah tersenyum menatap wajah Rara lekat-lekat. Ada perasaan bangga yang menjalar di hatinya. diambilnya selembar tisu di atas meja.

Layar ponsel Aisyah menyala. Ada telepon masuk. Hatinya mencelos.

"Pihak rumah sakit?"

Aisyah melirik jam tangan.
Pukul 06.00, terlalu pagi untuk medapatkan telepon dari pihak Rumah Sakit.

"Halo, Assalamualaikum"

".................."

"Ya, saya sendiri"

"..................."

"Innalillahiwainnallilhiroji'un"

Aisyah menangis. Menangis dengan pilu. Menangis dan menangis.

Rara kecil yang melihat Bundanya menangis juga ikut menangis, Sampai akhirnya..

"Abi kamu meninggal, Ra. Kamu yang sabar ya, Sayang."

Pagi itu, kediaman Aisyah, hanya suara tangisan pilu Raralah yang terdengar.

Rara!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang