Lari...
Sekencang angin yang menggoyangkan hati.
Sekencang amarah yang merusak nalar.
Sekencang keinginan untuk musnah dan hilang.
Dan lari selalu jadi akhir bagi tiap kisah yang aku mulai.Brukkk...
Jatuh...
Bagai daun kering yang tak kuat berpegang pada dahan.
Bagai hujan yang tak kuat menahan panas.
Bagai air mata yang meleleh karena bara.
Dan jatuh,akan selalu jadi luka demi lari yang menjadi akhir."Lu gak pa pa??"
Tangan...
Berapa banyak tangan yang terulur??"Gak..."
Dan bangun harusnya jadi semangat,harusnya jadi awal.
Tapi bangun,bagiku adalah melanjutkan sakit,melanjutkan hina dan tenggelam dalam kepalsuan lebih dalam."Lututmu berdarah tuh..."
Dingin,kasar.
Tangannya menyapu permukaan kulitku yang terluka,memberi lara diatas lara.
Tapi sejuk,sejuk yang terasa. Saat hembus napasnya beradu dengan luka yang menganga.Secarik kain hitam.
Ia tutup luka dengan secarik kain hitam.
Dan untuk pertama kalinya dadaku berdetak,nadiku berdenyut.Aku hidup.
"Bolos sekolah di hari pertama,huh??"
Senyumnya terkembang,namun pandang tetap pada luka.
Dingin,kasar.
Tangannya menyapu permukaan kain yang menutup luka,menyembunyikan laranya dari dunia.
"Huuhh...gue juga dulu bolos di hari pertama sekolah."
Senyum.
Aku benci senyuman hangat bak mentari.
Tapi senyum.
Senyumnya sedingin angin di awal fajar.
"MOS kan??"
Terduduk,ia memberi beban bumi dengan tubuhnya yang kurus,lusuh dan kotor.
"Sini..."
Ia adu telapak tangannya yang kasar dengan bumi yang tertutup lebatnya rumput di sisinya.
Dan duduk.
Aku terduduk disampingnya. Menambah beban pada bumi yang telah tua.
"Senior itu nyebelin kan?? Mentang-mentang mereka lebih dulu masuk sekolah. Mereka seenaknya aja ngatur kita."
Jauh.
Matanya menerawang pada barisan awan yang mencoba menghalangi hangatnya matahari.
Menyembunyikan kita dari mata langit."Bukankah manusia seperti itu??"
Jauh.
Aku pun tanpa sadar menerawang pada dalamnya langit yang biru. Biru yang membatasi kita dari gelapnya angkasa.
"Pffttt.... Bukankah terlalu jauh??"
"Hah??"
Pandang beradu.
Dan gelap.
Matanya gelap.
Lebih gelap dari lautan angkasa yang sering kali kulihat pada ujung malam.
Lebih gelap dari pandang yang tertutup kelopak mata yang telah lelah.
Lebih gelap dari kematian yang selalu jadi impian yang aku inginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ketika senja bertemu malam
Teen Fictionketika gelap bertemu dengan temaram cahaya yang menghangatkan. tapi gelap adalah serakah. yang butuh lebih dari sekedar temaram untuk menuntun jalannya.