"Rumah kamu di mana?" tanya Revan melihat cewek yang saat ini duduk di belakang lewat spion depan. Gadis melirik sekilas. Sebenarnya, dia malas bersuara.
Apalagi di pikiran Gadis adalah penyesalan: kenapa dirinya tidak sempat merobek bibir ceweknya Kak Ali tadi? Kalau berhasil, pasti kenangan itu akan terus menggelayut manja di ingatan cewek itu. Gadis akan sangat bangga menceritakan hal tersebut pada anak cucunya suatu saat nanti.
"Komplek Cempaka," jawab Gadis singkat sembari melihat ke luar jendela.
"Wah, kebetulan. Rumah kami di sana," sahut Revan girang. "Kamu di blok apa?"
"Blok E."
"Lumayan dekat." Revan mengangguk sekali dan melihat ke arah Gege yang sedang sibuk menyetir. "Kita anterin ke rumah temen kamu dulu, ya, Di."
"Ken—"
"Enggak usah," potong Gadis cepat. "Kita ke rumah kalian aja dulu. Biar gue jalan dari sana."
"Idih, siapa juga yang sudi nganterin elo?"
Jawaban Gege membuat raut Gadis menjadi datar. Revan sontak diam melihat perubahan wajah cewek itu. Dalam persekian detik, Gege berteriak merasakan kepalanya dipukul keras.
"ANJIR! SAKIT BEGO!"
Revan meringis mendengar suara Gege yang super keras. Gadis mendengkus, lalu tersenyum sinis melihatnya.
**
"Ini rumah kalian?" tanya Gadis setibanya di rumah Revan dan Gege seusai ke luar dari mobil.
"Iya," jawab Revan yang ternyata sudah duduk di kursi roda. "Kamu mau mampir dulu?"
Gadis tersenyum canggung. Setidaknya, ia harus bersikap baik pada cowok yang dipanggil Revan itu.
"Ngg—"
"Aldi!" Suara yang begitu familiar di telinga Gadis membuatnya cepat menoleh.
Di sana, wanita paruh baya dengan daster dan roll rambutnya keluar dari rumah. Mata keduanya saling bersibobrok dan detik berikutnya mengundang senyuman semringah seolah bertemu teman lama.
"Mantu?!"
"Ibu mertua?!"
Mereka pun saling menghampiri sambil berlari. Gadis dan Mami berpelukan erat seolah anak dan ibu yang baru saja bertemu sejak seabad lamanya.
"Mantu, kok tau rumah Mami?"
"Oh ini rumah Mami?"
Mami mengangguk di antara pelukan keduanya. Revan dan Gege masih terdiam pada aksi Mami dan cewek yang menurut mereka asing.
"Kamu—" Mata Mami terbelalak sesaat melepas pelukan dan melihat kondisi Gadis yang mengenaskan.
"Ya ampun, Mantu. Kamu kenapa?" Gadis meringis saat mami menyentuh luka di pipinya.
"Biasalah, Mami. Masalah perempuan."
Mami mengangguk mengerti dengan muka iba.
"Mami kenal?" Revan duluan bersuara.
"Iya, dong, kenal," jawab Mami bangga sambil merangkul pundak Gadis. "Namanya Gadis. Dia ini pelanggan setianya mami di grosir. Iya, kan, Sayang?"
Gadis mengangguk antusias.
"Tapi, kok panggilan kalian ...." Revan ragu untuk meneruskan. Ia takut telinganya saja yang mungkin sedang bermasalah.
"Emang kenapa? Terserah Mami, dong!" jawab Mami cuek. "Mantu, kita ke dalem yuk! Biar ibu mertuamu ini ngobatin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis [Completed]
Novela JuvenilGadisa Ananda. Perempuan pengidap buta warna parsial yang terpaksa melupakan cita-citanya sebagai dokter. Namun, Gadis tidak semudah itu menyerah. Ia berpindah haluan untuk berambisi menjadi jodoh calon dokter muda. Geraldi Mahendra. Laki-laki pena...