Seminggu mengerjakan lagu bersama cukup memberikan waktu pada Jieun untuk memperjelas perasaannya yang semula abu-abu. Dia berusaha profesional dalam rentang waktu tersebut. Meskipun beberapa kali obrolannya bersama Taeyang mengganggu pikirannya. Sejujurnya setelah hari itu Jieun menjadi sulit melihat Jiyong dengan cara yang sama seperti dulu.
Jieun menatap lekat sosok Jiyong di hadapannya. Ini adalah pertemuan resmi terakhir mereka setelah rekaman selesai. Permukaan meja halus memisahkan jarak mereka. Namun bentang itu tidak membuat Jieun sulit saat menangkap ekspresi yang tampak pada wajahnya. Tawa demi tawa yang keluar dari bibirnya tidak pernah nikmat didengar, kentara sekali dibuat-buat.
"Jieun," panggil Jiyong menginterupsi Jieun yang sedang tertawa. "Aku akan ke Jepang nanti malam."
"Benarkah? Pasti konsermu lagi." Jieun membalas seraya tersenyum.
Dalam kafe yang senyap tanpa audio keduanya berusaha memanfaatkan waktu yang tersisa.
"Setelah ini kita akan sulit bertemu," ujar Jieun kala Jiyong memasukan makanan ke dalam mulutnya. Jiyong menimpalinya dengan anggukan singkat. Mereka berdua tahu hal itu selain karena sorotan paparazi jadwal mereka sendiri sebagai artis pun sangat padat.
"Aku dengar, kamu akan wamil tahun ini, benarkah?"
Jiyong membetulkan posisi duduknya dengan menyilangkan kedua kakinya, "Iya, aku ingin istirahat, rasanya melelahkan terus berada di atas panggung."
"Wah, kita benar-benar akan sulit bertemu."
Jiyong terkekeh. "Hei, aku masih di Korea, kita bisa bertemu, temui aku jika ada waktu luang."
"Bolehkah aku mengunjungimu?"
Jiyong tertegun, kedua tangannya terpaut resah. Pertanyaan Jieun barusan seperti tengah memaksanya memilih. Sama halnya dengan bertanya bagaimana bentuk hubungan mereka. Apakah tetap dalam profesionalitas atau berubah seperti fantasinya.
"Tentu saja boleh," Jiyong memaksa senyumnya. "Seperti anggota grupku, kamu adalah keluarga bagiku."
Jiyong memilih opsi pertama. Jieun harus puas dengan jawaban itu meskipun kecewa karena ia berharap sejak awal. Bagaimanapun hubungan baik yang sudah mereka bangun tidak boleh hancur hanya karena hal ini. Jieun akan tetap menemuinya lagi untuk sekadar berbincang ringan atau sebuah kolaborasi mereka selanjutnya. Ya, hanya itu harapannya.
Suara hujan yang tumpah di atas bangunan kafe ikut memeriahkan perpisahan mereka sore itu. Seraya memandangi rintik air yang menabrakkan dirinya pada jendela transparan, keduanya menikmati suasana itu tanpa suara. Setidaknya hujan telah menahan mereka untuk berbagi waktu sedikit lebih lama.
***
SELESAI
KAMU SEDANG MEMBACA
PALETTE ✔️
Fanfic[END] Tidak seperti warna-warni pada sebuah palet. Kita hanya hitam dan putih kemudian tidak sengaja bertemu dalam abu-abu yang mendung. Image taken from Pinterest. Please don't copy my story!