"We're all a little weird. And life is a little weird. And when we find someone whose weirdness is compatible with ours, we join up with them and fall into mutually satisfying weirdness—and call it love—true love."
Robert Fulghum, True Love
***
Siapa Nata?
Nama lengkapnya Byantara Adinata. Ketimbang disebut sebagai anak IPS, bagiku Nata jauh lebih pantas disebut sebagai anak IPA yang tersesat di kelas IPS. Bukan karena sepasang matanya yang lebih sering bersembunyi dibalik kacamata setebal lima sentimeter—oke, ini berlebihan. Namun, menurutku dia memang tidak ada jiwa sosialnya sama sekali.
Katanya, Nata adalah sosok pintar nan jenius yang cenderung pendiam dan tidak punya banyak teman. Nyatanya, di hadapanku Nata adalah orang paling banyak bicara yang selalu berkata seolah dia tahu apa yang sedang terjadi di bumi bahkan di langit. Membuatku yang cerewet ini hanya bisa diam seribu bahasa tatkala ia berbicara.
Teman-teman Nata lebih banyak terdiri atas benda-benda mati seperti buku-buku tebal yang sama sekali tidak terlihat menarik untuk disentuh. Terkadang orang-orang menganggap Nata aneh, tetapi Nata lebih senang menyebut dirinya spesial. Cara Nata dalam menghadapi berbagai masalahnya selalu membuatku iri. Dia memang menyebalkan, tetapi dia juga terlah mengajarkanku banyak hal.
Perlahan, Nata merengkuhku pada kehidupannya yang ternyata lebih rumit dibanding isi kepalanya.
***
"Mau tau sebuah fakta mengejutkan?" tanya Nata. Sepasang matanya berbinar seolah informasi yang akan disampaikannya adalah informasi terpenting sepanjang sejarah kehidupan umat manusia.
"Enggak deh, makasih." Aku menyeringai, berniat untuk pergi saja. Sayangnya, lelaki itu menahanku. Kini binar matanya membulat sempurna. Aku tahu pertanyaan tadi hanya basa-basi karena mau tidak mau, dia tetap akan dengan sukarela menyampaikan isi kepalanya yang kadang enggak penting-penting amat itu.
"Kurang lebih dalam tiga belas ribu tahun mendatang, posisi Polaris sebagai bintang utara diprediksi akan digantikan oleh Vega. Mengejutkan banget, 'kan, Re?"
Aku hanya mengernyitkan dahi. Ternyata bukan cuma enggak penting-penting amat, tapi emang enggak penting banget!
"Wow, gue sangat terkejut dengan kata-kata tiga belas ribu tahun lo itu. Dan ternyata fakta itu amat sangat berfaedah karena pasti itu akan sangat berpengaruh sama kehidupan gue," jawabku sinis.
"Emang berfaedah kok. Faedahnya buat lo ya, Re, lo jadi paham bahwa Polaris yang tadinya selalu setia sama Bumi—enggak pernah ikutan pindah kayak bintang-bintang lain sekalipun Bumi berevolusi, pada akhirnya akan sampai pada titik di mana ia harus pindah sehingga dia tergantikan dengan bintang lain. Sama kayak manusia," lanjutnya lagi.
Perkataan Nata barusan jelas menyindirku. Kata-katanya memang selalu punya makna tersirat, membuatku mati kutu dan lebih memilih diam ketimbang menanggapi jalan pikirannya yang runyam. Apalagi kalau dia bicaranya sambil menatapku lekat-lekat begini. Sudah berulang kali aku berusaha membiasakan diri dengan tatapannya itu, tetapi, ia justru membuatku jatuh semakin dalam pada titik nan jauh di matanya. Semakin dia menatapku, aku semakin tak bisa berpikir. Sial.[]
***
Hola!
This is my first work on Wattpad! Nggak yakin akan banyak yang suka, tapi ya semoga aja ada yang mau berkenan untuk baca bahkan mau ngasih kritik saran untuk cerita recehan ini hehe^^
Regards,
-La aka betxelgeuse
YOU ARE READING
Bintang Utara
Teen Fiction"Polaris yang tadinya selalu setia sama Bumi-enggak pernah ikutan pindah kayak bintang-bintang lain sekalipun Bumi berevolusi, pada akhirnya akan sampai pada titik di mana ia harus pindah sehingga dia tergantikan dengan bintang lain. Sama kayak manu...