Akhir

2.2K 181 36
                                    

Gracia Shani mengucapkan nama itu dalam hatinya.

"Hai Shani. Aku Gracia"

Hai Gracia balas Shani dalam hatinya.

Aku merindukanmu. Tidakkah kamu merindukanku?

"Shan?" Reyhan menepuk pundak Shani ketika Shani tak merespon ucapan Gracia dan hanya menatap wajah gadis itu.

Shani memalingkan wajahnya.

"Shan, Gracia ini seumuran sama kamu loh. Dia baru pulang dari Singapore beberapa bulan yang lalu"

Singapore yaa

"Loh? Aku baru tau kalo adik kamu seumuran sama aku Rey?"

"Aku juga baru tau Gre. Kan kamu tau aku jarang di rumah. Kemarin aku ga sengaja liat KTPnya Shani. Ternyata taun lahirnya sama kaya kamu"

Gracia menggelengkan kepalanya.

"Shaniii" Suara dari dalam rumah mengejutkan Reyhan.

"Shan kakak pergi dulu. Salam buat Papa dan Mama" Ucap Reyhan sambil menarik tangan Gracia untuk meninggalkan rumahnya.

Shani menatap punggung kedua orang yang berlarian kecil meninggalkan rumahnya.

Gracia tidak mengingatku batin Shani.

"Shani, kenapa masih di sini? Ayo masuk" Papa Shani mendorong kursi roda anaknya. Mama Shani juga sudah berada di sampingnya.

Shani menahan pergerakan kursi rodanya. Kemudian menatap Papa dan Mamanya bergantian.

"Ma, Pa maafin Shani?"

.
.

Shani menatap meja kerjanya yang berantakan. Shani memang masih bersekolah di tingkat SMA, namun ia sengaja bekerja untuk mengisi waktu luangnya. Apalagi kini ia tinggal di negeri yang berbeda dengan orang tuanya.

Kenapa bisa tiba tiba Shani pergi?

Berterima kasihlah kepada seorang Shania Gracia. Hilangnya ingatan gadis itu membuat Shani bangkit dari keterpurukannya.

Mungkin saja hilangnya ingatan Gracia adalah alasan mengapa gadis itu menghilang begitu saja. Shani hanya ingin membuktikan bahwa Gracia bukanlah orang jahat. Ia ingin meyakinkan dirinya sendiri. Menanamkan keyakinan itu pada lubuk hatinya.

Shani tidak pernah membenci Gracia, perasaannya masih sama. Mencintai seorang Shania Gracia dengan sangat.

Cklekkk

"Shan, lo hari ini harus traktir gua makan sepuasnya"

Shani menaikkan satu alisnya, lalu memasang wajah datar andalannya.

Dio meletakan selembar kertas di meja Shani. Shani mengambil kertas itu dan membaca isinya.

"What the . . ."

Dio menyeringai kecil. "Gua hebat kan?"

"Gua akui lo memang hebat"

Shani berdiri, mengambil jaketnya lalu melangkah keluar.

"Ehh,, mau kemana lo? Traktir gua makan woyy"

Shani tidak mempedulikan teriakan Dio. Ia melangkah dengan pasti.

.
.

Shani duduk di sebuah rumah makan kecil di perkotaan. Rumah makan ini menyediakan makanan khas indonesia.

Sang pelayan menyerahkan buku menu pada Shani.

"Bisa saya bertemu dengan Ibu Rina?" Tanya Shani to the point. Ia bahkan tidak berniat melihat menu di depannya.

JikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang