2] Gerutu

48 6 1
                                    

...

Ada apa dengan Tania pagi ini, entahlah mungkin ada problem yang harus dia jalani hari ini.

Aku bingung pada Tania kenapa walau wajahnya cemberut dan masam, tetap terlihat menawan di mataku ?

Ah... jangan sampai aku jatuh cinta padanya, seorang preman peminta permen karet itu bisa apa, sampai sampai aku luluh hati padanya.

Ini masih di pertanyakan oleh batin ku, aku cinta padanya namun aku ragu untuk ungkapkan semua padanya.

Terlarut dalam bayang bayang benak yang kupikirkan, dan semua nya buyar dalam satu teriakan

"REHAN DARI TADI KAMU NGAPAIN SENYAM SENYUM SENDIRI, KAMU GILA YA ! MIKIRIN APA KAMU SINI LIHAT KEDEPAN"

Teriakan Ibu Tiwi yang terdengar hingga penjuru kelas. Tertawa lah semua anak murid terhadap wajah ku yang terlihat terkejut

"Iya... iya... bu maaf kan saya" ucap ku meminta maaf pada beliau sebagai tanda atas kesalahan perbuatan ku

Baru beberapa menit aku membayar permen karet di kasir koperasi , tidak - tidak lebih tepat nya beberapa detik yang lalu.

"Hai, kambing bagi permen karetnya dong, satu aja udah cukup bahkan kalo dua juga boleh hehe" ujarnya dengan senyum manis menyertainya

"Gak boleh, beli sendiri sana. Cuman 2 ribu apa susahnya kamu beli" ledek ku padanya seraya menaruh permen karet yang lain pada saku celana

"Rehan Pelit ih kuburannya sempit loh. Cie tegang ya habis di omelin sama Ibu Tiwi, rasakan itu tukang melamun !! kalau kesurupan gimana ? Kalo kamu kesurupan aku dukung paling depan malah"

Satu jitakan melayang pada kening gadis tengil itu "sudahlah diam kau hari ini aku tidak mau berargumentasi dengan mu dahulu, selamat siang" ku berjalan kecil meninggalkan Tania sendiri

"Hai Tania apa kabar ? Sudah lama aku tidak melihatmu sebelum aku ikut olimpiade IPA di Bengkulu minggu lalu" Suara yang amat begitu familiar di telinga ku. Tak lain dan tak bukan adalah teman ku yang bernama Gilang, aku tau kenapa alasan Gilang sewaktu waktu menyapanya.

Aku tahu sekarang perasaan Gilang saat ini adalah Menyukai Tania.

Aku pun bersikeras untuk tidak menoleh ke arah belakang dan membiarkan mereka berbincang sepuasnya. Hingga bel istirahat pun berakhir di teriknya mentari hari itu

...

Lean On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang