09

2.9K 493 152
                                    

Hari telah menggelap, tidak ada percakapan lagi sampai gerbong yang mereka naiki berada di paling bawah—pertanda permainan telah usai. Keduanya berjalan berdampingan, dengan [name] yang sibuk dengan ponselnya. Terus menerus mengecek pesan masuk yang Kuroo tidak tahu dari siapa. Seingatnya, gadis itu tidak mempunyai teman.

"Kau mau pulang?"

Kepala gadis itu terangkat, mengalihkan pandangannya dari ponsel menuju Kuroo.

"Malas," balasnya santai. "Aku dengar, ada festival lampion malam ini." Ia bergegas menuju sebuah bangku, lalu duduk di sana dan menepuk tempat kosong di sebelahnya.

"Tunggu lima menit lagi," katanya sambil memandang langit gelap. "Hei, kau mau berbagi setelah sekian lama?"

Setelah sekian lama. Kuroo terkekeh miris dalam hati mendengar kalimat itu.

Jemarinya saling bertaut, pundaknya disandarkan—lelah, satu kata yang tepat untuk mendeskripsikan semuanya. Bibir mungilnya yang tadinya terkatup pun mendesah, merasa penat menanti kebahagiaan yang tak kunjung datang.

Keduanya menutup mata, saling pura-pura tidak tahu. Menjauh secara perlahan, lalu hilang bagai tersesat di segitiga bermuda. Ajaibnya, setelah sekian lama melakukan skenario itu, keduanya perlahan kembali dekat. Baik [name] maupun Kuroo sepertinya sama-sama lelah.

"Ada banyak hal yang terjadi. Termasuk, sekarang. Aku bertanya-tanya kenapa sekarang aku bisa dekat denganmu lagi."

Gadis itu bermonolog. Kedua irisnya masih setia mengamati langit yang kian menggelap. Sinar oranye dari lampion pun berpendar, menerangi gelapnya malam yang makin ramai dipadati orang.

Harusnya festival menjadi hal yang menyenangkan, namun tidak untuk saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harusnya festival menjadi hal yang menyenangkan, namun tidak untuk saat ini. Nostalgia yang menyeret kembali peristiwa lama, saat ia masih belia dan belum berkenalan dengan kejamnya dunia.

Sentuhan di tangannya memecah lamunan. Kuroo mengusap lembut punggung tangannya.

"Festival ada untuk bersenang-senang. Lupakan dulu hal yang mengganggu sekarang."

Gadis itu tersenyum tipis, membenari perkataannya. Jika bisa pun ia ingin melupakan segalanya yang bisa membuatnya tertekan.

Kalau perlu, gadis itu rela menghantamkan kepalanya ke dinding dengan harapan amnesia atau mati sebagai bonusnya. Tapi ia tahu, kalau ia tidak mati saat itu, hanya akan membuatnya semakin terbebani untuk membayar biaya perawatan rumah sakit yang tentunya tidak murah.

Pemuda di sebelahnya tidak terlihat seperti seorang brengsek sekarang. Ah iya, lelaki brengsek pastinya akan bersikap manis di awal dan baru akan menunjukkan tabiat aslinya di akhir. Selalu saja seperti itu.

Ia menepis pikiran yang terbesit, lalu membuka layar ponsel— lalu kembali sibuk membidik lampion yang beterbangan memenuhi langit. Berlomba mencapai puncak, menyombongkan segala keindahan yang dimiliki.

IF I DIE TOMORROWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang