Seperti kabut yang menyelimuti badan gunung
Begitupula dengan tabir yang menyembunyikan tentang mereka. Tuntunlah aku agar selalu berada di jalan-Mu.***
"Nizar stop!!" pekikku dengan terengah engah berlari mendekati Nizar yang memukuli Sean tanpa ampun. Dia tetap melanjutkan aksinya sedangkan Sean terbaring tak berdaya di lantai. "Nizar tolong hentikan!" kataku namun dia tak menghiraukanku.
Entah apa yang merasuki Nizar sampai dia berbuat demikian. Dengan cepat kutangkis pukulan Nizar dan membiarkannya dalam genggamanku. "Cukup!" Nizar menatapku sejenak lalu menghela napas kasar sambil melepaskan tangannya dariku.
"Ana akan mengantarmu pulang, Aisyah," katanya lalu melangkah pergi. Aku menunduk membantu Sean yang meringis kesakitan. Tampak wajahnya membiru dan ada juga pada tangan serta bercak darah disudut bibirnya. Kasihan sekali.
"Satria sudah menunggumu," katanya setengah berteriak. Aku membantu Sean duduk dan memeriksa apakah keadaannya lebih buruk dari kelihatannya. Langkah Nizar terhenti saat menyadari aku yang tak menghiraukannya. Pandanganku kini beralih pada sean.
"I'm fine my lady. Don't worry about me," katanya sambil mengulum senyum tipis. Baik apanya! Sudah tahu wajahmu membiru kau bilang baik-baik saja? Aku menghawatirkanmu! "Are you sure? I can waiting for you if you want," hiburku.
"I know," jawabnya singkat. Nizar mendekat dengan langkahnya yang panjang, sesekali berdecak.
"But no this time, your buttler not allowed me," candanya. Aku hanya mengangguk pasrah lalu mengikuti langkah nizar menuju parkiran. "Take care sean!" Dia mengangkat ibu jarinya keatas sampai dirinya hilang dibalik tikungan.
Di mobil kami duduk beriringan dan membisu, yah, walaupun memang selalu seperti itu tapi kali ini tidak membuatku nyaman. Tipikal cowok pendiam jika sedang marah terlihat sangat menyeramkan. Ingin ku bertanya tentang perkelahian mereka tadi, tapi urung karena aku taju akan memperburuk mood Nizar. Jadi aku memilih memandang keluar jendela. "Jangan dekati dia lagi!" katanya dengan nada tertahan.
Sekali lagi aku mendengar larangan mendekati Sean selain dari mulut Satria. Baru aku membuka mulut Nizar menyela. "Ana tak suka anti dengannya. Dia lelaki yang tidak baik, jangan dekati dia lagi apapun alasannya. Anti bisa dapat yang lebih baik darinya," katanya jengkel.
"Kenapa kamu jengkel? Kamu tidak suka? Atas dasar apa kamu menuduhnya seperti itu?" kataku tak mau kalah. Untuk beberapa hal kupikir seseorang harus meminta pendapat dari orang yang menghabiskan banyak waktu bersama orang tersebut sebelum menilai seseorang. Nizar bertemu Sean di kampus yang sama, bukan menutup kemungkinan dia tahu tentang Sean, kupikir Nizar tidak tahu banyak dibanding aku.
"Dasar? Oh! Seperti dugaan. Kamu memang selalu seperti ini. kamu hanya melihat apa yang ingin kamu lihat bukan apa yang seharusnya kamu lihat!" kalimat itu... aku mengerutkan dahi, apa maksudnya?
"Untuk apa kamu memukulinya seperti itu?" Nizar enggan menjawab sementara emosiku sudah naik. Jelaskanlah semua yang ada dibalik tabir ini Nizar. Apa yang sebenarnya terjadi? "Jawab ana!" Nizar diam, dicengkeramnya stir mobil untuk menahan emosinya.
"Jawab nizar!" kataku hampir berteriak. Tiba-tiba Nizar membanting stir ke bahu jalan. Dia memejamkan mata sejenak lalu menatapku tajam.
"Kamu ingin tahu alasanku?!" Aku mengerjabkan mata dengan mulut terbuka tapi dapat segera kukendalikan walaupun masih shock dengan apa yang terjadi. Astaghfirullah.
Nizar menghembuskan napas kasar, pandangannya turun dan kembali menjalankan mobil. Aku segera menguasai diri kembali tenggelam dalam kesunyian diantara kami.
"Afwan ukhti. Aku terbawa emosi, aku bahkan tidak tahu mana emosi karena Sean atau menanggapi pertanyaanmu. Maafkan aku," ujarnya sembari kembali fokus menyetir.
"Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf karena bertindak berlebihan ketika menyangkut Sean, aku menyesal. Apa kita berteman lagi?" pintaku sambil mengulas senyum yang dibalas dengan senyuman. Aku menghembuskan napas panjang. Leganya..
"Kamu ingat waktu kamu dan Satria berkelahi ditaman ma'had Nisa? Aku penasaran alasan kamu melakukan itu," kataku mengalihkan perhatian yang membuat pipi seputih susunya memerah. "Limadza akhi? Wajah kamu merah banget," godaku sambil terkikik geli.
Nizar jika sedang malu terlihat sangat manis. Mendengar pertanyaanku tadi dia langsung menurunkan suhu AC mobilnya. "Aku kepanasan!"
"Kukira kamu malu atau semacamnya. Kamu tahu, waktu itu aku mengkhawatirkanmu""Benarkah? M-maksudku kenapa kamu tidak khawatirkan Satria, dia adalah kakakmu?" tanyanya masih dengan wajah yang merona. Nizar manis sekali.
"Tentu saja tidak. Satria adalah atlet taekwondo terbaik di perguruan kami. Dia pernah mematahkan leher lawannya. Jadi aku tidak mau itu terjadi padamu, apalagi itu karena aku. Aku bisa di-DO lagi," terangku. Senyuman terlukis indah diwajahnya yang kembali putih.
"Itu tidak sepenuhnya benar!" "Kenapa?"
"Aku juga atlet tapak suci terbaik di pondok. Satria beruntung karena hanya mencicipi salah satu jurus milikku. Lagipula itu bukan karenamu Aisyah. Jangan GR deh! hahaha," elaknya. Aku mencebikkan bibir. GR? Sudah jelas bin nyata itu karenaku.
"Hasanan, kalau begitu aku menyesal mengkhawatirkan mu! Jika kamu berkelahi lagi aku akan menghawatirkan lawanmu saja. Ma'asalamah akhi," kataku sambil melipat tangan didada membelakanginya, berpura-pura merajuk. Tak kusangka tangannya terulur menyentuh puncak kepalaku kemudian membelainya lembut. Nizar?
TBC
A/n: kenapa Nizar mukulin Sean ya? Pantengin terus aja.. Part selanjutnya bakal lebih seru. Maaf karena jarang update Dear Allah. Lagi PAS (penilaian Akhir Semester), sama nyiapin kegiatan sekolah. Marhaban yaa Ramadhan. Maaf kalo di dalam cerita ini ada kata-kata yang tidak seharusnya, typo yang bertebaran atau yang kurang berkenan dihati (author juga manusia yah). Terus vote and comment! Happy reading..
With love,
Winda
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Allah
Spiritual[SLOW UPDATE] Cerita ini dibuat atas dasar kurangnya minat terhadap cerita berbau spiritual, Semoga anda sekalian berminat membaca cerita ini. Menceritakan tentang hijrah seorang gadis yang terkenal suka membuat keonaran. Dipisah dengan kakak kesa...