1. Clint Andinata Frederick

95 8 2
                                    

Halo. Berhubung belom horror, gapapa lah ya update siang. Mehehe. Selamat membaca.

Hari ini, seperti hari-hari biasanya. Tidak ada sesuatu spesial yang harus kamu tahu soal ceritaku. Percayalah. Namaku Clint, dan kamu akan menyesal pernah mengetahui kisahku.

Ini hari ke-15 aku tinggal bersama Abigail. Oh, dia bukan istriku, pacarku pun bukan. Seandainya bisa, mungkin sudah terjadi. Tapi duniaku dan dunianya terpisah sangat jauh. Jika menatapnya, bukan benih kasih sayang yang timbul, namun ketakutan luar biasa yang kuyakin akan menyinggungnya. Jika menyentuhnya, bukan kehangatan yang kudapat. Melainkan membekunya aliran darahku karena kulitnya sangat dingin.

Tetapi aku peduli padanya. Sebuah empati yang belum pernah ada, belum pernah diciptakan bahasanya. Sesuatu yang tidak memiliki komitmen, namun melebihi rasa cinta manusia biasa.

Aku menatap keempat sisi tembok yang kuharap setiap hari tumbuh lebih besar. Aku terkunci di sini, di dalam ruangan yang tidak seharusnya siapa pun, bahkan aku, memasukinya. Di sini sangat gelap, hanya ada satu lampu kuning redup yang kuyakin sudah sangat tua. Jika saja suatu hari nanti aku terbebas dari sini, mataku pasti akan sakit kembali menyapa teriknya matahari.

Aku haus, tetapi sudah dua hari ini aku tidak kencing lagi. Aku lapar, namun tidak ada serangga, atau cicak yang bermain-main. Aku sudah tak tahan dengan kondisi, dan bau tubuhku sendiri. Aku lebih lengket daripada lem, dan lebih bau daripada toilet sekolahmu. Janggutku sudah tumbuh nyaris melewati leherku. Rambutku panjang dan lepek, sama sekali tak tersentuh air.

Namun, di sini, di ruangan ini tetap wangi.
Wangi Abigail.
Abigail-ku.

Tubuhku berkeringat, padahal di sini terasa sangat dingin hingga menusuk tulang-tulangku. Aku memeluk diriku sendiri dari sini, dari tempat yang sudah lebih dari 350 jam kutinggali. Kumohon, aku lapar, aku haus. Aku ingin makan hingga perutku meledak, aku ingin minum sampai tak ada lagi yang bersisa di tubuhku selain mineral. Tolong aku.

Kepalaku pening, aku mulai tak sadarkan diri. Aku berhalusinasi lagi.
Ketika bayangan-bayangan hitam mulai merasukiku, Abigail berdiri di depanku. Dengan gaun cantiknya. Sebetulnya sampai saat ini aku tak dapat menebak warna gaun Abigail. Terkadang aku melihatnya berwarna putih, lalu abu-abu, lalu merah pekat, lalu hitam. Entah mana yang benar. Tapi, tidak. Aku takkan memberitahumu seperti apa rupa Abigail itu. Kalau tidak, kamu akan menghakiminya. Mengatainya jelek dan jahat. Biar kuperkenalkan pada kalian, siapa Abigail itu.
Ini kisahku bulan lalu.

***

Hidupku terlampau membosankan. Aku bahkan memiliki jadwal disiplin untuk mencegah kehidupanku berjalan di luar koridor semestinya. Orang-orang berkata, hidup akan terlalu membosankan jika dilewati dengan cara seperti itu. Tetapi, bukankah hidup juga terasa begitu berharga untuk hanya melakukan hal-hal yang remeh?

Usiaku dua puluh satu. Aku semakin tua setiapku bernapas. Aku benci menjadi tua, kurasa itu juga yang dirasakan semua orang.

Aku membenci hidupku. Sering kali aku menuntut mengapa aku harus dilahirkan. Untuk apa aku hidup? Untuk apa aku merasakan hal-hal mengerikan seumur hidupku? Rasanya hidup tak menawarkan apa-apa untukku. Yang ada hanya masalah dan masalah yang memaksaku untuk selalu menyelesaikannya. Orang bilang itu proses pendewasaan, aku bahkan tak ingin tua. Orang bilang masalah takkan selesai jika dihindari, aku juga bahkan tak ingin punya masalah. Tetapi sesaat setelah itu, aku segera sadar dan mencoba mengingat-ingat semua nikmat yang kupunya, yang sekali lagi sebenarnya tak pernah kuminta.

Tiga paragraf kumenulis, dan aku hanya mengatakan semua tentang kebencian. Yah, Tuhan pun tahu aku seorang pengeluh. Tetapi aku bukan pengeluh seperti orang-orang yang berharap kaya namun tak mau bekerja, dan ingin pintar namun tak ingin belajar.

Secret RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang