Aku sampai di rumah. Malam ini cukup dingin, dan bodohnya aku tak memakai pakaian hangat untuk keluar sendirian.
Begitu keluar dari mobil dan mulai melangkah masuk, perutku tiba-tiba mual. Setiap sabtu rumah ini memiliki penghuni yang lengkap. Semua orang ada di dalam, dan membuat otakku selalu saja membayangkan skema pembunuhan hebat yang bisa aku lakukan jika saja aku sedikit lebih berani daripada ini.
Cepat-cepat aku melangkah masuk dan berusaha menghindari konfrontasi-konfrontasi yang lebih mirip seperti omong kosong, yang akan terjadi jika saja aku berdiri lebih dari tiga detik di hadapan mereka.
Aku melihat Ibu yang sedang berbincang di telepon rumah dengan senyum nakalnya. Abraham, suami ibuku yang tidak mempermasalahkan keberadaanku, yang tidak pernah mau menatapku, yang sampai saat ini tak pernah habis kupikir mengapa ia sangat mencintai seorang maniak seperti ibuku itu sedang menonton acara tinju di TV bersama sloki dan setengah isi vodka di botolnya yang sudah ia habiskan. Matanya yang sayu memaksakan diri untuk bisa mengetahui hasil akhir siapa yang akan memenangkan pertandingan di ring sialan itu. Masih dengan pakaian kantornya, ia terlihat lebih berantakan daripada kucing tanpa tuannya.
Mereka sadar akan kehadiranku. Namun, bukankah mereka tak mau repot-repot menanyakan dari mana aku, kenapa pulang selarut ini? Tentu mereka memiliki urusan yang jauh lebih penting dari itu. Seperti berselingkuh dan menemukan perbincangan baru dengan teman-teman sekantornya.
Melangkah ke lantai atas, kudengar lagu heavy metal yang terputar di kamar Jeff. Mendengar dari luar saja telingaku rasanya mau meledak. Aku harap suatu hari ada tetangga yang datang membawa polisi dan mengeluh ia tak pernah bisa tidur setiap malam minggu.
Selanjutnya aku melewati kamar Stephanie yang di permukaan pintunya ditulis ‘Clint dilarang masuk’. Cukup tenang di sana. Aku tak mau membayangkan sedang apa sebenarnya Steph di dalam, mengingat semua yang kupikirkan tentang keluargaku tercinta hanyalah sebatas ketidaknormalan.
Aku masuk ke dalam kamar untuk menyimpan rapi tasku, mengganti baju, dan mengikat rambutku yang sudah terlalu panjang. Mengambil ponsel, segera aku keluar dan melihat Steph berdiri di ambang pintu kamarku.
“Kamu melewatkan makan malamnya, Clint. Lagi,” tegur Steph dengan hiasan make up yang belum ia hapus. Untuk apa dia tidur memakai lipstik?
“Aku tidak selera makan.”
“Cuma satu kali seminggu kita makan malam bersama. Kenapa itu susah banget kamu terapin?”
“Kenapa kamu pengen banget aku isi kursi kosong itu untuk ngobrolin hal-hal yang nggak penting?” tukasku, balik bertanya.
“Justru itu. Kalau kamu ada di sana tadi, kamu bakal jadi satu-satunya orang yang disudutkan, ditegur, dan dihina. Aku dan Jeff nggak pantes dapetin itu.” Sudah kuduga, itulah alasannya ia sangat ingin aku ikut makan malam tadi. “Seharusnya Ayah sudah mulai menerapkan sanksi bagi siapa saja yang melewatkan makan bersama di sabtu malam.”
“Terapkan saja itu untuk keluarga kalian.” Suaraku bergemuruh tajam hingga membuat Steph mengernyit.
“Maksudmu kamu bukan bagian dari keluarga ini? Bagus kalau kamu tahu itu. Lantas kenapa kamu masih di sini? Kamu masih butuh uang dari ayahku yang jika saja kamu nggak ada di sini bisa kubelikan Cadillac?”
Aku termenung beberapa saat. Sampai kapan pun Steph akan merasa lebih kuat dan berkuasa daripada aku. Itulah yang menyebabkan ia masih saja berani ketika aku memberikan gertakan-gertakan padanya. Ia tahu aku masih belum bisa berdiri sendiri.
Aku berjalan melewati tubuhnya dan dengan sengaja menabrak bahunya. Aku berjalan cepat menyusuri tangga. Kamu bisa katakan aku lemah karena aku lari dari gadis itu. Tapi sungguh aku tak bisa menampar mulut kotornya seingin apa pun aku.
Lagi-lagi aku lewat di hadapan Ibu dan Abraham dan merasa lagi-lagi menjadi hantu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Room
HorrorSeorang pematung andal, Clint--secara tidak sengaja terkurung dalam sebuah ruangan yang puluhan tahun tak pernah dibuka. Di sana lah perkenalannya dengan Abigail, hantu cantik penunggu ruangan itu dimulai. Awalnya Clint ketakutan, dan mencari jalan...