2

50 12 4
                                    

Sepasang muda mudi berjalan sempoyongan memasuki sebuah motel yang terletak jauh di pelosok desa.

Motel yang sangat terpencil dan sulit untuk di lacak.

"Ahhh aku sudah lelah." Ucap sang wanita sambil tersenyum menggoda.

"Ayolah, kali ini saja." Bujuk yang pria.

Tangan sang pria perlahan - lahan menurunkan semua pakaian yang dikenakan sang wanita hingga tak tersisa. Kemudian ia membanting wanita itu ke tempat tidur.

Mata tajam itu menatap setiap lekuk tubuh yang entah sudah berapa kali dijamah oleh pria hidung belang.

"Akh!"

Wanita itu terperanjat menatap sang pria saat mengetahui pria itu menggores perutnya dengan sebuah silet.

"Maafkan aku."

Pria itu tertawa menapakkan senyuman anehnya. Matanya tampak berkilat walau hanya mendapat pencahayaan yang minim.

"Aku akan membersihkan darahnya."

Pria itu menjilat darah yang menyembul dari luka yang berada di perut si wanita.

"Ssshhhh." Desisan si wanita merasakan perih di lukanya.

"Apakah sangat sakit? Aku hanya menaruh perasan lemon dilidahku." Ucapnya dengan wajah polos.

Pria itu kemudian melanjutkan aksinya dengan menggoreskan lebih lebar silet yang berada di antara jarinya.

"Sudah cukup orang gila!"

Wanita itu mendorong sang pria kemudian berjalan dengan tertatih - tatih menuju pintu.

"Quo vadis?"

Suara yang teramat kelam. Perasaan dingin dan mencekam menusuk hingga ke tulang. Wanita itu mulai bergetar. Dengan panik ia mengguncang gagang pintu hingga rusak.

"Aaaaaaaa! Jangan mendekat!!!! Tolongggg!!!! Tolong akuuu!!! Moros ada di sini!"

Wanita itu berteriak sekuat tenaga tapi tak ada yang datang. Pemilik motel berada di depan pos jaga yang berada di gerbang motel dan hanya mereka berdua tamu di motel itu yang mengambil kamar di lantai paling atas.

"Berteriaklah sesuka mu, aku menyukai itu." Pria yang disebut Moros itu terkekeh.

"Kemarilah sayang."

Sebuah pisau dengan permukaan yang sangat bersih membuat wanita itu makin gemetar. Rasa luka sayatannya pun sudah terasa hingga ketulang - tulangnya.

"JANGANNNNN KUMOHON LETAKKAN PISAU ITUU!"

Wanita itu mulai terisak sambil duduk meringkuk di samping pintu. Tubuhnya bergetar hebat merasakan takut yang teramat.

"Baiklah. Aku akan meletakkannya."

Moros meletakkan pisau daging itu di atas meja. Tapi, tangannya meraih pisau lain yang adalah pisau buah.

"Apa yang akan kau lakukan?!" Pekik sang wanita panik.

"Tentu saja aku akan mengupas." Jawab Moros enteng.

"Apa yang akan kau kupas?" Wanita itu tampak mulai memukul - mukul pintu yang ada di belakangnya, berharap pintu itu jebol membuatnya bisa kabur dengan cepat.

"Apa lagi kalau bukan kulit mu." Moros mulai melangkah perlahan menghampiri sang wanita.

"Kemarilah."

Mata pisau yang tak terlalu tajam tapi sanggup melukai seseorang bila di tekan kuat itu menyentuh kulit putih mulus milik si wanita. Ia menari - nari diiringi cipratan darah.

"Arrggghhh! AAAAAAAHHHHHHHH! KUMOHON BERHENTIII!"

Wanita itu mulai menitikan air matanya tidak bisa menahan sensasi perih di sekujur tubuhnya. Sekarang ia tampak seperti monster tanpa kulit dengan darah yang terus mengalir dari tubuhnya.

"Aku boleh minta ginjal mu kan?" Tanya pria bersurai hitam itu dengan mata yang berbinar.

"Ah, tapi ginjal saja tak cukup. Bagaimana kalau semua organ dalammu saja?" Moros kemudian menggeleng menyadari kesalahannya sambil menunggu jawaban sang wanita.

"Tentu saja tidak!" Histeris sang wanita.

"Kau masih punya kekuatan untuk teriak ya." Moros tersenyum licik.

"Mari kita masuk pada intinya."









Tbc.
Maaf atas keterlambatan up🙇🙏
Chapnya juga pendek. Sorry😔

Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang