Awalan

52 1 0
                                    

Jatuh cinta adalah sebuah fitrah manusia. Sama sepertiku yang merasakan perasaan sayang terhadap sosok yang bahkan belum pernah kulihat dengan nyata. Mulanya kupikir hal ini hanya sebuah rasa kagum semata. Tetapi kekaguman itu lenyap seiring waktu dan memberikan ambisi lebih dari rasa kagum itu.

"Kamu mah gitu, Ya. Udah baper sendiri, nyesek sendiri sampe ngarep sendiri tapi kok masih bisa tetep setia jaga rasa buat dia. Naya... Naya... Aku gak pernah ngerti jalan pemikiranmu deh." temanku Mila yang terus bersedia menjadi tempatku berkeluh kesah sepertinya kali ini ia yang mengeluh akan kisahku untuk yang kesekian kalinya. Sambil duduk di kursi taman kota, kami seolah asyik dengan obrolan kami selepas jam pulang sekolah usai.

Benar apa yang dikatakan Mila sebelumnya, tetap bertahan pada seseorang yang membuat perasaan menyakitkan itu ada dua pilihan, dia benar-benar sayang atau bodohnya keterlaluan.

Pernah terpikir juga, kenapa aku masih terus menjaga perasaanku untuknya sedangkan sekedar untuk rindu pun apa hak nya?

"Yaa... Apa boleh buat, untuk sekarang tak ada seseorang yang membuatku tertarik untuk mencoba sebuah hubungan," ujarku mengelak.

"Lalu banyaknya cowok yang suka sama kamu itu apa? Mereka jelas-jelas udah jadi dambaan cewek lain. Asal kamu tau ya Nay, kamu itu perlu buka hati, mata, sama pikiran kamu. Kamu gak bisa terus-terusan dalam bayangannya Adnan tanpa kamu sadari ada banyak yang pengen bikin kamu lebih nyaman," ujar Mila sepertinya sedang menahan kesal padaku.

"Kamu kayak nutup mata kamu seolah-olah gak ada lagi orang lain selain Adnan dalam pandangan kamu yang bahkan matamu pun kau pejamkan," lanjut Mila, aku menolehkan kepalaku terhadapnya, matanya seolah memberitahuku untuk melepaskan perasaanku kepada Adnan dan melupakannya.

"Apa maksudmu, Mil?" aku tak mengerti, apa yang ia maksud dengan mata terpejam tetapi hanya memandang satu sosok yang kuimpikan.

"Denger Nay, kamu terlalu dalam suka sama Adnan, bahkan aku gak tau kamu itu obsesi sama dia atau emang beneran punya rasa sama dia. Tapi please lah, kamu jangan bikin hati kamu sakit karena perasaanmu sendiri. Yang ada dalam bayangan kamu Adnan Adnan Adnan. Kamu gak pernah liat, banyak orang yang punya rasa sayang sebesar rasamu untuk Adnan yang ditujukan untukmu. Tapi pandanganmu tetap untuk Adnan yang bahkan keberadaannya pun belum nyata kamu sendiri liat secara beneran." Aku tertegun dengan ucapan Mila. Ada benarnya juga ucapannya. Tapi kenapa rasanya sulit sekali.

"Ucapan kamu ada benernya. Tapi percaya sama aku Mil, aku beneran sayang sama Adnan, bukan cuma obsesi pengen milikin dia, tapi cukup nikmatin moment sama dia aja bener-bener udah bikin aku bahagia," ucapku sambil memandangi langit yang berwarna jingga. Kudengar Mila menghela napas berat.

"Aku percaya sama kamu Nay, lalu kenapa kamu nggak pernah ngomongin perasaan kamu secara langsung ke Adnan?" tanya Mila.

"Aku takut, Mil, aku takut dia ngilang, terus pergi dan akhirnya tak pernah kutemukan jika seandainya aku ngungkapin perasaanku." ujarku lalu menoleh ke arah temanku.

"Aku ngerti perasaan kamu, dan aku bingung juga kalo hal itu. Aku dukung kamu, aku dukung keputusan terbaik kamu. Entah apapun itu asal yang baik-baik, jangan yang jahat-jahat. Hahaha." aku ikut tertawa mendengar ucapan Mila.

Hari semakin gelap, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Kupandangi ponselku lalu setelahnya menengadahkan kepalaku memandang langit.

Aku percaya, jika memang Tuhan berkehendak maka pertemuan yang selalu kuharapkan itu akan terjadi pada waktunya.

Walaupun percakapan diantara aku dan Adnan hanya terbatasi oleh jarak tetapi kami masih tetap bisa terhubung dengan ponsel.

Tapi apakah perasaanku dan Adnan juga terhubung?

"Nayaaaaa! Sini cepetan! Kamu bengong terus ih, mukanya kaya koala loh. Hahaha," teriak Mila sambil berlari.

Segera kususul dia karena akibatnya orang-orang yang berlalu lalang malah memperhatikanku, bahkan yang diam-diam menahan tawa.

"Awas kau Milania Rossa, tak akan kuampuni kauuu!" balasku dan mengejarnya geram.

Setidaknya aku masih memiliki teman yang mendukung keputusanku disaat semua orang menyalahkanku.

***

Sorry I Can't Say

***

Cerita baru fiction teenager. Enjoy yaa, btw, bukan based on true story kok.

Sorry I Can't Say Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang