Suatu hari, di kala kita--gue sama Randy-- masih bersama, dia pernah bikin gue ngambek parah.
Ceritanya gini. Kira-kira kita pacaran udah dua bulan. Malem hari, kita sering banget telfon-telfonan. Nggak memungkiri kalo gue emang bahagia sama dia, beda sewaktu gue sama Fero. Dia nggak pernah telfon gue. Jangan merintahin buat gue nelfon duluan! Karena gengsi gue tinggi banget, ngalahin Burj Khalifa.
"Ran. Lo tahu nggak?"
"Nggak. Kenapa?"
"Ish. Gue belom selesai ngemeng tahu." Gue mencibir Randy.
"Oke. Emang tadi mau ngemeng apaan?"
"Salah satu suami gue putus sama pacarnya. Gila gue bahagia banget!" Jawab gue kelewat antusias.
"Git? Lo melukai perasaan gue banget."
"Ih jangan lebay deh." Dalam hati sebenernya gue ngakak. Tapi, nggak gue tampilin ke permukaan. "Lo nggak nanya siapa suami gue?"
"Nggak bakalan inget juga gue mah."
"Nanyain kek."
"Nggak mau Gita,"
"Ran, tanyain! Satu kali doang!"
"Nggak Git. Mending gue nanya apa faedahnya kita debat kusir kaya gini."
"Gue bukan kusir."
"Iya, bukan. Tapi, kudanya."
"Si kampret!"
Tapi, abis itu obrolan kita ngalir gitu aja. Sampai gue denger dia genjreng-genjreng gitar. Gayanya sok iya banget njir.
"Lo ngapain genjreng-genjreng?" Tanya gue. Baru tahu juga kalo dia ada gitar sebenernya.
Randy nggak langsung jawab. "Mau pamer aja kalo gue udah bisa kunci C."
"Ya ilah! Kunci C doang pamernya ngalahin Syahrini!" Sambar gue sembari sibuk nyisirin rambut yang udah mirip sarang burung saking lamanya nggak gue sisir.
"Jangan salah! Satu kunci juga berharga Git!"
"Iye. Iye."
"Lo lagi ngapain sih? Suaranya jauh amat? Biasanya lo napas aja sampe kedengeran di gue."
Muka gue langsung merah. Sedeket itukah gue? Anjir bat!
"Jangan bilangin aib gue dong!"
"Bukan aib. Ini fakta tahu. Eh? Belom dijawab noh pertanyaan gue."
"Gue lagi nyisir."
"Nyisir apa?"
"Bulu domba!"
"Oh? Shaun The Sheep di rimah lo? Salamin gih. Bilangin gue salut sama badan krempeng dia."
"Tai lo ah."
"Eh iya! Lupa. Gue pengen nyanyi buat lo. Dengerin! Suara gue mahal. Nggak bisa ngebayar kalo nggak denger sekarang Git."
"Ck. Nggak usah sok romantis keles. Nggak mempan."
"Dih, belom denger sih. Dengerin sekarang!"
"Iya."
Awalnya suara gitar yang gue denger. Boong banget katanya cuma bisa kunci C. Nyatanya itu bullshit. Dia udah sibuk genjreng-genjreng sampe bikin gue mikir, jangan-jangan dia emang bisa nge-gitar udah lama tapi gue yang nggak tahu.
"Berawal dari tatap
Indah senyummu memikat
Memikat hatiku yang hampa lara"Gue mrenges. Suara Randy emang nggak seenak dan seempuk suaranya Rendy Pandugo. Tapi, nggak tahu aja kalo gue saat ini suka sama suara dia. Walaupun kadang nadanya agak meleset juga. Tapi, oke lah kalo dibandingin gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaleidoscope of Lie (Completed)√
Novela JuvenilBuat Pritagita yang mukanya sering gue jadiin bahan imajinasi Lo nggak usah geer baca tulisan di atas. Gue cuma lagi khilaf doang imajinasiin lo. To the point aja kaya yang lo suka. I adore you. Nggak usah mesem!