15 - Surprise

635 103 20
                                    

Gue melangkah gontai ke arah kelas. Walaupun udah dapet pencerahan dan berusaha tegar buat menerima kenyataan, tetep aja gue males masuk ke kelas. Ditambah status Camila dengan Radit yang selalu terngiang diotak gue, makin buat gue tambah males.

Kaki gue udah mendingan, gak sesakit kemarin kalau jalan. Tapi sakitnya malah pindah ke hati. Sangat memprihatinkan.

"Kok makin pincang?"

Gue noleh kesamping lalu mendapati Ajil yang juga baru datang. Dia beberapa kali melirik kedua kaki gue yang masih ada perbannya.

Gue menghela nafas keras, "kok lo gak bilang kalau Camila udah pacaran?" Tanya gue tiba-tiba.

Langkah kaki Ajil langsung berhenti, dia jadi mengerutkan kening bingung. Dia diam sebentar, tak lama dia berdecak. "Oh, udah tau?" Jawab Ajil ber-oh ria. "Lo mau marah gara-gara gue gak bilang?"

"Gue cuman nanya, kenapa lo gak bilang?" Ulang gue lagi. Tangan gue mengepal kuat. Jadi emosi kalau ingat kejadian kemarin.

"Karena gue gak mau lo tambah sakit. Abi yang ngelarang keras buat nggak ngasih tau elo." Ajil menjelaskan. "Dia gak mau lo punya beban tambahan. Makanya pas hari jadian mereka, Abi langsung ngajak kita buat jenguk elo."

Gue tertegun begitu mendengarnya. Mau baper sama Abi boleh?

"Kok gue jadi baper sama Abi," gumam gue sambil menatap lurus kedepan.

"Halah, homo!" Umpat Ajil sebal dan menampar pipi kanan gue dengan keras. Dia beranjak pergi kemudian masuk kedalam kelas tanpa nungguin gue.

Gue menghela nafas dan decakan kecil keluar begitu saja membuat gue memalingkan wajah sesaat. Kenapa gue jadi takut masuk kelas? Ini aja salah gue. Kenapa gue selalu ngejar Camila tanpa ngasih kepastian. Tapi emangnya Camila butuh kepastian gue? Helloooo.... emangnya gue siapa?

Jelas lah alasan Camila kalau dia lebih milih pacaran sama Radit daripada gue. Radit itu idaman menurut pandangan perempuan. Pintar, tinggi, cakep, gak banyak bacot. Tapi bukan berarti gue yang otak seukuran kotoran ayam gak boleh pacaran sama Camila dong? Seharusnya setiap pasangan hidup harus saling melengkapi.

Camila pintar sedangkan gue gak terlalu. Camila tinggi, tapi masih tinggian gue. Camila gak jago futsal, gue jago. Camila pendiam, gue enggak. Camila pemalu, gue gak punya malu. Camila gak melihara ayam, gue melihara. Menurut gue itu sih definisi saling melengkapi. Terutama Camila harus melengkapi tulang rusuk gue yang ada di dia.

Ya, itu teori bodoh gue.

R. Hafidz Arya Sutta mau aja dipercaya, HEHEHEHE.

Gue melangkah masuk kekelas yang tumben-tumbennya ditutup rapat. Gue mendorong pintu kayu tersebut. Awalnya gelap karena jendela kelas ditutup gorden. Begitu gue menutup kembali pintu kelas, lampu langsung menyala.

"HABEDE SUTET!!!"

Gue terlonjak dan hampir aja latah kencang begitu mendengar suara heboh teman-teman kelas. Pandangan gue tertuju pada papan tulis. Semuanya penuh dengan coret-coretan ucapan buat ulang tahun gue.

Emang sekarang gue ultah ya?

Mulut gue ternganga kecil. Namun gue langsung tersenyum kecil. Senang kalau akhirnya mereka sadar kalau ada seorang R. Hafidz Arya Sutta yang numpang nafas di kelas ini.

"Apaan neh? Gue gak minta sumbangan." Celetuk gue asal yang sebenarnya gak tau mau ngomong apa saking terharunya.

"Huuuu! Udah capek-capek malah digituin doang!" Protes Dea si bocil yang jadi merenggut kesal. "Gue sampe rela bawa kamera nih!"

"Deh, lo kan emang eskul fotografi bocil!" Balas Zidan ikut emosi.

Kemudian mereka pun jadi saling melontarkan cacian dan melupakan gue yang masih terharu.

"Siapa yang inget ultah gue? Gue aja gak inget." Tanya gue heran. Mereka ini orang pertama yang ngucapin habede ke gue. Bapak ibu gue aja gak inget. Apalagi kakak gue, malah ngatain gue isi kebun binatang terus dari pagi.

Zidan yang awalnya sibuk menghina Dea, jadi menoleh dan maju ingin menjelaskan.

Zidan berdehem. "Jadi gini Tet runtutan kejadiannya." Katanya belagak seperti ingin menjelaskan presentasi di depan kelas.

"Awalnya ide ini dari Abi. Dia bilang kalo pengen ngerjain lo habis-habisan di tahun ini. Kita setuju aja. Abis itu kita bahas bareng-bareng pas lo gak masuk." Kata Zidan menjelaskan. Sebelum ia melanjutkan, langsung gue potong karena penasaran.

"Tapi kok gue gak merasa dikerjain?"

Gue mengernyitkan dahi bingung. Sontak Zidan langsung menatap bergantian teman-teman kelasnya. Kenapa Zidan harus ngelirik-lirik dulu sih?

"Ya itu."

"Apaan sih?" Gue melirik Ajil meminta penjelasan. Tapi dia malah buang muka.

"Ngerjainnya lewat Camila." Celetuk Serena si bendahara kelas.

"Hah apasi???" Tanya gue makin bingung.

Semuanya diam jadi saling melirik. Woi ini bukan film india anjer. "Bilang aja elah, kayak lagi ngomong sama macan aja." Pinta gue memecah keheningan.

"Gue aja yang jelasin." Ucap Radit tiba-tiba menyeruak maju kehadapan gue. Gue diam menunggu penjelasan Radit. Ngapain elah pake jelasin segala. Ini bukan emteka oi.



"Gue sama Camila gak pacaran. Ini cuman akal-akalan aja buat ngerjain elo menjelang hari ulang tahun lo."




Radit menjeda sejenak kemudian menghela nafas. Ia pun kembali melanjutkan, "lo boleh marah sama gue. Kalau mau bogem gue juga gapapa, silakan. Karena emang ini resikonya."

Gue tersenyum miring. Gue gak bisa marah. Niat mereka sebenarnya baik, mau ngerayain ulang tahun gue. Tapi jelas ini cara yang salah.

Merek tuh punya hati nggak sih??? Ini gak lucu tapi gue seneng karena Radit gak beneran pacaran sama Camila. Jadi gue harus ngapain?

Iya bener, smack down Abi.

"Makasih semuanya, gue gak marah kok. Gue bakal maafin lo semua, tapi ada syaratnya." Ucap gue tenang. "Ada yang harus tanggung jawab soal ini semua."

Mata gue langsung tertuju pada sosok Camila yang menjulang tinggi diantara anak cewek. Kita saling tatap sebelum gue melanjutkan apa yang gue maksud tadi.

"Camila, lo yang harus tanggung jawab." Gue menunjuk Camila dan semua langsung teruju pada Camila.

Dia mengernyitkan dahi. Perempuan manis itu pura-pura gak ngerti. Cih.

"Kenapa gue? Abi yang harusnya tanggung jawab." balasnya tak terima. "Tuh orangnya lagi ngumpet di kolong meja guru."

Atensi gue langsung menuju meja guru yang berada disamping papan tulis. Bener aja, Abi keluar begitu aja setelah Camila bocorin tempat dia ngumpet.

"BEGO ANJER CAMILA! NGAPAIN LO KASIH TAU KUTU PENYET!!!"

"HEH SINI LO ABI!" teriak gue berlari menuju Abi sambil bawa sapu yang gue ambil dari pojok kelas. Kelas pun jadi ramai karena asik kejar-kejaran gue sama Abi. Ternyata mereka gak seburuk yang gue pikiran ya.

Camila, lo masih harus tanggung jawab karena udah bikin hati gue gak berbentuk. Sampe jadi bentuk kayak tangkuban perahu asal lo tau.

-Tbc-

Tsundere - Ong Seongwoo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang