Untuk alicehaibara, karena dukungan dan komentarnya untuk cerita ini.
Untuk special_d, karena ketertarikan dan waktunya untuk mendengar kelanjutan cerita ini.
Chapter 4 – The Confusion.
“Tingkat penyebar luasan area teradiasi meningkat pesat dalam seminggu terakhir. Dan Asia Barat menjadi kawasan terakhir yang terkena radiasi, minggu dini hari kemarin. Diperkirakan dampak dari badai gurun Mesir, menyebabkan radiasi lebih cepat meluas karena pergerakan angin.”
Mataku melirik malas pada siaran berita pagi yang sedang kutonton, sejak semalam semua pegawai terlihat lebih sibuk dan bahkan Luke membatalkan janji makan malamnya denganku karena urusan mendadak di markas utama.
Semua terlihat makin rumit.
Aku mendesah lelah sebelum melirik Ash yang tertidur di sampingku dengan kepala menyandar pada lengan sofa. Kubenarkan posisi tidur kembaranku itu. Ash baru kembali pada tengah malam dan dia menerobos masuk saat aku sedang serius mencari data lebih banyak tentang Flint Stark di arsip-arsip kemiliteran yang bisa kubuka sesuka hati lewat pc khusus - yang bahkan juga bisa membuka arsip-arsip umum milik federasi, walau bukan yang rahasia.
Ash terlihat sangat berantakan dan lelah, sudah kusarankan agar dia tidur di ruangannya sendiri dan kupanggilkan dokter keluarga. Tapi dia menolak dan lebih memilih melewati jam tidurnya yang salah jadwal, bersamaku di sofa yang walau besar dan nyaman tetap tidak cocok untuk tubuh Ash yang kelewat tinggi.
“Ash, lebih baik kau tidur di kasur saja. Atau—“
Aku terdiam saat Ash malah menarik pergelangan tangan dan membuatku terjatuh diatas dada tegapnya yang tengah berbaring di atas sofa. Aku menggeliat tak nyaman dan berusaha melepaskan pegangan Ash, tetapi dia malah menarik mendekat. Dan saat itu aku baru sadar kalau Ash sama sekali belum terbangun dari tidurnya. Dia bermimpi atau mungkin mengigau, karena aku yakin sempat mendengar bisikan suaranya walau samar.
Oh, betapa malangnya nasib kembaranku ini. Kurasa Ash memang benar-benar kurang istirahat.
“To-long, lindungi dia!” Ash berteriak di sela-sela tidurnya. Bisa kulihat wajah tampan yang identik dengan milikku hanya saja dalam bentuk yang lebih perkasa itu berkeringat dingin. Kedua alis tebalnya bertaut dan dia terlihat gelisah.
Hatiku terasa dicubit dan berdebar dalam waktu yang bersamaan. Melihat Ash yang seperti ini entah kenapa membuatku prihatin dan kembali merasakan khawatir yang berlebihan. Sebelah tanganku yang bebas terulur menyentuh rahang Ash yang penuh dengan luka gores, sebelum berpindah pada kain kasa di pelipis kirinya.
“Ash,” aku berbisik pelan, mencoba menenangkan kembaranku itu tanpa membangunkannya. Kuusap dahi Ash yang penuh keringat dan melakukan hal yang sama pada rambut coklat terang miliknya itu.
“Kita akan baik-baik saja. Aku janji,” aku berbisik seperti yang selalu Ash katakan padaku ketika aku ketakutan, persis seperti beberapa tahun lalu.
Tautan di alisnya memudar beberapa saat kemudian, dan Ash terlihat lebih tenang. Pegangannya pada pergelangan tanganku juga mengendur, tapi entah mengapa tidak ada niatan untuk melepaskan pegangannya dan malah sengaja mengambil waktu lebih lama.
Aku tidak yakin hal itu termasuk dalam usaha untuk menenangkan Ash, memberinya bukti bahwa dia tidak sendirian atau hanya akal-akalan agar aku bisa melihat wajah identik itu lebih lama dari yang seharusnya.
Aku sudah gila kalau merasakan detak jantungku berdegup lebih kencang, jadi kulepaskan pegangan Ash dan beringsut menjauh dari tubuh tegap kembaranku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eradication
Ação2108. Sepuluh tahun berlalu setelah masa revolusi, dimana pemerintah memutuskan untuk membangun pagar beton-titanium yang mengelilingi seluruh Capitol District –ibu kota U.N. Sebagai antisipasi jika terjadi perang besar dunia seperti 80 tahun lalu y...